Sidang Perdana Kekerasan Seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia
Kasus dugaan kekerasan seksual di SMA di Kota Batu mulai disidangkan. Jumlah korban tersisa satu orang dan pelaku dikenai dakwaan alternatif.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS – JE, pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu, yang diduga melakukan kekerasan seksual pada muridnya, diancam hukuman 3-15 tahun penjara. Namun, dari sebelumnya tercatat ada belasan korban, kini tinggal seorang yang tercantum dalam surat dakwaan.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan itu digelar di Pengadilan Negeri (PN) Malang, Rabu (16/2/2022), pukul 10.00, dan selesai dua jam kemudian. Sidang digelar tertutup, hanya boleh disaksikan kuasa hukum dan jaksa penuntut umum (JPU). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Juwanto.
JE datang ke ruang sidang ditemani sejumlah orang. Namun, ia tidak banyak berkomentar. Wajahnya menunduk dan selalu menghindar dari sorotan wartawan.
JE didakwa dengan pasal-pasal alternatif, yaitu Pasal 81 Ayat 1 juncto Pasal 76d UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP dan Pasal 81 Ayat 2 UU Perlindungan Anak juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Selain itu, ada Pasal 82 Ayat 1 juncto Pasal 76e UU Perlindungan Anak juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP dan Pasal 294 Ayat 2 Ke-2 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ancamannya 3-15 tahun penjara.
Seusai menjalani pembacaan dakwaan, JE tidak mengajukan eksepsi. Sidang pemeriksaan saksi selanjutnya akan dilakukan Rabu (23/2/2022). Tiga saksi akan dihadirkan, termasuk korban.
Juru Bicara PN Malang Mohammad Indarto mengatakan, dakwaan terhadap pelaku adalah empat pasal alternatif. ”Dakwaan itu harus dipilih dari sekian dakwaan, mana sekiranya yang akan dibuktikan di persidangan,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan perihal tinggal satu saksi dalam kasus ini, yaitu SDS. Padahal, sebelumnya ada 14 siswi SMA Selamat Pagi Indonesia yang melaporkan perilaku tersangka. Jumlah korban menjadi kewenangan tim JPU. Majelis hakim, lanjutnya, hanya berpatokan pada surat dakwaan.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kota Batu Yogi Sudarsono mengatakan, korban dalam kasus itu memang hanya tersisa satu orang. Belasan orang lainnya memilih tidak melapor dengan berbagai alasan pribadi. Menurut dia, pihaknya menghormati keputusan masing-masing korban.
”Ada yang tidak mau perkaranya diangkat dan mau tenang,” kata Yogi menjelaskan.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, banyak kejanggalan dalam kasus tersebut. Salah satunya, pelaku tidak ditahan.
”Sidang digelar tertutup itu memang hak hakim, tapi ada kejanggalan. Itu sidang pertama, dakwaan. Harusnya semua bisa tahu bahwa tersangka ini melakukan apa berdasarkan keterangan JPU. Dan, yang lebih mengecewakan adalah tersangka tidak ditahan,” tutur Arist.
Menanggapi hal itu, Indarto mengatakan, persoalan penahanan merupakan kewenangan majelis hakim. Tujuannya, ujarnya, agar persidangan berjalan lancar.
Kasus dugaan kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu mencuat pada Mei 2021. Ada 14 korban melapor ke Polda Jatim karena dugaan kekerasan seksual oleh pendiri sekolah. Mereka didampingi Komnas Perlindungan Anak.
Kejadian ini mengejutkan. Sekolah Selamat Pagi Indonesia selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan gratis untuk anak-anak kurang mampu dan anak yatim dari berbagai pelosok Tanah Air. Sekolah ini juga melatih siswanya konsep wirausaha dan alam. Dengan metode ini, sekolah mendapat apresiasi dari berbagai kalangan.
Sebelum sidang kasus ini, JE mengajukan sidang praperadilan tentang penetapannya sebagai tersangka ke PN Surabaya pada Januari 2021. Hasilnya, permohonan praperadilannya ditolak.