Bersama Wapres Amin Dikejar Hujan
Baru saja kami mulai duduk berjajar di kursi CN235, tiba-tiba terdengar seruan panik. ”Astaghfirullahaladzim. Allahu akbar. CCTV ketinggalan,” ujar seorang Paspampres yang bertugas membawa kebutuhan pengamanan Wapres.
Selama tujuh hari, pada pertengahan Juli lalu, saya dan lima wartawan lain mengikuti kegiatan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Tanah Papua. Di sana, setiap hari, cuaca hampir selalu basah dan hujan.
Dengan diiringi hujan deras, kami tiba di Bandara Mozes Kilangin, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Selasa (11/7/2023) petang. Begitu turun dari pesawat Boeing 737-400 TNI AU yang membawa rombongan, Wapres Amin dan Nyonya Wury langsung disambut oleh mobil kepresidenan yang diparkir tak jauh dari tangga pesawat. Paspampres pun sigap memayungi Wapres dan Nyonya Wury.
Beda dengan wartawan yang harus berlari-lari atau setidaknya jalan cepat agar tidak terlalu basah kuyup. Saya sendiri salah perhitungan karena jaket dan payung malah disimpan rapi di koper yang masuk bagasi.
Hari kedua, agenda masih di Mimika. Hujan sudah hadir sejak subuh yang membuat suasana basah di kawasan hutan hujan tropis ini. Untung menjelang siang, suasana semakin cerah. Wapres meninjau Institut Pertambangan Nemangkawi milik PT Freeport Indonesia serta pelaksanaan bakti sosial operasi katarak dan operasi bibir sumbing di RSUD Timika Wonosari Jaya.
Hari ketiga (13/7/2023), Wapres bertolak ke Nabire untuk dua agenda, yakni peletakan batu pertama kantor Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan dialog dengan petani yang tergabung dalam Hidup Petani Nyata (Hipeta) lalu sore hari terbang ke Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Ternyata, prakiraan cuaca menunjukkan hujan akan kembali mengguyur pada sore hari. Padahal, untuk mencapai Nabire, Fakfak, maupun Teluk Bintuni, Wapres Amin dan para pejabat akan menggunakan pesawat CN295, sedangkan para wartawan terbang dengan pesawat CN235. Semuanya milik TNI AU.
Beberapa bandara di tanah Papua memang baru sanggup menampung pesawat-pesawat berbadan kecil. Demikian pula Bandara Douw Aturure Nabire, Bandara Torea Fakfak, dan Bandara Babo Teluk Bintuni. Karena itu, semua rombongan akan diangkut pesawat CN buatan anak negeri.
Baru saja kami mulai duduk berjajar di kursi CN235, tiba-tiba terdengar seruan panik. ”Astaghfirullahaladzim. Allahu akbar. CCTV ketinggalan,” ujar salah seorang Paspampres.
Dia bertugas membawa dan mengamankan semua barang kebutuhan pengamanan maupun perlengkapan Wapres Amin dan Nyonya Wury. Dengan tergopoh-gopoh, ia berjalan keluar dari pesawat. Tapi langkahnya terhenti setelah satu meter. Ia tidak bisa melanjutkan langkahnya dan harus kembali karena pesawat kadung penuh oleh penumpang, baik wartawan, staf Biro Pers, maupun anggota Paspampres lainnya.
Panik bukan alang-kepalang, dia pun bertanya apakah masih keburu kembali ke hotel untuk mengambil barang tersebut. Salah seorang anggota Paspampres kemudian menenangkan sembari memberikan opsi solusi. Tak lama, pesawat-pesawat rombongan pun terbang meninggalkan Mimika.
”Ngebut”
Selama pelaksanaan kegiatan Wapres Ma'ruf Amin, hujan menjadi faktor yang paling dipikirkan setelah faktor keamanan. Karena bila terjadi hujan deras dan angin kencang, pesawat dikhawatirkan tak boleh terbang atau mendarat.
Jadwal kegiatan pun mulai dimampatkan. Keberangkatan menuju Nabire dimajukan dari pukul 8.30 pagi menjadi pukul 7.00. Agenda pertama di Nabire adalah peletakan batu pertama kantor Pemerintah Provinsi Papua Barat, langsung dilanjutkan dengan dialog bersama petani. Karena kedua acara ini berada di lokasi berbeda, rombongan pun harus bergegas saat pindah lokasi.
Acara dialog dengan petani berubah menjadi sekadar menyapa. Setelah memberikan bantuan secara simbolik, Wapres berfoto bersama petani. Benar-benar tak ada dialog. Harapan peternak untuk memproduksi pakan ternaknya sendiri, misalnya, jadi tak bisa diungkapkan.
Padahal, sebelum acara dimulai, Edmundus Gobai (42) Ketua Kelompok Tani Egedia, Muhammad Asrori (53) dari Kelompok Tani Lumintu, dan Moses Tanati (35) yang peternak bebek, sempat menceritakan kesulitan pakan yang mereka alami kepada Kompas.
Pakan ternak yang biasa diperoleh harganya cukup mahal, sekitar Rp 15.000 per kilogram, sementara kebutuhan para peternak cukup banyak. Harga mahal ini disebabkan semua harus diangkut dari luar Papua.
Acara dialog dengan petani berubah menjadi sekadar menyapa.
Asrori menambahkan, dirinya berani memproduksi pakan secara lokal, tetapi memerlukan bantuan alat produksi. Adapun bahan baku seperti jagung sesungguhnya sudah bisa dihasilkan di Nabire.
Saking ngebut-nya agenda ini, hasil-hasil pertanian dan perkebunan anggota Hipeta yang dipamerkan dalam beberapa gerai pun tak jadi diperlihatkan kepada Wapres Amin. Tirai penutup langsung dipasang kembali, segera setelah sesi terburu-buru ini diakhiri.
Sebelum tengah hari, Wapres langsung ke Bandara Douw Aturure untuk terbang menuju Fakfak, Papua Barat, masih menggunakan pesawat CN. Istirahat, shalat, dan makan siang pun dilakukan setiba di Bandara Torea, Fakfak. Setelahnya, Wapres dan rombongan tancap gas menuju rumah pengolahan pala Papua Global Spices di Kecamatan Pariwari.
Rumah pengolahan pala ini mengelola pala hasil panen warga untuk kemudian diekspor. Pala jenis tomandin yang bentuknya cenderung lonjong ini adalah tanaman yang diwariskan turun-temurun dan menjadi harta perkebunan warga Fakfak.
Di rumah ini, pala diolah menjadi beragam produk mulai manisan, sirop, balsem, parfum, sampai mentega pala (nutmeg butter). Harum aroma pala pun menguar menggoda saat proses produksi dimulai.
Sepi
Di Fakfak, Wapres Amin dan rombongan menginap semalam. Keesokan (14/7/2023) paginya, masih ada pertemuan dengan para tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat Fakfak dengan Wapres Amin di hotel.
Agenda langsung berlanjut dengan peletakan batu pertama Taman Ruang Terbuka Hijau di Jalan Salasa Namudad, Pantai Reklamasi. Untuk agenda ini, wartawan berangkat mendahului rombongan Wapres Amin.
Setiba di Pantai Reklamasi, suasana sangat sepi. Hanya tampak beberapa gelintir wartawan dari Fakfak dan pengamanan lokal serta panitia, termasuk dari Sekretariat Wapres.
Setelah memanfaatkan beberapa menit waktu luang untuk berfoto dengan latar pantai, saya tergelitik untuk bertanya mengenai pantai yang sepi ini. Seorang warga Fakfak pun menjelaskan, lokasi yang akan menjadi Taman RTH ini sebenarnya adalah sentra kuliner.
Namun, tentu saja, lokasi peletakan batu pertama ini ditutup dengan pagar seng dan ”disterilkan”, sampai-sampai tak bisa dijumpai warga yang bercengkerama seperti biasa dijumpai di pantai. Karena itu, kendati masih tampak tenda-tenda di luar pagar seng, denyut kehidupan pantai jadi tak terasa.
Acara peletakan batu pertama ini tak memakan waktu lama. Hanya ada penjelasan mengenai beberapa proyek di Fakfak oleh Bupati Untung Tamsil, dilanjutkan peletakan batu pertama dan keterangan pers.
Rombongan Wapres Amin lantas bergerak menuju Masjid Agung Baitul Makmur untuk menunaikan shalat Jumat dan setelahnya ke Bandara Torea. Di bandara ini, rombongan makan siang dan segera bersiap menaiki pesawat-pesawat CN untuk terbang menuju Bandara Babo di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Bersama pohon
Kali ini, setiba di pesawat CN 235 yang mengangkut kami, bukan hanya koper-koper yang menanti, tetapi juga yang segar-segar kehijauan. Beragam bibit pohon sudah berjajar di tengah pesawat.
Ada bibit pohon jarak cina, pohon matoa, pohon pinang, tanduk rusa, bibit pohon pala tomandin, pohon kemiri, pohon durian, pohon pisang, pohon merbau, agatis damara, pohon kayu besi, dan kakao.
Semuanya diangkut bersama kami para wartawan, staf Biro Pers Sekretariat Wapres, dan Paspampres. Jadi, CN235 yang mengangkut kami, bukan hanya padat dengan manusia dan koper, melainkan juga disesaki bibit-bibit pohon.
Wapres Amin memang terbiasa mengoleksi bibit pohon untuk ditanam di kediaman pribadinya di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Segala jenis mangga, durian, pisang dan beragam pepohonan lain ditanam di sana.
Satu jam saja
Setiba di Bandara Babo, Wapres Amin mendengarkan paparan mengenai proyek-proyek pembangunan dan pelatihan sumber daya manusia dengan ilustrasi dari panel-panel. Wapres juga sedikit berbincang dengan beberapa peserta pelatihan yang pernah digelar di Teluk Bintuni, serta meninjau produk-produk UMKM Teluk Bintuni yang dipamerkan.
Peresmian Tugu Peradaban Islam Babo, Pabrik Makanan Kaleng Bio Bintuni, Masjid Miftahul Jannah Distrik Babo, Gereja Katolik Kristus Terang Dunia Tofoi, serta Gedung AIDS, Tuberculosis, dan Malaria Center pun dilakukan di Bandara Babo. Wapres Amin cukup menorehkan tanda tangannya di prasasti saja.
Semua ini cukup dikerjakan dalam acara selama satu jam saja. Sekitar pukul 14.00, Wapres dan rombongan kembali ke pesawat CN dan melanjutkan perjalanan menuju Manokwari. Penerbangan masih diupayakan agar tak terlampau sore untuk mengantisipasi hujan.
Dan memang benar, saat tiba sekitar pukul 15.00 WIT, cuaca masih cerah di Manokwari. Buat wartawan, waktu untuk menulis serta mengirim berita dan gambar kali ini jadi cukup leluasa. Kami pun segera sibuk dengan tulisan dan rekaman gambar masing-masing setiba di Manokwari.
Kegiatan Wapres baru berlanjut esoknya, Sabtu (15/7/2023). Selain membuka Konferensi Hari Pekabaran Injil di sebuah hotel di Manokwari, Wapres juga mendengarkan paparan mengenai proyek strategis di Kabupaten Manokwari, Teluk Wondama, maupun proyek yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui ilustrasi panel-panel.
Setelahnya, Wapres ke Kampung Wasegi, Distrik Prafi untuk bertemu dengan para petani sawit yang menantikan program peremajaan sawit rakyat. Perjalanan menggunakan mobil memerlukan waktu sekitar satu pukul 10 menit. Lokasi perkebunan ini mengarah ke perbukitan yang berhadapan dengan Pegunungan Arfak.
Di sini, ada sedikit interaksi Wapres dan para petani. Namun, tentu kebanyakan petani adalah transmigran. Ada yang datang tahun 1985 dan 1990 sehingga sudah lama bermukim di Manokwari dan bertani sawit. Warga pun gembira dengan rencana peremajaan sawit rakyat yang diprogramkan pemerintah.
Dari Distrik Prafi, Wapres dan rombongan langsung ke Bandara Rendani, Manokwari. Menurut rencana, setelah istirahat, shalat, dan makan siang, rombongan terbang ke Sorong, Papua Barat Daya. Dari Manokwari ke Sorong, Wapres dan rombongan kembali menggunakan pesawat Boeing 737-400 TNI AU.
Namun, setelah rombongan masuk pesawat, penundaan penerbangan terjadi. Di Sorong sedang cuaca buruk. Hujan ditambah angin kencang membuat pesawat tak mungkin mendarat di Sorong saat itu, padahal di Manokwari, cuaca masih cukup cerah.
Sebagian besar rombongan kembali turun pesawat. Tak ketinggalan wartawan. Ada yang duduk di pinggir area bandara sembari menulis berita dan mengirim gambar. Ada juga yang ke ruang tunggu untuk menjalin jejaring dengan banyak narasumber.
Setelah menanti hampir dua jam, akhirnya datang juga kabar bahwa pesawat sudah bisa terbang dan mendarat di Bandara Domine Eduard Osok Sorong. Rombongan segera naik pesawat. Menjelang petang, kami tiba di Sorong.
Di ibu kota Provinsi ke-38 RI ini, Papua Barat Daya, terdapat dua kegiatan. Pertama, pertemuan Wapres dengan tokoh pemerintahan, tokoh agama, dan tokoh adat di sebuah hotel, Minggu (16/7/2023). Kedua, peletakan batu pertama sarana dan prasarana kantor Pemprov Papua Barat Daya di Distrik Sorong Timur, Kota Sorong.
Karena agenda cukup longgar dan tak perlu lagi berpindah menggunakan pesawat berbadan kecil, tak ada lagi perubahan jadwal acara kendati hujan mengguyur Sorong sejak pagi hari. Kami tak perlu lagi menghindari hujan dan waswas.
Senin siang, rombongan kembali ke Jakarta menggunakan Boeing 737-400 TNI AU. Akhirnya, tak perlu kejar-kejaran lagi dengan hujan....