Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Segera Dituntaskan
DPR segera melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual setelah pada Rabu (18/9/2019) pemerintah dan DPR menyetujui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disahkan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor/Agnes Theodora
·3 menit baca
Dewan Perwakilan Rakyat memprediksi pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat tuntas dalam tiga hari agar dapat disahkan sesuai jadwal pada 24 September.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat segera melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual setelah pada Rabu (18/9/2019) pemerintah dan DPR menyetujui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disahkan pada 24 September 2019. Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera dituntaskan agar dapat disahkan pada periode DPR saat ini.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Marwan Dasopang, Rabu (18/9/2019), mengatakan, Panja Komisi VIII DPR masih mengagendakan RUU tersebut disahkan di rapat paripurna DPR di hari terakhir masa jabatan, yakni pada 24 September 2019.
Marwan mengakui masih ada perbedaan pandangan di internal DPR terkait urgensi segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Lobi-lobi terus dilakukan guna meyakinkan fraksi lain untuk setuju mempercepat pengesahan RUU tersebut.
Marwan mengakui masih ada perbedaan pandangan di internal DPR terkait urgensi segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Setelah aturan pemidanaan terkait kekerasan seksual tuntas diatur di RKUHP, menurut Marwan, seharusnya tidak ada lagi kendala untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ia memprediksi, pembahasan RUU Penghapusan kekerasan Seksual dapat dituntaskan dalam tiga hari.
”Saya berharap teman-teman fraksi yang lain bisa memahami akan kebutuhan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual setelah RKUHP disahkan,” ujar Marwan, anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Meski Panja Komisi VIII DPR mengagendakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan pada 24 September, hingga Rabu Panja Pemerintah untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual belum menerima undangan DPR untuk membahas RUU ini. ”Kami sudah siap, kami mengikuti jadwal DPR,” kata Ketua Panja Pemerintah untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Vennetia R Danes.
Dia mengatakan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN dan RB, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Hukum dan HAM sudah menyiapkan materi daftar isian masalah (DIM) dan penyempurnaan DIM berdasarkan masukan para pakar/ahli, termasuk organisasi masyarakat sipil.
Bahkan, pemerintah menggelar konsinyering untuk melihat draf di RUU Penghapusan Kekerasan Seksual agar tidak tumpang tindih dengan RKUHP. Karena itu, tim Panja Pemerintah saat ini siap diundang Panja DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut, termasuk membentuk tim perumus dan tim sinkronisasi.
”Kami masih tetap optimistis DPR akan dapat mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada periode ini, karena RUU ini merupakan inisiatif DPR. Karena itu, kami tunggu undangan. Tanpa ada rapat tentu proses RUU ini tidak bisa berlanjut, padahal waktu sudah sangat singkat,” tutur Vennetia.
Kami masih tetap optimistis DPR akan dapat mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada periode ini karena RUU ini merupakan inisiatif DPR.
Komitmen DPR dipertanyakan
Keseriusan dan komitmen DPR dalam menyelesaikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual terus dipertanyakan organisasi masyarakat sipil, menyusul ketidakpastian jadwal pembahasan dan pengesahan RUU tersebut. Pasalnya, hingga kini Panitia Kerja Komisi VIII DPR untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual baru satu kali menggelar rapat kerja dengan tim pemerintah, yakni pada 3 September 2019.
Jadwal yang disusun DPR yang dikirim kepada tim panja pemerintah tidak terlaksana. Jadwal yang tertera, yakni tanggal 26 Agustus 2019, 2 September, 4-6 September 2019, tidak dilaksanakan. Jika sesuai yang disusun DPR, jadwal yang tersisa tinggal satu kali, yakni Kamis, 19 September.
”Pembahasan di DPR terus diulur-ulur. Kalau RUU ini tidak disahkan, kami mempertanyakan posisi DPR,” ujar Veni Siregar, Koordinator Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan.
Kalau RUU ini tidak disahkan, kami mempertanyakan posisi DPR.
Hal yang sama juga dipertanyakan Ratna Batara Munti, Koordinator JKP3. ”Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sangat mendesak. Sudah dinantikan lama oleh para korban kekerasan seksual. Di sinilah kepekaan DPR diuji, apakah mereka akan mengesahkan RUU tersebut atau tidak,” ujar Ratna.