Tertawa Itu Sehat
Didik Nini Thowok telah menggabungkan banyak unsur demi sebuah tari komedi untuk membuat kita tertawa. Jangan pernah lupa, tertawa itu sehat!
Demikian pesan pionir tari komedi Indonesia, Didik Nini Thowok (66), ”Tertawa itu sehat!” Didik menyampaikan hal itu di tengah pertunjukan dalam jaringan (online) program Bahagia di Rumah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui kanal Youtube #budayasaya.
Tertawa seakan menjadi barang langka di tengah kemurungan masa merebaknya virus korona jenis baru penyebab pandemi Covid-19. Apalagi ketika disertai berita embel-embel politik yang ”menunggangi” demi menjegal lawan. Seketika tertawa menjadi kian terasa berat.
Apa pun situasinya, Didik Nini Thowok mengajak kita untuk tetap bisa tertawa. Tertawa merangsang enzim kimiawi otak, yaitu serotonin dan dopamin untuk melahirkan rasa bahagia. Rasa bahagia membuat kesehatan kita terjaga.
”Terakhir saya pentas, sebelum ada pandemi Covid-19 di salah satu hotel yang ada di Kasongan, Bantul. Pementasan untuk acaranya Pertamina,” ujar Didik ketika dihubungi melalui telepon, Rabu (15/4/2020), seusai menyiarkan pertunjukan daring ke-3 dengan tema ”Pengenalan dan Pemahaman ’Make Up’ Wayang Orang” dari Yogyakarta.
Baca juga : Seni untuk Berpikir Kritis
Pertunjukan daring Didik dijadwalkan sebanyak enam episode. Sebelumnya, Didik mengupas dua tema, meliputi koreografi tari komedi ala Didik Nini Thowok, Jumat (10/4), dan ”make up” wajah berkarakter komedi, Senin (13/4).
Tiga tema berikutnya meliputi sanggul ala Didik Nini Thowok, menghidupkan karakter dengan topeng, dan pengenalan kostum tari komedi.
Cikal bakal
Pria kelahiran Temanggung, Jawa Tengah, ini memiliki nama lahir Kwee Tjoen Lian. Ia sering sakit-sakitan. Maka, nama itu diganti menjadi Kwee Tjoen An. Kemudian berganti lagi menjadi Didik Hadiprayitno pascatragedi 1965.
Setelah masuk Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) di Yogyakarta tahun 1974, Didik diajak seniornya, Bekti Budi Hastuti, untuk terlibat dalam berbagai pementasan tarian Nini Thowok, tarian yang diciptakan Bekti pada 1973.
Di pementasan tarian tersebut, Didik piawai memainkan peran ”cross gender” atau lintas jender yang menyeberang dari karakter asalnya sebagai sosok laki-laki yang memainkan peran perempuan. Ini tari komedi yang terbilang unik waktu itu.
Tarian Nini Thowok menjadi cikal bakal Didik memilih jalur tari komedi sampai sekarang. Sejak mementaskan tari itu, ia menyandang nama Didik Nini Thowok hingga sekarang. Sejak 1985, dia kerap mementaskan tari komedi di luar negeri.
Baca juga : Melintasi Kepanikan Covid-19
”Waktu itu, saya menjual mobil untuk membeli tiket pesawat terbang menuju Belgia. Di sana, saya tinggal tiga bulan di rumah teman asal Belgia, yang sebelumnya menjadi murid saya,” ujar Didik.
Didik menjalani berbagai pentas tari komedi dan mengajarkannya di Belgia. Sejak itu, Didik sering pentas di luar negeri. Bahkan, Didik kerap disebut sebagai pionir tari komedi Indonesia.
Di Indonesia sendiri atribusi seperti itu tidak kerap terucap. Namun, itu bukan persoalan. Didik terus konsisten berusaha membuat orang untuk bisa tertawa setiap menyaksikan tarian komedinya sampai sekarang.
Berbasis tari tradisi
Sejak awal, di pertunjukan daring #budayasaya, Didik menegaskan, tari komedi yang ia tekuni berbasis tari tradisi. Tari komedinya memelesetkan gerak tari-tari tradisi, terutama tradisi Jawa yang selama ini dikenal sebagai tari serius.
”Pada zaman Presiden Soekarno, bahkan sampai sekarang pun, tari-tari tradisi kita dikenalkan ke Eropa dan negara-negara lain sebagai tarian serius,” ujar Didik yang memiliki pengalaman unik di era 1990-an sewaktu pentas pertama kali di Jepang.
Di Jepang, ketika itu, semua penonton menahan tawa. Setahu mereka, tarian asal Indonesia itu serius. Maka, tidaklah baik untuk tertawa saat menyaksikannya.
Seusai menari, ada seorang ibu yang datang kepada Didik. Ibu itu mengatakan, sebenarnya ia mau tertawa, tetapi ditahan. Didik pun menjelaskan, jenis tarian yang ia tampilkan memang berbeda dengan tari Indonesia yang sering mereka lihat. Ini jenis tari komedi meskipun berbasis seni tradisi di Indonesia yang memang bertujuan untuk membuat penonton tertawa.
Masyarakat Jepang tertarik. Sejak itu pun Didik selalu diundang pentas di Jepang setiap tahun sampai sekarang.
Suatu ketika di Tokyo, Jepang, Didik sempat menikmati Trockadero, tari komedi berbasis seni tari balet asal New York, Amerika Serikat. Di situ ada gerak tari yang mengundang gelak tawa ketika tiba-tiba melakukan kesalahan yang memang disengaja dan mendadak.
Untuk sebuah tari komedi, banyak sekali yang bisa kita lakukan.
Didik mengadopsi teknik tari komedi tersebut. Ia sempat mencontohkan di dalam pertunjukan daring dengan gerak langkah kaki perempuan bergaya anggun. Tiba-tiba satu kakinya tersandung kaki lainnya dan ia hampir terjatuh.
Demikianlah, penonton akan dikagetkan. Ledakan tawa pecah setelah mengetahui itu ternyata gerakan yang memang disengaja.
Selain gerak, Didik menyertakan unsur lain seperti topeng komedi. Salah satu karya koreografi Didik dengan topeng yang cukup terkenal, Tari Dwimuka Jepindo. Jepindo ini singkatan dari Jepang Indonesia.
Didik menarikan Tari Dwimuka Jepindo dengan dua topeng, di depan wajah dan di belakang kepala. Pementasannya seperti teka-teki yang mengundang tawa.
Kombinasi gaya tarian juga dimainkan Didik. Salah satunya, Tari Poncosari. Tarian ini menggabungkan unsur tari gaya China, India, Barat, tradisi, dan komedi. Ketika disuguhkan, tarian kombinasi ini kocak juga.
”Untuk sebuah tari komedi, banyak sekali yang bisa kita lakukan,” ujar Didik seraya menunjukkan pula berbagai properti pertunjukan tari komedinya.
Berbagai properti itu ada sanggul ala Didik Nini Thowok, beragam topeng, aksesori kacamata beraneka jenis, bulu mata beragam ukuran, payung yang beraneka bentuk, dan sebagainya. Selain itu, unsur lain yang tidak boleh ditinggal yaitu tata rias berkarakter komedi.
Didik Nini Thowok telah menggabungkan banyak unsur demi sebuah tari komedi untuk membuat kita tertawa. Jangan pernah lupa, tertawa itu sehat!