PN Surabaya Tolak Praperadilan Kejahatan Seksual Pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia
Pengadilan Negeri Surabaya menolak permohonan praperadilan JE, pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia, tersangka kasus kejahatan seksual terhadap anak. Penetapan JE sebagai tersangka oleh Polda Jatim dianggap sah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, menolak permohonan praperadilan oleh JE dalam persidangan pada Senin (24/1/2022), Pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia, Batu, itu berstatus tersangka kasus kejahatan seksual.
JE menggugat Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur atau termohon tentang sah tidaknya penetapannya sebagai tersangka tindak pidana persetubuhan dan atau pencabulan terhadap anak. Dalam persidangan di Ruang Candra, Martin Ginting selaku hakim tunggal menyatakan penolakan permohonan praperadilan karena pemohon kurang pihak.
”Pertama, permohonan praperadilan ini kurang pihak. Kedua, permohonan praperadilan ini tidak dapat diterima. Ketiga, pemohon dibebankan mengganti biaya persidangan,” kata Martin yang juga menjabat Humas PN Surabaya.
Saat membacakan amar putusan, Martin mengatakan, putusan telah mempertimbangkan pernyataan enam saksi dan dua saksi ahli yang dihadirkan JE dan saksi ahli dari Polda Jatim. Persidangan praperadilan ini berlangsung sejak Jumat (14/1/2022).
Permohonan praperadilan kurang pihak karena pemohon atau JE tidak memasukkan Kejaksaan Tinggi Jatim sebagai termohon. Dalam kelanjutan penyidikan kasus, kejaksaan memang dua kali mengembalikan berkas penyidikan dari Polda Jatim karena dianggap belum lengkap atau P19. Sementara JE telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 6 Agustus 2021.
”Syarat formil praperadilan kurang pihak, yakni Kejati Jatim,” ujar Martin.
JE menganggap penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah karena penyidik kekurangan alat bukti. Salah satu yang mendasarinya ialah pengembalian berkas sebanyak dua kali dari kejaksaan ke penyidik.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait bersyukur atas putusan praperadilan yang menolak permohonan tersangka JE. Putusan itu diharapkan memperkuat kinerja Polda Jatim dalam penyidikan kasus kejahatan seksual.
”Sejauh ini tersangka JE tidak ditahan sehingga kami melihat masih ada ancaman tersangka, misalnya, melarikan diri, bahkan berbuat kejahatan lainnya,” ujar Arist. Pengalaman Komnas PA mendampingi kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak, amat jarang hakim menerima gugatan praperadilan pelaku tindak pidana tersebut. Alasannya, kejahatan seksual terhadap anak merupakan tindak pidana luar biasa dan khusus dengan ancaman hukuman maksimal.