logo Kompas.id
Bebas AksesYuk, Ketawa demi Kesehatan...
Iklan

Yuk, Ketawa demi Kesehatan Kita

Tahukah Anda bahwa efek tertawa 10 menit setara dengan tidur berkualitas selama dua jam? Jadi, yuk ketawa demi kesehatan kita.

Oleh
DAHLIA IRAWATI, PRAYOGI DWI SULISTYO, BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
· 8 menit baca
Tertawa bersama-sama dalam salah satu sesi Yoga Ketawa Indonesia untuk lansia, 18 Februari 2020, di Yogyakarta.
DOKUMENTASI YOGA KETAWA INDONESIA

Tertawa bersama-sama dalam salah satu sesi Yoga Ketawa Indonesia untuk lansia, 18 Februari 2020, di Yogyakarta.

Belum bisa dipastikan bahwa tertawa adalah obat suatu penyakit. Namun, telah ada beberapa kasus ditemui bahwa humor, tawa, dan candaan berdampak positif pada kesehatan seseorang.

Salah satu kisah cukup terkenal adalah hidup Norman Cousins di tahun 1964. Saat itu, editor Saturday Review itu terserang peradangan tulang belakang, didiagnosis sebagai ankylosing spondylitis. Dia terbaring sakit di rumah sakit, tidak bereaksi terhadap berbagai obat yang diresepkan, terutama obat penghilang rasa sakit. Dokter memvonis hidupnya tinggal beberapa bulan sehingga Cousins diminta menyelesaikan ”urusannya” yang belum selesai.

Di tengah situasi itu, Cousins teringat tulisan Walter B Cannon dan Hans Selye yang membahas tentang ”kebijaksanaan tubuh”. Ia memutuskan ”merawat” dirinya sendiri. Dia menyewa kamar hotel, diawasi oleh seorang dokter yang sepemikiran dengannya, serta menerapkan resep baru untuknya, yaitu vitamin C dosis tinggi dan tertawa. Ia isi hari-harinya dengan menonton film lucu "Marx Brothers" dan episode "Candid Camera".

Baca juga: Humor, Berefleksi Sembari Tertawa

Yoga Ketawa Indonesia mengajak tertawa bersama para penyintas erupsi Gunung. Kegiatan dilakukan pada 5 Februari 2004.
DOKUMENTASI YOGA KETAWA INDONESIA

Yoga Ketawa Indonesia mengajak tertawa bersama para penyintas erupsi Gunung. Kegiatan dilakukan pada 5 Februari 2004.

Lambat laun gejalanya mereda. Cousins bahkan merasa dia bisa mengukur jumlah kemajuan dengan tingkat tawa yang dihasilkan. Satu-satunya ukuran obyektifnya adalah laju sedimentasi sel darah merah, yang merupakan indikasi jumlah peradangan di dalam tubuhnya. Laju sedimentasi turun drastis dari tingkat yang sangat tinggi ke normal seiring dengan membaiknya kondisi tubuhnya. Kondisi Cousins membaik.

Hal itu menghebohkan banyak kalangan. Ia menjadi dosen tamu di aneka konferensi dan diangkat sebagai asisten profesor humaniora medis di sekolah kedokteran Universitas California di Los Angeles (UCLA). Dia meninggal pada tahun 1990 karena penyakit jantung koroner dan gagal jantung kongestif, 26 tahun setelah vonis dokter atas penyakit radang tulang belakang.

”Sepuluh menit tertawa memberi saya dua jam tidur tanpa rasa sakit. Tertawa menghasilkan anestesi tubuh alami,” kata Cousins mengisahkan pengalamannya. Kisah tersebut menunjukkan dampak psikofisiologis positif bisa diciptakan oleh emosi humor dan tawa riang. Kisah itu didokumentasikan Cousins dalam buku yang ditulisnya berjudul Anatomy of an Illness as Perceived by the Patient (1979).

Baca juga: Tawa Anak-anak Kembali Terdengar di Celah Braga

Peringatan Hari Ketawa Dunia pada 5 Mei 2017 di selasar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
DOKUMENTASI YOGA KETAWA INDONESIA

Peringatan Hari Ketawa Dunia pada 5 Mei 2017 di selasar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Meski menimbulkan pro dan kontra, manfaat humor untuk kesehatan diakui oleh dokter. Howard J Bennet, dokter anak di George Washington University Medical Center, dalam artikel berjudul ”Humour in Medicine” di Southern Medical Journal volume 96, Desember 2003, mengutip penelitian Provine dan Martin, mengatakan bahwa kemampuan pasien menoleransi rasa sakit meningkat setelah paparan film-film lucu. Film lucu dinilai mengurangi kebutuhan analgesia (obat nyeri) pasca-operasi pada pasien ortopedi.

Masih kata Bennet, dampak film humor pada pasien ortopedi belum terlihat sehari pasca-operasi. Namun, riset menunjukkan 61 persen penurunan permintaan analgesik minor (misalnya aspirin) terjadi pada hari kedua setelah operasi. Menariknya, pasien yang tidak tahu film apa yang mereka tonton, tidak mengalami perbaikan kondisi dibandingkan dengan mereka yang tahu. Hal ini, menurut Bennet, menunjukkan bahwa humor memiliki efek positif pada pengendalian nyeri.

Dalam tulisannya, Bennet pun menekankan pada ucapan Norman Cousins bahwa efek tertawa selama sepuluh menit setara dengan dua jam tidur tanpa rasa sakit.

Peneliti Humor dari Institut Humor Indonesia Kini (IHIK), Ulwan Fakhri, mengatakan, salah satu fungsi humor adalah untuk menjaga kebahagiaan diri (well-being) atau kesehatan mental. Menurut beberapa riset, mengingat sebuah humor menghasilkan tingkat depresi yang lebih rendah ketimbang mengingat kenangan berkesan saat kecil.

Ia menambahkan, masyarakat bisa menggunakan humor untuk menciptakan mood yang lebih baik. Caranya sederhana, yakni cukup menuliskan tiga hal yang membuat kita tertawa. ”Ini yang disebut intervensi menggunakan humor untuk well-being,” ujar Ulwan yang juga merupakan Certified Humor Professional dari Association for Applied and Therapeutic Humor (AATH).

Baca juga: Gus Dur, Humor, dan Demokrasi

Ketua Umum Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdurrahman Wahid tertawa bersama mantan calon wakil presiden dari Partai Golkar, Salahuddin Wahid, sebelum dimulainya Musyawarah Kerja Nasional III PKB di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa (31/8/2004).
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Ketua Umum Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdurrahman Wahid tertawa bersama mantan calon wakil presiden dari Partai Golkar, Salahuddin Wahid, sebelum dimulainya Musyawarah Kerja Nasional III PKB di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa (31/8/2004).

Menumbuhkan tawa

Begitu besarnya manfaat tertawa. Namun, tidak semua orang bisa semudah itu tertawa. Ketika mengalami musibah, bencana, ataupun cobaan, mungkin sebagian dari kita lupa rasanya gembira, bahkan untuk sekadar tertawa.

Tapi jangan khawatir, tawa dan gembira itu bisa diciptakan. Ada metode bisa digunakan untuk menumbuhkan tawa, salah satunya dengan yoga.

Yoga ketawa adalah aktivitas unik di mana menggabungkan tertawa lepas, dengan pernapasan yoga. Di dalamnya terdapat gerakan bebas seperti anak bermain, hingga asana (pose yoga).

Gerakan yoga ketawa ini biasanya dimulai dengan bertahap mulai dari tepuk tangan, meneriakkan yel-yel gembira seperti ho-ho-ha-ha-ha, bermain-main, hingga menuju puncak tertawa, lalu relaksasi dengan gerakan ringan, olah napas, dan akhirnya ada yang tertidur.

”Filosofi yoga ketawa ini adalah motion create emotion. Yaitu, kita tertawa bukan karena gembira, melainkan kita tertawa untuk menjadi gembira,” kata Emmy Liana Dewi (64), guru Yoga Ketawa Indonesia yang tinggal di Yogyakarta. Artinya, untuk bisa gembira tidak harus menunggu tertawa.

Baca juga: Kritik lewat Humor Itu Dinilai Lebih Sehat

Mariana Pajon dari Kolombia merayakan di podium pada upacara kemenangan acara balap sepeda BMX wanita di Ariake Urban Sports Park selama Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo, Jepang, 30 Juli 2021.
JEFF PACHOUD

Mariana Pajon dari Kolombia merayakan di podium pada upacara kemenangan acara balap sepeda BMX wanita di Ariake Urban Sports Park selama Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo, Jepang, 30 Juli 2021.

Yoga ketawa didirikan oleh dokter Madan Kataria dari India pada tahun 1995. Emmy mengikuti training yoga ketawa di India tahun 2010. Saat ikut pelatihan itu, yoga ketawa diikuti peserta dari 36-37 negara. Saat ini, pengikutnya sudah tersebar di lebih dari 110 negara. Setelah lulus pelatihan yoga ketawa di India dengan sertifikat, Emmy diminta mengajarkan yoga ketawa secara ilmiah. Karena, tutur Emmy, memang ada latar belakang ilmiah dalam praktik yoga ketawa.

Iklan

”Intinya, tidak perlu menunggu happy untuk tertawa. Kita tertawa bukan karena gembira, melainkan kita tertawa sehingga menjadi gembira. Karena tertawa menghasilkan empat hormon gembira, yaitu endorfin, dopamine, oksitosin, dan serotonin. Ibaratnya minuman. Kalau empat hormon itu dicampur, akan menjadi joy cocktail,” kata Emmy.

Dengan tertawa gembira, masalah dihadapi seseorang tidak berubah. Namun, setelah gembira, maka seseorang dalam menghadapi masalah bisa memiliki pandangan berbeda. Bisa memiliki pandangan lebih baik, menurut Emmy.

”Tertawa itu manfaatnya banyak. Pertama, sebagai bagian olah napas yoga. Ketika tertawa, maka kita memperpanjang pembuangan napas, C02, racun, sehingga lebih banyak keluar dari tubuh kita, dari pikiran kita. Makanya perlu dipraktikkan rutin,” kata Emmy.

Bagi Emmy, tertawa juga ibarat internal joging. ”Ketika kita tertawa terbahak-bahak, organ-organ kita aktif. Peredaran darah juga aktif dan lancar. Seperti olahraga di dalam tubuh. Ini akan mengurangi stres. Ketika endorfin muncul, maka otomatis akan menekan hormon kortisol sebagai penyebab stres,” katanya.

https://cdn-assetd.kompas.id/yauEVr7zDYlG517_3Vop42rcriY=/1024x607/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F06%2F25%2F20210625-ILUSTRASI-OPINI-Humor-dan-Covid-19_1624620307_jpg.jpg

”Kami tidak pernah mengatakan menyembuhkan, tetapi saat orang dalam masa pemulihan, ketika gembira maka ia akan lebih cepat pulih,” kata Emmy. Itu sebabnya, Emmy beberapa kali menjadi sukarelawan di berbagai tempat, seperti saat bencana erupsi Gunung Sinabung, mengajar yoga ketawa di kelompok skizofrenia, autoimun, kanker, dan lansia di panti wreda.

Namun, Emmy mengingatkan, tidak semua orang bisa ikut yoga ketawa. Beberapa kondisi orang tidak bisa ikut yoga ketawa, misalnya hamil, asma berat, sakit batuk pilek, tekanan darah tak terkendali, jantung, serta orang sakit mental. Tertawa, menurut Emmy, bisa memicu denyut jantung lebih cepat.

”Orang yang sedang kambuh dari sakit mental dianjurkan tidak ikut, kecuali yang sudah terkendali (sedang minum obat). Sebab, dengan yoga ketawa ini bisa membuat emosi orang bisa naik atau turun. Bisa sangat sedih ataupun lebih dari gembira, bahkan mengumpat-umpat. Makanya, pengajar yoga ketawa itu harus ikut training terlebih dahulu. Itu penting,” katanya.

Yoga ketawa, menurut Emmy, berbeda dengan terapi tertawa. Ada hal khusus yang membedakan, di antaranya harus ada pendidikan/pelatihan khusus untuk terapi tertawa.

Namun, setidaknya setelah ikut yoga ketawa, orang akan rileks dan rasa gembiranya bisa bertahan berhari-hari. Itulah kunci untuk memiliki mental sehat.

Baca juga: Tertawa Itu Sehat

Priyanka Chopra Jonas memerankan karakter Mira Ray di film komedi romantis <i>Love Again </i>(2023) yang disutradarai Jim Strouse.
PHOTO BY: COURTESY OF SONY PICTURES

Priyanka Chopra Jonas memerankan karakter Mira Ray di film komedi romantis Love Again (2023) yang disutradarai Jim Strouse.

Perlu hati-hati

Namun, humor atau candaan sekalipun tetap harus dilakukan dengan hati-hati dan tepat. Pendiri Into the Light, komunitas pencegahan bunuh diri, Benny Prawira Siauw, mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam bercanda dan memperhatikan dampaknya. Selain itu, perlu dibedakan antara kebiasaan bercanda dalam kehidupan sehari-hari dengan intervensi yang menggunakan humor.

Ia menjelaskan, humor dalam sehari-hari dibagi menjadi beberapa jenis. Pertama, humor afiliasi membangun dan memperkuat ikatan sosial, bercanda, dan menceritakan anekdot lucu yang digunakan untuk menghibur orang lain, memperkuat ikatan antarpribadi, dan mengurangi ketegangan.

Kedua, humor penguatan diri menggambarkan sikap humoris terhadap peristiwa yang sulit dalam hidup dan memiliki fokus ke dalam diri (intrapsikis). Gaya ini mengacu pada penggunaan humor sebagai strategi untuk mengatur emosi dan mengurangi stres.

Aparatur sipil negara yang akan segera pensiun ataupun yang sudah pensiun tertawa lepas saat komedian Cak Lontong dan Nur Akbar menghibur mereka dalam acara Program Wirausaha ASN dan Pensiunan di Sentul International Convention Center, Bogor, Jabar, Rabu (16/1/2019).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Aparatur sipil negara yang akan segera pensiun ataupun yang sudah pensiun tertawa lepas saat komedian Cak Lontong dan Nur Akbar menghibur mereka dalam acara Program Wirausaha ASN dan Pensiunan di Sentul International Convention Center, Bogor, Jabar, Rabu (16/1/2019).

Selanjutnya, ada humor agresif yang merendahkan orang lain. Jenis humor ini termasuk sarkasme dan sindiran, tetapi juga mengandung komponen manipulatif seperti ancaman tersirat akan sindiran. Niat yang mendasari yakni untuk melukai atau mengekspos orang lain.

Ada juga humor yang merendahkan diri. Individu yang menggunakan humor merendahkan diri dianggap lucu dan menghibur, tetapi mereka mengarahkan humor kepada diri sendiri dengan tujuan menghibur orang lain. Gaya humor ini disertai dengan keinginan kuat untuk menjadi bagian dari kelompok.

”Humor penguatan diri berhubungan dengan kapasitas kesehatan jiwa yang lebih baik. Humor afiliasi juga berhubungan kesehatan jiwa yang baik. Namun, tidak sekuat yang humor penguatan diri yang memang digunakan untuk mengatasi stres sehari-hari,” jelas Benny.

Orang menggunakan humor merendahkan diri, menurut Benny, justru cenderung memiliki kesehatan jiwa lebih buruk. Sebab, mereka biasanya berusaha menghibur orang lain dengan cara merendahkan diri. Humor agresif yang merendahkan orang lain justru tidak berhubungan sama sekali dengan kesehatan jiwa.

Baca juga: Pabrik Tawa sejak Dagelan Mataram hingga Era Medsos

Anak-anak tertawa saat mendengarkan cerita di kawasan Kota Tua, Jakarta, Sabtu (12/11/2022). Acara yang berlangsung dari tanggal 12 sampai 13 November tersebut bertujuan untuk mengenalkan permainan tradisional kepada generasi muda.
FAKHRI FADLURROHMAN

Anak-anak tertawa saat mendengarkan cerita di kawasan Kota Tua, Jakarta, Sabtu (12/11/2022). Acara yang berlangsung dari tanggal 12 sampai 13 November tersebut bertujuan untuk mengenalkan permainan tradisional kepada generasi muda.

Dokter Yulia Fatima Bessing Sp.KJ(K), dokter kejiwaan di RSJ dr Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang, mengatakan bahwa humor atau candaan seperti pisau bermata dua. Di satu sisi itu akan menumbuhkan kecerdasan empati dan kepribadian matang, tetapi di sisi lain jika tidak dilakukan dengan baik akan bisa merusak kesehatan mental diri sendiri dan orang lain.

”Itu sebabnya, butuh kecerdasan tertentu bagi seseorang untuk bisa melempar guyon. Kalau tidak punya kecerdasan empati yang baik dan relasi sosial yang baik, jadinya candaan itu seolah menertawakan atau menyakiti hati orang lain. Jadinya malah tidak baik,” kata Yulia.

Harus tahu batasan dan tempat yang tepat, menurut Yulia. Sebab, tidak semua orang memiliki mekanisme pembelaan ego yang lebih matur/matang sehingga tidak semua orang bisa menjadikan situasi yang tidak enak menimpa dirinya justru menjadi bahan candaan.

”Dalam kesehatan mental, ada mekanisme pembelaan ego. Mekanisme pembelaan ego yang lebih matur/matang itu, misalnya, membuat situasi tidak enak yang menimpa dirinya justru menjadi bahan candaan atau humor. Itu dilakukan agar dia bisa lebih nyaman dan orang lain ikut tertawa,” kata Yulia.

Sekali lagi, kecerdasan empati penting dalam bercanda agar orang lain tidak tersakiti. Selamat tertawa dan bergembira....

Baca juga: Komedi Membuka Ruang Diskusi dan Kritik

Editor:
ADI PRINANTYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000