Kisah Terang ”Naga Karang” Pulau Timor
Para petani buah naga di Pulau Timor banyak yang belum menggunakan lampu untuk meningkatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki modal memasang instalasi lampu dan khawatir biaya listrik yang dikeluarkan cukup besar.
Terang listrik tak hanya hadir bagi rumah tangga dan pelaku bisnis dan industri di Pulau Timor. Terang tersebut juga menjadi berkah bagi petani ”naga karang” di Kecamatan Insana, Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
”Naga karang” merupakan sebutan pohon buah naga yang ditanam di lereng bukit atau Nuaf Ainiut, Desa Fatoin, Kecamatan Insana. Tanaman itu dibudidayakan Kelompok Tani Anin Tahmate Desa Nunmafo yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Fatoin sejak 2018.
Untuk menanam pohon tersebut tak mudah. Petani harus menyingkirkan batu-batu karang di atas dan di sela-sela tanah yang digali. Petani menyebutnya sebagai batu yang bertanah, bukan tanah yang berbatu.
Butuh waktu sekitar empat bulan mulai dari menyiapkan lubang tanam, memupuk, memasang media tanam hingga menanam 200 pohon buah naga di desa itu. Untuk mendapatkan air juga tak mudah. Petani harus membuat bak di kebun untuk menampung air dari sumber air Oelolok. Jarak kebun buah naga dengan sumber air tersebut sekitar 7 km.
”Dari bak penampung, saya pikul air bolak-balik dengan lalepak (pikulan) untuk menyiram pohon buah naga satu per satu,” kata Ketua Kelompok Tani Buah Naga Anin Tahmate Ignasius Neno Naisau (55).
Karakter lahan berbatu memang menjadi ciri khas geografis Pulau Timor. Pulau tersebut terbentuk karena pengangkatan permukaan bumi di atas permukaan laut akibat proses tektonik atau tumbukan Lempeng Indo-Australia (lempeng samudra) dengan lempeng Eurasia (lempeng benua).
Baca juga: Listrik Tingkatkan Produktivitas Pertanian
Tantangan semakin berat tatkala Naisau mengetahui kalau buah naga tersebut hanya bisa dipanen sekali dalam setahun. Ia tidak patah arang. Secara bertahap, Naisau menambah tanamannya menjadi 300 pohon.
Sampai pada Juni 2021, ia mendapatkan bantuan sambungan listrik sektor pertanian berdaya 16.500 volt ampere dari Program Listrik untuk Buah Naga (Proliga) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Bantuan senilai Rp 133 juta itu juga termasuk instalasi 100 lampu dioda pemancar cahaya (LED) 23 watt yang dipasang pararel seturut deret pohon buah naga di kebun.
Berkat listrik itu, selama enam bulan musim produksi buah naga, Naisau bisa memanen buah naga sebanyak tiga kali. Tidak hanya itu, buah naga yang dihasilkan juga bertambah besar. Sebelum tanpa penyinaran lampu listrik, berat satu buah naga itu sekitar 1 kg. Setelah produktivitasnya dipacu dengan penyinaran lampu, berat satu buah naga ada yang berkisar 3 kg-4 kg.
Seiring berkembangnya rekayasa teknologi pertanian, proses pembungaan buah naga dapat dipicu dengan metode penyinaran menggunakan lampu. Cahaya lampu tersebut dapat memicu fotosintesis pohon buah naga pada malam hari.
Penyuluh pertanian Dinas Pertanian Kabupaten Timor Tengah Utara, Siprianus Ua, menjelaskan, pohon buah naga membutuhkan pencahayaan yang optimal agar dapat berbunga dan berproduksi dengan baik. Untuk itu, pohon buah naga harus ditanam di tempat atau bentang lahan terbuka agar terpapar sinar matahari secara langsung.
Seiring berkembangnya rekayasa teknologi pertanian, proses pembungaan buah naga dapat dipicu dengan metode penyinaran menggunakan lampu. Cahaya lampu tersebut dapat memicu fotosintesis pohon buah naga pada malam hari.
”Rekayasa teknologi tersebut dapat diterapkan setelah pohon buah naga berusia dua tahun. Di daerah kami, penerangan lampu itu dilakukan selama 12 jam, yakni mulai pukul 18.00 hingga pukul 06.00,” katanya.
Baca juga: Pasokan Listrik Berlebih, Tambah Daya Perlu Dipermudah
Tantangan
Saat ini, Kelompok Tani Anin Tahmate telah memiliki sekitar 1.200 pohon buah naga. Dari jumlah itu, baru 900 pohon yang telah dipasangi lampu.
Per pohon rata-rata dapat menghasilkan 20 buah naga sehingga setiap kali panen bisa menghasilkan sekitar 36 ton buah naga. Omzet kelompok tani ini sekitar Rp 60 juta setiap kali panen.
Menurut Naisau, buah naga tersebut dipasarkan ke sejumlah daerah di Pulau Timor, terutama di Kupang, Kefamenanu, dan perbatasan Indonesia dengan Timor Leste di Atambua. Sebagian buah naga itu juga dipasarkan oleh masyarakat di tepi jalan Trans-Timor di wilayah Kecamatan Insana.
”Kami menjualnya kepada para pedagang Rp 50.000 untuk lima hingga tujuh buah. Kemudian oleh para pedagang itu biasanya dijual Rp 50.000 untuk tiga hingga empat buah,” katanya.
Dalam setahun terakhir, Naisau mengaku kewalahan memenuhi permintaan pasar. Permintaan itu tidak hanya datang dari daerah-daerah di Pulau Timor, tetapi juga pedagang dan pemilik supermarket yang ada di Timor Leste.
Banyak petani yang tertarik mengembangkan buah naga, tetapi mereka terkendala mendapatkan benih. Hingga saat ini, masih belum ada budidaya benih pohon naga di Pulau Timor sehingga benih harus didatangkan dari Jawa Barat atau dari Jawa Timur.
”Para petani di luar kelompok kami masih banyak yang belum menggunakan lampu untuk meningkatkan produksi. Mereka khawatir biaya listrik yang dikeluarkan cukup besar. Selain itu, mereka juga banyak yang tidak mampu membiayai pemasangan instalasi lampu,” ujar Naisau yang mengeluarkan biaya sebesar Rp 1 juta per bulan untuk membeli pulsa (token) listrik.
Banyak petani yang tertarik mengembangkan buah naga, tetapi mereka terkendala mendapatkan benih. Hingga saat ini, masih belum ada budidaya benih pohon naga di Pulau Timor sehingga benih harus didatangkan dari Jawa Barat atau dari Jawa Timur.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTT I Gede Agung Sindu Putra mengatakan, PLN menyediakan tarif khusus dan tarif bisnis bagi pengguna listrik di sektor pertanian. Jika PLN menyediakan stasiun pengisian listrik umum (SPLU) di kawasan pertanian, tarif yang berlaku adalah tarif layanan khusus.
”Namun, jika calon pelanggan memohon pemasangan baru dengan kWh meter di lokasi tersebut, tarif yang berlaku adalah tarif bisnis,” katanya.
Ia juga menuturkan, elektrifikasi di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan di NTT merupakan bagian dari program 100 persen listrik desa di NTT. PLN menggulirkan program itu sejak 2017 dan hingga April 2023 sudah mencapai 93,08 persen.
Saat ini, daya mampu sistem kelistrikan di Timor sebesar 164,07 megawatt (MW). Dengan beban puncak sebesar 108,83 MW, masih ada daya mampu sebesar 55,24 MW untuk melayani kebutuhan masyarakat serta berbagai sektor industri dan bisnis.
Selain Proliga, lanjut Sindu Putra, program PLN Peduli untuk elektrifikasi di sektor pertanian di NTT juga digulirkan, antara lain, bagi petani kopi dan jagung serta penyulingan minyak kayu putih. Program tersebut masih terus berlanjut dengan berfokus pada elektrifikasi sektor agrikultur dan usaha kecil menengah.
Baca juga: Listrik Andal untuk Ketahanan Pangan
Video terkait: Petani NTT Sukses Mengubah Tanah Berkarang Menjadi Ladang Uang