Mendapat Tekanan, Korban Kasus SPI di Bawah Perlindungan LPSK
Korban kasus dugaan kekerasan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia kini di bawah perlindungan LPSK. Polisi segera memanggil terlapor JE.
Oleh
DEFRI WERDIONO/AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
BATU, KOMPAS — Korban kasus dugaan kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan atau eksploitasi ekonomi di SMA Selamat Pagi Indonesia di Batu, Jawa Timur, saat ini dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK. Mereka mendapat perlindungan karena mengalami tekanan psikis seusai melaporkan kasus itu.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait yang mendampingi para korban mengatakan, 14 korban selaku pelapor sudah dimintakan bantuan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Aris tidak menyebut secara detail tekanan seperti apa yang dimaksud dan dari pihak mana.
Menurut Arist, tekanan yang muncul salah satunya melalui telepon, yang menyatakan bahwa tidak terjadi peristiwa sebagaimana yang dimaksud. ”Ada yang melalui pernyataan, tekanan-tekanan psikislah, bukan fisik,” kata Arist dalam jumpa pers di Batu, Sabtu (19/6/2021). Arist menggelar jumpa pers bersama dua korban alumni SPI yang identitasnya dirahasiakan.
Komnas PA telah menyerahkan tambahan informasi kepada penyidik di Kepolisian Daerah Jatim. Ada dua tambahan informasi yang diberikan, yakni menyangkut adanya orang lain (pengelola sekolah) yang diduga mengetahui tindakan tersebut namun tidak melapor dan lokasi peristiwa kekerasan seksual di luar lingkungan SPI.
Ada yang melalui pernyataan, tekanan-tekanan psikis lah, bukan fisik (Arist Merdeka Sirait)
Terkait dugaan adanya orang lain yang mengetahui, Arist menyebut ada tambahan satu orang lagi sehingga total menjadi lima orang. Adapun tambahan lokasi peristiwa yang dimaksud berada di rumah JE di Surabaya. Sebelumnya, menurut Arist, lokasi peristiwa di lingkungan sekolah, luar sekolah, bahkan luar negeri. ”Ada tambahan lokasi di Surabaya. Ini menjadi tambahan informasi untuk melengkapi bukti,” ucapnya.
Salah satu korban yang hadir dalam acara itu berharap pelaku segera diproses hukum. Dia pun berharap dugaan tindakan tidak terpuji itu berhenti sampai di sini untuk selanjutnya dilakukan evaluasi perbaikan untuk seluruh boarding school di Indonesia.
”Kami melakukan hal ini bukan untuk kepentingan kami pribadi, melainkan kami melihat nasib adik-adik kami yang ada di dalam situ (SPI). Kalau tidak dihentikan, dikhawatirkan makin banyak korban,” ujarnya.
Seperti diketahui, hingga kini ada 14 korban yang melapor ke Polda Jatim. Sementara yang melapor melalui hotline Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Batu sebanyak 29 orang. Jumlah ini belum termasuk yang mengadu melalui hotline Kepolisian Resor Batu.
Tim penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur segera memeriksa JE terlapor dugaan kejahatan seksual, penganiayaan, dan eksploitasi ekonomi di SMA Selamat Pagi Indonesia, Batu.
”Kami segera layangkan surat pemanggilan pemeriksaan terhadap terlapor,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko di Surabaya, Sabtu (19/6/2021).
Kasus terungkap dari laporan dua lulusan SMA Selamat Pagi Indonesia yang didampingi oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Batu tiga pekan lalu atau Sabtu (29/5/2021). Tim penyidik telah memeriksa 14 saksi korban yang adalah lulusan SMA tersebut, kepala dan pembina sekolah, melaksanakan olah tempat kejadian perkara, dan dua kali gelar perkara.
”Kami juga perlu menindaklanjuti berbagai laporan dari masyarakat atau tambahan informasi yang diberikan para korban untuk melengkapi pemberkasan dan barang bukti,” kata Gatot. Tim penyidik tidak ingin gegabah dalam menindaklanjuti kasus yang dilaporkan itu.
Menurut Gatot, Komnas PA dan saksi korban pada Jumat (18/6/2021) telah datang kembali untuk memberi tambahan informasi kepada tim penyidik. Salah satunya, pengelola SMA Selamat Pagi Indonesia yang perlu diperiksa. ”Kami perlu tindaklanjuti untuk pemeriksaan lanjutan,” ujarnya.
Kuasa Hukum JE, Recky Bernadus Surupandy, saat dihubungi, Sabtu malam, mengatakan, dirinya belum meminta konfirmasi terhadap klien soal pemanggilan oleh penyidik. Namun, seandainya benar mendapat panggilan, Recky memastikan diri pihaknya akan datang memenuhi panggilan itu. ”Pastilah (datang), wong kita tidak melakukan apa-apa,” ucapnya.
Soal adanya pengelola yang dianggap mengetahui kasus ini namun enggan melapor, Recky memersilakan pihak pelapor menyodorkan bukti-bukti yang ada. Bagaimanapun juga proses hukum masih baru berjalan. Dari pihak SPI sendiri baru ada dua orang yang telah diperiksa.
”Terserah yang mau komentar, kalau memang dari awal memiliki bukti yang akurat dan tidak nyicil. Logikanya, kalau kita bisa beli rumah tunai ngapain nyicil,” kata Recky.