Sampah di Enam Kota Didominasi Kemasan Plastik Kecil
Jenis sampah di enam kota, yakni Medan, Samarinda, Makassar, Denpasar, Surabaya, dan Jakarta, didominasi oleh kemasan plastik kecil yang sulit diolah.
JAKARTA, KOMPAS — Sampah masih menjadi permasalahan lingkungan di enam kota, yakni Medan, Samarinda, Makassar, Denpasar, Surabaya, dan Jakarta. Jenis sampah di enam kota tersebut didominasi oleh kemasan atau serpihan plastik yang sulit diolah, kurang bernilai ekonomi, dan mudah tercecer.
Permasalahan sampah plastik tersebut terangkum dalam hasil laporan riset yang dilakukan Net Zero Waste Management Consortium dan Litbang Kompas. Riset berjudul ”Potret Sampah Enam Kota: Medan, Samarinda, Makassar, Denpasar, Surabaya, dan DKI Jakarta” tersebut diluncurkan dalam workshop di Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Proses riset audit sampah dilakukan dengan titik sampling berkisar 12-17 titik di setiap kota yang mencakup tempat pembuangan sementara, tempat pembuangan akhir, dan lokasi seperti pinggiran jalan, pesisir, dan badan sungai. Hasil audit di enam kota ini berhasil mengidentifikasi 1,9 juta kepingan (pcs) sampah yang terdiri atas 625 jenis sampah.
Secara rinci, serpihan sampah plastik berbagai merek merupakan jenis sampah terbanyak dengan total 59.300 pcs. Kemudian plastik keresek menempati urutan kedua sebanyak 43.597 pcs, disusul bungkus sebuah merek mi instan (37.548 pcs) dan cup atau gelas plastik air minum dari sejumlah merek.
Ketua Harian Net Zero Waste Management Consortium Amalia S Bendang mengemukakan, salah satu tujuan dari riset ini adalah menemukan fakta potret kepatuhan pengelolaan sampah khususnya di enam kota. Dengan begitu, semua pihak dapat merancang formula penerapan pengelolaan sampah berkelanjutan dan terintegrasi.
”Pendekatan yang diambil dalam riset ini berangkat dari bagaimana kondisi sampah saat ini yang masih belum optimal pengelolaannya. Bila dilihat, sampah tersebut rata-rata berasal dari industri, domestik, wilayah turis, komersial, dan ruang publik,” ujarnya.
Menurut Amalia, sampah jenis serpihan plastik yang paling banyak ditemukan di enam kota ini, di antaranya, berasal dari sisa kemasan saset. Serpihan plastik ini paling mendominasi karena merupakan campuran dari berbagai plastik yang sulit diidentifikasi.
Baca juga : Beragam Langkah Perubahan dalam Pengelolaan Sampah
Selain itu, sampah jenis plastik keresek banyak ditemukan karena budaya masyarakat yang masih kerap menggunakan kantong sekali pakai ini untuk tempat berbelanja. Kemudian, banyak juga ditemukan sisa sampah plastik dari perusahaan ternama karena merek tersebut sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas.
”Sebenarnya cukup wajar karena merek tersebut paling banyak dikonsumsi. Namun, ini menjadi catatan bagi perusahaan, bagaimana caranya untuk mengurangi sampah sehingga lebih efektif mengatasi persoalan sampah,” kata Amalia.
Ia menekankan, pelajaran yang bisa diambil dari riset potret sampah di enam kota ini adalah komposisi sampah secara tonase memang masih didominasi sampah organik. Namun, secara volume, komposisinya didominasi oleh sampah anorganik dengan sampah plastik, khususnya kemasan saset, memiliki jumlah dan persentase terbesar.
”Mandat program pengurangan sampah masih belum tegas, termasuk konsekuensinya. Belum ada reward dan punishment bagi pihak yang patuh dan tidak patuh sehingga perlu dirancang secepatnya agar produsen bisa berpacu melakukan pengelolaan sampah dengan baik. Kemudian pelaksanaan tanggung jawab produsen yang diperluas dan ekonomi sirkular perlu terus diefektifkan tanpa adanya bias atau klaim sepihak,” ungkapnya.
Persepsi masyarakat
Selain menjabarkan jenis sampah, riset tersebut juga memotret persepsi, penerapan, dan harapan masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Jajak pendapat yang dilakukan peneliti Litbang Kompas di enam kota tersebut melibatkan 600 responden dengan tingkat pendidikan menengah dan mayoritas ibu rumah tangga.
Hasil jajak pendapat menunjukkan, sampah kemasan yang dominan menurut persepsi masyarakat adalah kemasan produk makanan, minuman, kecantikan dan kebersihan, serta kesehatan. Di sisi lain, mayoritas responden tidak mengetahui adanya aturan pengelolaan sampah yang berlaku di wilayah masing-masing.
Selain itu, jajak pendapat juga menyebutkan, sebagian besar responden dengan persentase 82,3 persen belum pernah mendengar program pengelolaan sampah reduce, reuse, dan recycle(3R). Mayoritas responden juga belum punya kebiasaan mengumpulkan kemasan dan menggunakan produk yang sampahnya dikumpulkan kembali oleh produsen.
”Mengingat masyarakat belum berorientasi pada 3R, maka harapan bagi pemerintah adalah menambah perlengkapan pengelolaan sampah, armada, hingga pemberian insentif. Kemudian harapan masyarakat bagi produsen di antaranya menyediakan kemasan ramah lingkungan, menyediakan perlengkapan pengelolaan sampah, dan membantu pendanaan,” kata peneliti Litbang Kompas, Nila Kirana.
Baca juga : Mengelola Sampah Plastik, Menyelamatkan Keanekaragaman Hayati
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati dalam sambutan yang dibacakan oleh perwakilan KLHK mengapresiasi hasil riset tersebut. Hasil riset itu dapat mendukung pemerintah dalam upaya pengelolaan sampah.
”Redesain menjadi kunci bagi produsen untuk terus mengurangi sampah. Kemudian, masyarakat perlu terus diajak untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya memulai upaya memilah sampah dari rumah dan mengolahnya dengan tepat,” ucapnya.