Analisis Kompas terhadap sepuluh kota dengan penduduk lebih dari satu juta jiwa atau biasa disebut metropolitan menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara capaian pengelolaan sampah dengan anggaran yang tinggi dengan nilai korelasi 0,6. Angka capaian pengelolaan sampah yang tinggi diikuti dengan anggaran yang tinggi pula.
Data anggaran pengelolaan sampah didapatkan dari dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 masing-masing daerah, sedangkan capaian pengelolaan sampah melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Secara rata-rata kabupaten/kota yang angka capaian pengelolaan sampahnya lebih dari 90 persen memiliki rasio anggaran untuk penanganan sampah lebih dari 2 persen APBD.
Rasio belanja pengelolaan sampah dibanding APBD terbesar dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya; dengan 4,1 persen atau sekitar Rp 368,7 miliar. Capaian pengelolaan sampahnya mencapai 96,5 persen.
Sementara itu, anggaran terbesar dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dengan angka Rp 1,4 triliun dalam APBD Perubahan 2020 atau 2,4 persen. Dengan anggaran sebesar ini, Pemprov DKI Jakarta meraih capaian pengelolaan sampah sebesar 98,36 persen.
Baca juga: Dibuang Warga, Dimakan Pemulung
Sebaliknya, kabupaten dan kota yang angka capaian pengelolaan sampahnya rendah, cenderung hanya mengucurkan dana untuk belanja pengelolaan sampah yang kurang dari 1 persen dari APBD.
Pemkab Sumenep, misalnya, baru bisa mengelola 11,6 persen sampahnya menurut data SIPSN. Angka capaian yang rendah ini juga ditunjukkan rendahnya alokasi anggaran untuk sampah yang hanya Rp 17,6 miliar atau 0,7 persen dari total APBD.
Pelayanan dasar
Rendahnya perhatian ini dinilai memiliki akar persoalan salah satunya pada belum dicantumkannya lingkungan hidup dan butir persampahan sebagai urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, seperti pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Sejumlah bidang yang dinyatakan sebagai pelayanan dasar adalah pendidikan; kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat, ketertiban umum, dan sosial. Bidang seperti tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak, pangan, pertanahan, dan lingkungan hidup disebut bukan pelayanan dasar.
Padahal Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga mengamanatkan adanya pengurangan sampah rumah tangga sebesar 30 persen pada 2025.
Sejumlah truk pengangkut sampah mengantre di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu (19/2/2022).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung Dudy Prayudi menilai, untuk pengelolaan sampah perlu ditetapkan sebagai pelayanan dasar. Sebab, hal ini membutuhkan dukungan biaya yang besar, serta memiliki korelasi langsung dengan aspek kesehatan masyarakat. “Pengelolaan sampah ini harapannya bisa menjadi mandatory spending, seperti pendidikan dan kesehatan,” kata Dudy.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar pun sepakat dengan pendapat tersebut. Ia meyakini bahwa besar anggaran dan kesuksesan pencapaian pengelolaan sampah berbanding lurus. Surabaya, disebutnya memiliki proporsi anggaran pengelolaan sampah yang ideal.
Aktivis lingkungan Nol Sampah melakukan edukasi kepada warga tentang larangan tas kresek di sekitar Taman Bungkul, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (10/4/2022). Mulai 9 April 2022, penggunaan kantong plastik sekali pakai di Kota Surabaya dilarang. Kebijakan itu diputuskan untuk mengurangi sampah plastik. Pemkot Surabaya mengimbau masyarakat membawa tas belanja sendiri. Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 16 tahun 2022 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik di Kota Surabaya Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)
Namun ia memahami bahwa pengubahan undang-undang bukan hal yang sederhana. Oleh karena itu, menurut Novrizal, pengelolaan sampah kota yang baik tidak harus melalui anggaran yang besar. Pemerintah daerah dinilai perlu mampu merancang kebijakan yang dapat perubahan perilaku masyarakat menuju hidup lebih minim sampah.
“Sekarang harusnya sudah masuk ke era 3R (reduce, reuse, recycle). Gerakan partisipasi publik seperti bank sampah, TPS 3R itu contoh yang bagus,” kata Novrizal.
Infografik Strategi Pengelolaan Sampah Makanan di Negara Lain
Analisis Kompas juga sesuai dengan kajian dari Kementerian Dalam Negeri yang dirilis pertengahan April lalu. Dalam laporan tersebut, disebutkan, alokasi anggaran penanganan sampah di Indonesia baru 0,51 persen atau Rp 5,3 triliun dari total APBD provinsi, kota, dan kabupaten. Alokasi APBD provinsi sekitar 0,1 persen atau Rp 0,25 triliun dan APBD kota dan kabupaten sekitar 0,64 persen atau setara Rp 5,05 triliun.
Oleh karena itu, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian saat itu, meminta seluruh pemerintah daerah serius menangani sampah.
Dalam kajian Kemendagri, tercatat ada tiga provinsi yang mengalokasikan anggaran besar untuk sampah yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten. Namun, ada sejumlah provinsi yang belum mengalokasikan anggaran khusus sampah dalam APBD, seperti Lampung, Maluku, Papua, dan Papua Barat. (Kompas, 19/04/2022).