Pasokan Listrik Berlebih, Tambah Daya Perlu Dipermudah
Pada 2022, hingga September, konsumsi listrik Indonesia masih 1.169 kWh per kapita, jauh di bawah konsumsi listrik rata-rata per kapita di ASEAN.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan adanya kelebihan pasokan listrik di tingkat nasional, penambahan atau peningkatan daya di listrik di rumah tangga dipandang perlu dipermudah. Hal itu dapat meningkatkan konsumsi listrik per kapita yang juga tengah dipacu karena Indonesia jauh tertinggal di ASEAN.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, konsumsi listrik per kapita di Indonesia relatif stagnan lima tahun terakhir, yakni 1.065 kilowatt-jam (kWh) per kapita pada 2018. Berikutnya tercatat 1.084 kWh pada 2019, 1.089 kWh pada 2020, dan 1.123 kWh pada 2021. Capaian itu selalu di bawah target.
Adapun pada 2022, hingga September, konsumsi listrik Indonesia masih 1.169 kWh per kapita atau di bawah target 1.268 kWh per kapita. Indonesia juga jauh tertinggal dari negara-negara lain di ASEAN, yang konsumsi listriknya rata-rata 3.672 kWh per kapita.
Konsumsi per kapita listrik di Indonesia terbilang rendah, salah satunya karena tidak merata. Konsumsi listrik masih terpusat di Jawa, Bali, dan Sumatera.
Guru Besar Bidang Ilmu Teknik Elektro sekaligus Dekan Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Slamet Riyadi, saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (26/11/2022), mengatakan, konsumsi per kapita listrik di Indonesia terbilang rendah, salah satunya karena tidak merata. Konsumsi listrik masih terpusat di Jawa, Bali, dan Sumatera.
Di sisi lain, Indonesia sedang kelebihan pasokan (oversupply) listrik akibat banyaknya pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang banyak terpusat di Jawa dan Sumatera, sejak beberapa tahun lalu. Saat itu, diprediksi industri akan tumbuh pesat, tetapi terhadang pandemi Covid-19 dan kendala lainnya. Prediksi meleset sehingga terjadi oversupply.
”Umumnya, konsumsi besar listrik rumah tangga hanya untuk beberapa alat, seperti AC (pendingin ruangan) dan pompa air. Kompor listrik penggunaan listriknya besar, tetapi belum banyak dimanfaatkan. Kompor listrik bisa (lebih banyak digunakan), asal dengan tarif listrik lebih rendah, karena masyarakat masih cenderung menggunakan elpiji, terutama melon (tabung 3 kg),” ujar Slamet.
Slamet menilai, dengan kondisi kelebihan pasokan listrik, seharusnya peningkatan daya tidak lagi dikenai biaya. Bahkan, tambah daya seharusnya dianjurkan. Ke depan, seharusnya tak perlu lagi menggunakan miniature circuit breaker (MCB). Pembatas listrik hanya untuk pengaman. Dengan kondisi listrik yang melimpah, rumah tangga bisa lebih leluasa memakai listrik.
”Jadi, paradigma seperti itu yang harus disikapi terintegrasi. PLN (Perusahaan Listrik Negara) agar mempermudah saat rumah tangga akan menambah daya dan sebagainya,” ujar Slamet. Ia menambahkan, meskipun industri menjadi penyerap terbesar konsumsi listrik, rumah tangga juga berperan karena besarnya jumlah penduduk.
Potensi mobil listrik
Sektor transportasi dengan penggunaan mobil listrik juga dapat menjadi kunci peningkatan signifikan konsumsi listrik per kapita di Indonesia. ”Sebab, saat mobil listrik terus berkembang, akan dibutuhkan energi listrik yang besar. Nantinya, gedung-gedung perkantoran pasti akan banyak dilengkapi dengan SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum),” katanya.
Slamet menuturkan, konsumsi listrik per kapita satu negara memang dapat digunakan untuk melihat tingkat kemajuan negara itu. Ada kecenderungan, negara dengan perekonomian bagus menggunakan peralatan yang serba listrik karena sifatnya yang memudahkan.
Konsumsi listrik per kapita satu negara memang dapat digunakan untuk melihat tingkat kemajuan negara itu.
”(Peningkatan konsumsi listrik) pasti berjalan beriringan dengan perekonomian masyarakat. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu, dicoba dengan kompor listrik (induksi), tetapi kalau ekonomi masyarakat kurang, ya sulit. Jadinya, punya kompor listrik, tetapi juga punya kompor cadangan gas. Polanya sama seperti sebelumnya peralihan dari minyak tanah ke elpiji,” ujar Slamet.
Sebelumnya, Subkoordinator Hubungan Komersial Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Pratikno dalam diskusi publik terkait peningkatan elektrifikasi dan konsumsi listrik per kapita Indonesia, secara hibrida, Jumat (25/11/2022), mengatakan, pemerintah terus berupaya meningkatkan konsumsi listrik.
”Terutama dalam rangka penyerapan beban, di mana ada oversupply sekitar 6,3 gigawatt. Terobosan dilakukan, selain dengan (memperbanyak) SPKLU, juga kompor induksi. Pada 2022, kompor induksi diberikan kepada 300 keluarga penerima manfaat di Solo dan saat ini sedang dalam tahap evaluasi,” kata Edi.
Kementerian ESDM juga memiliki program bantuan penanak nasi listrik. Sebanyak 680 unit penanak nasi listrik akan disalurkan ke seluruh Indonesia melalui APBN Kementerian ESDM tahun anggaran 2023. Paket program ini bernilai Rp 500.000 per keluarga penerima manfaat dan tak memerlukan penambahan daya. Namun, masih diperlukan kajian lebih mendalam dengan melibatkan perguruan tinggi.
Executive Vice President Pelayanan Pelanggan Retail PLN Munief Budiman mengatakan, konumsi listrik di Indonesia memang masih relatif rendah. Salah satu indikator terkait peningkatan kesejahteraan, perekonomian, dan kemajuan satu negara adalah jumlah konsumsi energi listrik per kapita. Adapun pascapandemi, konsumsi listrik sudah tumbuh kembali dan mesti dipertahankan.
PLN pun berupaya meningkatkan permintaan konsumsi listrik kendaraan listrik dengan menghadirkan ekosistem end-to-end melalui penyediaan SPKLU dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) serta homecharging. Hingga September 2022, secara nasional sudah ada 413 unit SPKLU di 295 lokasi dan 52 persen di antaranya dibangun oleh PLN.