Belajar Menghargai Kejujuran Manusia dari Hangzhou
Kecerdasan buatan milik Alibaba Cloud dipamerkan dalam Asian Games 2022 di Hangzhou, China. Perjalanan itu membuktikan kemanusiaan tidak akan terganti oleh apa pun.
Kunjungan ke kota Hangzhou, China, pada 25–29 September 2023 tidak hanya meninggalkan kenangan, tetapi juga menjadi ruang belajar tentang ”raksasa” teknologi digital Alibaba Cloud. Di sana, saya perlahan mengerti bahwa kecerdasan robot tak akan menggantikan ketulusan manusia. Seperti kisah di film-film tentang masa depan, sehebat-hebatnya teknologi, manusia tetap menjadi juaranya.
Kabar perjalanan luar negeri itu datang pada Jumat (25/8/2023) malam. ”IKI diminta ke China, ya,” begitu isi pesan Whatsapp yang saya terima. Membacanya, membuat hati senang sekaligus waswas.
Maklum, masa berlaku paspor saya, yang hampir semua lembarannya kosong, sudah mati. Pertama sekaligus terakhir kali ke luar negeri dengan paspor lama adalah empat tahun lalu, 2019. Saat itu, saya ke Thailand. Setelah itu, pandemi membuat banyak perjalanan luar negeri tidak seramai sebelumnya.
”Jika tidak ada paspor, bisa-bisa tidak jadi ke China,” saya membatin. Apalagi, editor telah mengingatkan jauh-jauh hari untuk memperpanjang dokumen itu. Belum lagi, Alibaba Cloud, perusahaan teknologi digital yang mengundang kami, mengingatkan agar paspor disiapkan.
Beruntung, lewat program percepatan paspor, saya bisa mengurus dokumen itu dalam sehari pada Senin (28/8/2023). Saya cukup lega karena dua hari setelah itu saya harus terbang ke Maluku.
Sebenarnya, saya berangkat ke Maluku untuk menggarap liputan Ekspedisi Laut Timur pada 15-28 September. Namun, karena ada penugasan ke China, jadwalnya maju pada 30 Agustus-10 September. Syukurlah, saya masih diberi kesempatan perdana ke Maluku sekaligus China.
Setelah merasakan ombak di Maluku, termasuk saat naik perahu nelayan, saya akhirnya kembali ke Cirebon, Jabar, Rabu (11/9/2023). Namun, selang beberapa hari, saya diminta wawancara visa di Jakarta. Begitupun dengan tiga jurnalis dari media di Indonesia, yang diundang Alibaba Cloud.
Kami menjalani wawancara berbahasa Indonesia itu dengan lancar meski sebelumnya ada dokumen yang kurang. Namun, petugas belum dapat memproses visa kami.
”Biasanya, butuh sebulan. Nanti, setelah itu akan dihubungi apakah bisa atau tidak,” ujar seorang petugas.
Baca juga: Mengenal DingTalk, Platform Komunikasi Serbabisa di Asian Games Hangzhou
Padahal, sepuluh hari lagi, kami berangkat ke China. Jika harus menunggu sebulan, sudah pasti, kami gagal ke sana. Memasuki ”Negeri Tirai Bambu” memang dikenal tidak mudah. Apalagi, kami jurnalis yang membutuhkan rekomendasi dari pemerintah setempat.
Untungnya, pihak penyelenggara telah menyiapkan surat dari pemerintah setempat sehingga visa kami bisa tuntas, lima hari sebelum terbang ke China. Akhirnya, kami bisa berangkat. Kami pun menyiapkan pakaian yang sesuai dengan suhu di sana hingga aplikasi yang kerap digunakan.
Aplikasi itu adalah Alipay, pembayaran nontunai, dan DingTalk, platform komunikasi dan kerja. Semuanya dari Alibaba Group. Kami perlu mengunduh aplikasi itu sebagai pengayaan liputan. Kami diundang untuk mengenal teknologi Alibaba di Asian Games Hangzhou 2022.
Kecerdasan buatan
Sebagai wartawan di daerah yang ”omnivora” (pemakan semua isu, dari pertanian, politik, hingga ekonomi), liputan teknologi awalnya terasa asing. Alhasil, saya harus belajar dari nol tentang cloud atau teknologi komputasi awan.
Cloud memanfaatkan internet sebagai pusat pengolahan dan pengelolaan data serta aplikasi. Dengan cloud, pengguna tidak lagi perlu menyediakan tempat penyimpanan data (storage) atau server dengan kapasitas besar. Teknologi ini juga dapat mengembangkan kecerdasan buatan.
Sederhananya, berbagai macam data itu tersimpan di awan (cloud), tidak lagi di komputer atau piringan keras. Anda tidak lagi perlu membangun gedung atau ruangan khusus penyimpanan data. Selain lebih hemat, cloud juga lebih ramah lingkungan karena mereduksi emisi karbon.
Berbagai hal tentang teknologi inilah yang berputar di kepala saya ketika terbang dari Cengkareng, Indonesia, ke Hong Kong hingga Hangzhou. Pikiran ini sempat terhenti ketika mengetahui kami satu pesawat dengan kontingen bulu tangkis dan tim E-Sports Indonesia.
Pramugari dari dua pesawat asal China yang kami tumpangi bahkan menyambut kontingen itu melalui pengeras suara. Kami pun sempat mewawancarai sejumlah pelatih bulu tangkis, juga berfoto dengan beberapa atlet. Sayangnya, kami tidak bisa lama-lama berbincang di bandara.
Karena kami melayani Anda semua, yang juga manusia. Kita ini semua manusia.
Sesampainya di Hangzhou, kami terasa datang ke ”dunia” lain. Sekitar sejam perjalanan ke hotel, kami tidak menemukan rumah tapak, pedagang kaki lima di pinggir jalan, atau ”manusia silver” di lampu merah seperti di Indonesia. Gedung-gedung, termasuk apartemen, menjulang tinggi.
Meski banyak gedung, taman dengan pepohonan juga tersebar di sana-sini. Di jalan raya, hampir tidak terdengar bising knalpot. Sebagian besar kendaraan memakai bahan bakar listrik sehingga tidak bising. Sepeda motor juga punya jalur khusus. Banyak pula warga yang mengayuh sepeda.
Setelah perjalanan dari Indonesia pada Senin pukul 01.00, kami akhirnya sampai di Hotel Sheraton Grand Hangzhou pukul 12.00. Waktu China sama seperti Indonesia bagian tengah. Meski sudah sampai, kami masih menghadapi masalah teknis yang sangat berpengaruh.
Ternyata, jaringan internet nirkabel (Wi-Fi) tidak bisa digunakan membuka sejumlah aplikasi, seperti Whatsapp, Facebook, Instagram, Twitter, hingga mesin pencari Google. Sementara modem yang dapat mengakses aplikasi itu hanya ada satu. Padahal, kamar kami berlima terpisah.
Jadilah kami, yang datang dari Indonesia, kadang kehilangan jaringan jika tidak berkumpul. Kami juga sepakat menyimpan modem di kamar yang berada di tengah agar terjangkau oleh semuanya. Ketika mengetik, kami pun berkumpul di satu tempat sekalian berdiskusi.
Baca juga: Semangat Hijau Hangzhou untuk Peradaban Olahraga Lebih Baik
Persoalan lainnya, saya tidak bisa menggunakan Alipay. Tadinya, berdasarkan informasi di internet dan pendamping, Alipay bisa diaktifkan dengan rekening bank lokal, nomor kartu kredit, dan aplikasi perbankan digital. Saya pun sudah mengunduh aplikasi keuangan transfer digital.
Ternyata, aplikasi yang saya unduh tidak bisa digunakan. Padahal, saya tidak punya kartu kredit dan uang yuan tunai. Sementara supermarket hingga toko kecil di pinggir jalan sudah menggunakan pembayaran nontunai. Dalam hati, saya sedikit memaki diri.
Untunglah, masih ada kawan dari Indonesia yang bisa membantu. ”Pinjam dulu seratus,” kira-kira begitu mantranya. Setidaknya, metode ini bisa menekan nafsu belanja. Sebab, itu uang orang lainnya.
Untuk manusia
Di antara persoalan itu, saya juga mendapatkan banyak pencerahan soal teknologi kecerdasan buatan. Salah satunya ketika tim Alibaba Cloud menyambut kami, sekitar 30 jurnalis dari beberapa negara, dalam jamuan makan malam di hotel, Senin (25/9/2023).
Justine Chao, Vice President International Corporate Affairs Alibaba Cloud, mengajak kami bercerita soal makanan, perjalanan ke sini, hingga kecerdasan buatan. Daging bebek, ikan, hingga sup bambu berputar di meja makan.
Perjumpaan itu tidak kaku. Hadirin banyak mengenakan kaus bahkan ada yang celana pendek. Kami sendiri mengenakan batik, kebanggaan Indonesia. Tawa dan canda menemani. Semakin malam, pembicaraan terasa lebih berat dan bermakna.
Kepada Justine, perempuan semampai berambut hitam, saya bertanya, mengapa Alibaba Cloud punya seribu lebih karyawan sedangkan perusahaan itu telah menggunakan kecerdasan buatan untuk mengoperasikan berbagai fasilitas? Bukankah teknologi tidak butuh banyak orang?
”Karena kami melayani Anda semua, yang juga manusia. Kita ini semua manusia,” ujar Justine tersenyum.
Saya terenyak mendengar itu. Betul, robot bisa menuangkan wine. Tapi, mengobrol dengan hati dan tertawa tidak bisa dikerjakan robot mana pun.
Ia menangkap kekhawatiran saya, termasuk orang lain, tentang berbagai profesi yang bisa tergantikan oleh AI. ”Jujur, kami juga sempat berpikiran seperti itu. Namun, ternyata AI tidak menggantikan kami. Justru AI mendukung dan memudahkan pekerjaan kami,” ungkapnya.
Justine mencontohkan, pembaca berita virtual berbasis kecerdasan buatan yang disiarkan tengah malam. Teknologi itu memudahkan presenter karena pada malam hari mereka harus beristirahat.
”AI membuat kita menjadi lebih jujur bahwa kemampuan manusia itu terbatas,” ujarnya.
Menurut Justine, kecerdasan buatan mungkin bisa melakukan banyak hal. Dalam pembuatan film, AI mampu menghadirkan toko, suara, dan lainnya.
”Namun, AI tidak bisa membuat imajinasi. Ini yang dimiliki manusia. Itu sebabnya, kami mengundang Anda ke sini,” ungkapnya.
Kemegahan
Ketika berkunjung ke kampus Alibaba Cloud, saya menyaksikan bagaimana AI tidak ”menggusur” peran manusia. Ketika memasuki area perkantoran itu, misalnya, masih terdapat petugas penjaga meskipun pintunya menggunakan mesin pengenalan wajah.
Justru, manusia di Alibaba Cloud memanfaatkan AI untuk menggunakan energi bersih melalui platform jejak karbon untuk mengetahui emisi yang dikeluarkan. AI juga digunakan untuk mengecek dan mengatur suhu ruangan sesuai jumlah orangnya sehingga lebih hemat energi.
Sayangnya, kami tidak bisa melihat langsung penggunaan teknologi Alibaba Cloud di Asian Games Villages. Sebab, kawasan itu terbatas hanya untuk atlet, jurnalis teregister, dan staf.
Meski demikian, tim Alibaba Cloud mengajak kami menyaksikan pertandingan perdana bulu tangkis di Binjiang Gymnasium. Walaupun tidak ada tim Indonesia yang main, kami merasakan euforia penonton hingga kemegahan stadion yang bagian atapnya berganti warna saat malam.
Kami juga sempat menikmati West Lake atau Danau Barat yang sudah dikenal sejak masa Dinasti Tang pada abad ke-6. Danau seluas 3.322 hektar ini merupakan salah satu situs Warisan Dunia UNESCO. Air di danau itu tak pernah kering karena terhubung oleh kanal besar kota.
Perjalanan perdana ke China kali ini meninggalkan kenangan luar biasa dan jejak pengetahuan. Betul ungkapan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Namun, kali ini, pesannya sedikit berubah, yakni tuntutlah teknologi meski baru sampai ke Hangzhou.
Baca juga: Kecerdasan Buatan Diminati, Alibaba Cloud Kembangkan Tiga Layanan