Mengikuti Perburuan Teroris di Palu dan Poso
Berawal dari suara tembakan yang didengarnya, wartawan ”Kompas” Reny Sri Ayu selama 10 hari sesudahnya berjibaku meliput peristiwa yang menyebabkan dua polisi meninggal. Keluar masuk hutan dan melewati daerah terpencil.
Meliput perburuan kelompok radikal di Palu dan Poso boleh dibilang bukan perkara mudah. Di mata aparat, wartawan kerap dianggap ”pengganggu”. Sebaliknya, dalam pandangan pelaku teror, wartawan dipandang sebagai musuh. Jadilah wartawan harus pandai-pandai menjaga dan menempatkan diri saat di lapangan agar misi mengumpulkan informasi tetap tercapai.
Hari menjelang siang ketika saya mendengar tembakan beberapa kali, Rabu (25/5/2011). Suara tembakan itu membuat saya tertegun sejenak, lalu berusaha mengingat-ingat, apakah di sekitar rumah tinggal saya ada tempat latihan menembak. Sejurus kemudian, saya merasa yakin tidak ada.
Saya tinggal di sebuah rumah kos di Jalan Anoa. Di ruas bagian barat, jalan ini bersilangan dengan Jalan Emmy Saelan. Ujung lainnya berpotongan dengan Jalan M Yamin. Kos saya hanya berjarak 100 meter dari titik persimpangan Jalan Anoa dan Jalan Emmy Saelan.
Hari menjelang siang ketika saya mendengar tembakan beberapa kali, Rabu (25/5/2011).
Dari persimpangan ini ke arah kiri (selatan), terdapat Markas Komando (Mako) Yonif 711 Raksatama atau 600 meter dari kos saya. Sebaliknya, jika ke kanan (utara), terdapat Mal Tatura dan Pasar Masomba di belakangnya atau kira-kira hanya 400 meter dari rumah saya.
Di depan Mal Tatura adalah Kantor Cabang Bank BCA Palu. Jika sedang ingin ke Mal Tatura atau Pasar Masomba, saya cukup berjalan kaki. Ada lorong kecil di belakang kos yang bisa memperpendek jarak ke arah mal atau pasar meski harus menyeberang kanal. Namun, biasanya kanal itu lebih sering kering. Mal Tatura dan Pasar Masomba memang berada di sisi kanal yang mengalirkan air Sungai Palu.
Kembali ke suara tembakan, sepanjang setahun lebih saya menempati rumah kos ini, hampir tidak pernah saya mendengar suara tembakan dari arah Mako Yonif. Saya juga sering makan atau pergi ke ATM yang terdapat di depan Mako Yonif dan hampir tak pernah mendengar suara tembakan (latihan). Jadi, kemungkinan besar suara yang saya dengar bukan berasal dari Mako Yonif.
Siang itu, panas amat terik dengan suhu udara di atas 36 derajat celsius. Saya sedang menyelesaikan tulisan yang hampir rampung. Rasanya nanggung untuk keluar rumah dan mencari tahu apa yang benar-benar terjadi. Namun, rasa penasaran mendorong saya menelepon beberapa teman dan informan.
Tak berapa lama, saya menerima pesan dari seorang teman: terjadi penembakan di pos sekuriti Bank BCA Jalan Emmy Saelan. Dua anggota polisi meninggal dan satu orang lainnya luka.
Dua polisi yang tewas kemudian diketahui adalah Bripda Januar Yudistira Pranata dan Bripda Ibrar Prawira. Satu yang luka adalah Bripda Dedy Edward. Tak hanya menembak, pelaku juga merampas senjata milik polisi yang turut menjadi korban.
Baca juga: Selalu Ada Berita Seharga Bersepeda
Tak menunggu lama, saya segera berganti pakaian dan berlari ke arah Bank BCA. Benar saja, orang masih ramai berkerubung. Garis polisi sudah dipasang. Polisi yang meninggal dan terluka sudah dibawa ke rumah sakit.
Kantor Cabang Bank BCA ini berada di tepi jalan yang ramai dan tak berpagar. Di sampingnya terdapat sebuah gang menuju permukiman di belakangnya. Dari aparat dan warga di sekitar lokasi, saya mendapat beberapa informasi. Salah satunya menyebut empat pelaku datang berboncengan dengan dua kendaraan roda dua.
Masing-masing datang dari arah samping dan depan parkiran serta langsung menembak. Seusai beraksi, keempatnya langsung tancap gas. Informasi lain menyebutkan, sebelum beraksi, pelaku mengamati situasi sambil bersembunyi di bawah jembatan di kanal dekat Mal Tatura.
Saya dan sejumlah wartawan langsung mencari informasi ke mana larinya keempat pelaku dan rencana tindakan polisi selanjutnya. Kepolisian mengatakan telah memblokade semua akses keluar dan masuk Palu. Penjagaan ketat juga dilakukan di sejumlah perbatasan.
Upaya ini membuahkan hasil dengan tertangkapnya dua pelaku, Raf dan Har, pada sore harinya di daerah Palolo, Sigi, yang berbatasan dengan Kabupaten Poso. Dua lainnya lolos dan diperkirakan lari ke arah Poso. Kedua orang yang ditangkap diduga adalah eksekutor. Dari keduanya, polisi menyita tiga pucuk senjata, masing-masing jenis M16, Jingle, dan V2, yang diduga hasil rampasan dari polisi.
Baca juga: Pengalaman Menjadi Putera Jawa Keluyuran di Sumatera
Informasi yang saya peroleh, dua pelaku adalah warga Sigi dan dua orang lainnya warga Poso. Dua orang yang ditangkap di Sigi adalah warga Poso, sedangkan dua orang yang diduga lari ke Poso adalah warga Sigi. Kemungkinan arah pelarian keduanya tertukar.
Warga Poso yang ditangkap di Sigi diduga tidak begitu hafal jalur tikus sehingga dengan mudah ditangkap. Sedianya dari Sigi via Palolo, mereka akan tembus ke Lembah Napu, Poso, salah satu wilayah pegunungan yang cukup terpencil. Jaraknya sekitar 130 kilometer dari Palu.
Perburuan di hutan
Hampir bersamaan, sore itu juga kami mendapat kabar bahwa kembali terjadi penembakan dua anggota polisi di Kecamatan Lore Utara, Poso. Beruntung, keduanya selamat. Dua anggota Polsek Lore Utara itu ditembak oleh dua orang yang berboncengan sepeda motor saat hendak dicegat.
Diduga, keduanya adalah orang yang sedang diburu terkait penembakan polisi di Bank BCA. Keduanya membawa sejumlah amunisi dan senjata hasil rampasan dari anggota polisi.
Karena mendengar tim Densus 88 sudah ke Poso melakukan perburuan, Jumat (27/5/2020), saya dan beberapa rekan wartawan memutuskan ikut berangkat ke Poso untuk meliput dan mengikuti perkembangan perburuan.
Baca juga: Membongkar Kasus Penyelundupan Beras
Belum lama tiba di Poso, kami mendapat kabar terjadi baku tembak antara petugas kepolisian dan dua pengendara roda dua di wilayah pegunungan sekitar Desa Tangkura, Poso. Keesokan harinya, kami menuju Tangkura.
Di sepanjang jalan menuju Tangkura adalah pegunungan dengan hutan dan jurang serta lembah di sisi kiri dan kanan. Kami melewati wilayah Dewua, Sangginora, serta beberapa desa dan kawasan lain.
Beberapa kali kami bertemu polisi atau tentara yang sedang berjaga di pinggir jalan di tepi hutan. Umumnya bersenjata lengkap. Di salah satu kawasan hutan, saya berhenti dan ganti mengikuti aparat Brimob yang menyisir hutan. Selain untuk melihat lokasi, saya juga ingin mengambil gambar.
Kami cukup tegang di sepanjang perjalanan, terutama di daerah yang sepi, mengingat sehari sebelumnya terjadi baku tembak di wilayah ini antara polisi dan orang yang diduga pelaku. Polisi menyebut suara tembakan berasal dari arah hutan. Bisa saja kedua orang yang sedang diburu polisi berada di sekitar hutan yang kami lalui.
Namun, hari itu tak ada perkembangan berarti di Tangkura, selain aparat yang terus berjaga dan sebagian masuk ke hutan melakukan perburuan. Akhirnya menjelang malam kami memutuskan kembali ke Poso. Entah saat itu mobil melaju dengan kecepatan berapa karena kami berusaha melewati wilayah hutan sebelum malam.
Bantuan seorang sopir
Sembari melakukan perburuan, polisi juga mulai mencari orang-orang dan kerabat yang diduga mengenal ataupun mengetahui tersangka. Di Kelurahan Moengko, Kecamatan Poso Kota, polisi menggeledah sebuah rumah dan menemukan sejumlah amunisi serta bahan bom rakitan. Penggeledahan juga dilakukan di beberapa rumah lainnya di Kelurahan Sayo.
Di tengah suasana perburuan, langkah kami malah mulai terhambat. Perburuan yang kemudian diambil alih tim Densus membuat wartawan lebih sering tidak diizinkan meliput di sekitar tempat penggeledahan.
Padahal, kami lebih banyak menunggu di luar garis polisi untuk mengambil foto. Anehnya, wartawan dari salah satu media nasional dengan mudah diperbolehkan masuk. Kami sempat protes, tapi aparat hanya bergeming.
Hasil penggeledahan dan pengejaran yang dilakukan Densus, antara lain, menemukan peta hutan yang diduga merupakan petunjuk pelarian pelaku. Sejumlah orang kemudian mulai diperiksa terkait kepemilikan bahan pembuatan bom rakitan, amunisi, senjata, hingga hubungan dengan tersangka yang sedang diburu.
Kami sempat tak mendapat informasi sama sekali tentang apa yang dilakukan aparat dari tim Densus ataupun Polda Sulteng dan Polres Poso. Beberapa kali kami terkecoh saat berusaha mengikuti aparat.
Sekali waktu, tim Densus berangkat dengan kendaraan boks yang lazim digunakan untuk mengangkut barang. Di lain waktu, mereka menggunakan truk atau kendaraan lain, yang di luar perkiraan kami. Kami bersama sejumlah wartawan akhirnya berembuk mencari cara untuk mendapat informasi.
Operasi saat itu seolah benar-benar tertutup. Bahkan, informan yang sering membantu kami memberikan informasi juga mulai kewalahan. Informasi mulai datang terlambat. Pikiran kami terkuras untuk mencari informasi.
Baca juga: Bertemu Keluarga Pilot Dakota yang Ditembak Jatuh Belanda
Pencarian pada hari ketujuh seusai penembakan kemudian mulai bergerak ke arah Poso Kota. Pelaku diduga sudah meninggalkan hutan di wilayah pegunungan Tangkura.
Kami mendapat informasi bahwa di Desa Pandiri, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, seorang warga pemilik perahu diminta menyeberangkan dua orang tak dikenal. Karena merasa curiga, warga ini kemudian meninggalkan perahu dengan alasan akan mengambil sesuatu. Namun, ternyata dia ke kantor polsek dan melaporkan dua orang mencurigakan tersebut.
Informasi ini membawa langkah kami ke Pandiri keesokan harinya. Ah, rezeki tak ke mana rupanya. Di lokasi pencarian ini, saya melihat seorang sopir mobil rental yang digunakan tim Densus. Orang itu cukup saya kenal karena beberapa kali saya menyewa mobilnya untuk liputan ke luar kota.
Ditempatkan sendirian di Palu dengan wilayah liputan seluruh Sulawesi Tengah membuat saya harus pandai membangun hubungan baik dengan berbagai kalangan, termasuk dengan para sopir rental, salah satunya bapak yang tidak bisa saya sebutkan namanya ini.
Saat aparat sibuk, diam-diam saya mendatangi sopir tersebut. Dimulai dengan bertanya kabar, saya kemudian mengajaknya bercerita. Dari dia saya mendapat informasi bahwa mobil yang dia bawa selalu ikut bersama Densus.
Baca juga: Dalam Kepungan Awan Putih Bukit Barisan
Saya lalu bercerita soal sulitnya kami mendapat informasi perkembangan penyelidikan. ”Saya minta tolong sekali, ke mana pun kamu pergi membawa aparat, tolong kasih kabar ke nomor saya,” kata saya.
Dia setuju dan berjanji akan mengabarkan ke mana pun dia pergi membawa rombongan. Saya memintanya berhati-hati dan melakukannya dengan cara yang tak mengundang kecurigaan.
Sekalipun tidak setiap saat saya mengikuti pergerakan aparat, mengetahui ke mana mereka pergi berburu akan memberikan gambaran daerah mana saja yang jadi kemungkinan tempat pelarian. Beberapa kawan di Poso mampu memetakan wilayah mana saja yang warga setempatnya memiliki keterkaitan dengan kelompok radikal ini.
Seusai mengatur strategi bersama sopir rental tersebut, saya kembali ke rombongan wartawan yang selama beberapa hari terakhir menjadi teman jalan saya. Di Poso, dalam liputan perburuan kelompok radikal, saya selalu memilih berangkat bersama sejumlah teman. Jalan sendiri sangat berisiko.
Liputan bersama juga membuat kami bisa bertukar informasi. Beberapa teman cukup dekat dengan aparat yang ada di TNI, kepolisian, BIN, hingga orang-orang yang punya hubungan cukup dekat dengan kelompok radikal Poso. Dengan begitu, kami bisa saling mengisi informasi.
Suatu malam, dia memberikan informasi bahwa tim bergerak ke wilayah yang cukup sepi, agak ke luar Poso. Kami bergerak ke sana. Mengendap di jalan sepi nan gelap.
Hari itu kami kembali ke penginapan dengan perasaan sedikit lega. Setidaknya ada harapan tentang liputan esok. Benar saja, pagi-pagi sekali, pesan dari si sopir sudah masuk. Oh iya, sopir ini cukup informatif karena mengirimkan berbagai macam informasi.
Suatu malam, dia memberikan informasi bahwa tim bergerak ke wilayah yang cukup sepi, agak ke luar Poso. Kami ikut bergerak ke sana. Mengendap di jalan sepi nan gelap.
Ternyata, rombongan sedang makan-makan di sebuah bangunan yang lokasinya agak masuk dekat persawahan dan berbatasan dengan hutan. Kami menunggu hingga mereka selesai untuk memastikan mereka benar-benar hanya bersantai makan.
Pencarian telah masuk hari kesembilan, tetapi kelihatannya belum membuahkan hasil apa-apa. Beberapa kawan mulai bosan. Kami juga mulai merasa tak nyaman di penginapan karena seolah sedang dimata-matai. Malam-malam terasa sangat panjang dan kami mulai kurang tidur. Kondisi mental yang terus siaga sekaligus diliputi kekhawatiran membuat tidur kami tidak nyenyak.
”Hari ini mereka akan bergerak ke arah Desa Tambaro di Kilometer 9. Lokasinya maju 5 kilometer dari lokasi di Deda Pandiri. Sepertinya mereka kian dekat pada pelaku yang diburu.”
Pesan singkat pada hari kesembilan ini segera saya sampaikan kepada kawan-kawan yang lain. Hari itu kami memutuskan tidak membuat iring-iringan, tetapi membagi diri dalam beberapa kelompok dengan rute sedikit berbeda. Tujuannya untuk menjaga kemungkinan ada penyergapan di titik lain. Wilayah ini cukup luas.
Kedatangan saya dan beberapa teman disambut wajah terkejut aparat yang saat itu berada di perkebunan yang berbatasan dengan kawasan hutan. Saya menunjukkan ekspresi datar saat berusaha menggali informasi dari sejumlah warga di sekitar kebun.
Dari mereka terungkap informasi, dua tersangka yang diburu kemungkinan bersembunyi di salah satu kebun warga. Kabarnya, salah seorang terluka. Mungkin karena keluar masuk hutan dan kelelahan.
Informasi lain yang saya peroleh, tim Densus sedang mencari cara untuk menyergap kedua orang ini. Namun, hingga sore belum terdengar juga ada penyergapan. Titik persis keberadaan kedua orang itu rupanya belum diketahui.
Di wilayah itu terdapat sungai. Kemungkinan kedua pelaku ada di kebun seberang sungai. Cara paling cepat untuk mencapainya adalah dengan berperahu menyeberangi sungai. Namun, risikonya siapa pun yang menyeberang akan kelihatan dari arah kebun. Mencari jalan memutar tentu akan memakan waktu. Besar kemungkinan, pelaku akan keburu lari jauh.
Seorang informan mengatakan, kedua orang ini kemungkinan tidak paham situasi hutan Poso hingga akhirnya ”kesasar” di Kecamatan Lage. Jika paham, mereka akan tiba di kawasan lain yang kemungkinan warganya akan melindungi dan bukan malah melapor ke polisi saat minta diseberangkan dengan perahu.
Sore menjelang petang, aparat membubarkan diri. Kami pun balik ke penginapan. Sepanjang malam kami berdiskusi mengatur strategi liputan esok hari. Jika benar pelaku ada di seberang sungai, langkah kami kemungkinan akan terhenti sebelum bisa ikut menyeberang. Saya menduga aparat akan menahan semua perahu. Mencari jalan untuk menembus hutan juga bukan hal yang realistis dilakukan saat itu.
Pagi-pagi benar, tepat hari kesepuluh perburuan, kembali datang pesan dari si sopir. ”Pencarian tetap di tempat kemarin. Kemungkinan mereka akan menyeberang sungai dan menyergap. Kelihatannya semua siap perang. Segera berangkat.”
Tanpa membuang waktu, kami langsung memacu kendaraan. Namun, belum lagi sampai di tepi sungai, kami mendengar suara tembakan. Naluri saya mengatakan, pelaku ditembak karena tembakan datang dari satu arah dan bukan bersahutan.
Saat tiba di tepi sungai, kami mendapati sejumlah aparat dan pemilik kebun tengah berkumpul. Informasinya, kedua pelaku ditembak mati.
Benar saja, usaha kami untuk menyeberang ke kebun yang menjadi lokasi penembakan terhalang. Kami dilarang menyeberang. Kami sempat menyusupkan seorang kawan yang menyamar sebagai pemilik kebun. Sayang, baru beberapa meter perahu dikayuh, penyamarannya terungkap. Perahu diperintahkan berbalik arah dan dia diminta turun.
Namun, kami tak lagi ngotot. Dengan berdiri di tepi sungai, kami masih bisa memanfaatkan lensa tele untuk mengambil gambar evakuasi jenazah kedua korban. Kami menunggu di titik ketibaan perahu untuk mendapatkan gambar yang lebih jelas. Meski begitu, kami tetap mematuhi aturan dengan menunggu di luar garis polisi dengan kamera siaga di tangan.
Sepuluh hari yang melelahkan dan penuh ketegangan berakhir Sabtu (4/6/2011) siang. Dua pelaku teror yang diburu berakhir hidupnya di tangan tim Densus 88. Sayangnya, ini bukan akhir dari aksi teror kelompok radikal di Poso. Tahun-tahun selanjutnya tetap diwarnai beberapa peristiwa yang menelan korban jiwa lebih banyak, baik dari aparat maupun kelompok tersebut.