JAKARTA, KOMPAS — Guru diharapkan mampu menjadi jembatan untuk mengenalkan sastra kepada siswa. Jika guru memiliki pengetahuan sastra yang luas, siswa akan mengenal dan mampu mengapresiasi sastra.
Hal itu disampaikan sastrawan Sutardji Calzoum Bachri di sela-sela ”Gerakan Akbar 1.000 Guru Menulis Puisi” di Jakarta, Senin (24/9/2018) malam. Sebagai penilai puisi terbaik dan puisi pilihan pada gerakan itu, Sutardji menilai masih banyak guru yang belum bisa menulis puisi dengan baik.
”Mungkin beberapa guru pengalaman membaca karya sastra kurang,” ujar peraih Southeast Asian Write Award dari Kerajaan Thailand tahun 1979 ini.
Ia mengatakan, siswa adalah ujung tombak sastra Indonesia. Untuk itu, guru perlu memberi pemahaman sastra dengan baik kepada siswa dengan membiasakan berkarya dan membaca karya sastra. Menurut dia, kemampuan murid akan berkembang seiring kemampuan siswa menulis dan membaca karya sastra.
Saat membaca karya guru-guru itu, Sutardji melihat ada beberapa guru berbakat yang menulis dengan nuansa dan tema lokal. Menurut dia, hal itu merupakan hal yang perlu dipertahankan dan dikembangkan. Corak puisi akan makin beragam jika nuansa lokal dari daerah masing-masing diangkat di dalam karya sastra.
Penggagas acara Gerakan 1.000 Guru Menulis Puisi, Asrizal Nur, berharap gerakan ini mampu memantik guru untuk mendalami sastra dan mengenalkan sastra kepada siswa. Asrizal mengatakan, gerakan ini diikuti dari guru di seluruh Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Puisi karya guru-guru itu dibukukan dalam antologi puisi berjudul Tentang Sebuah Buku dan Rahasia Ilmu.(SUCIPTO)