Investasi yang menyasar perusahaan-perusahaan yang menerapkan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dinilai makin gencar seiring dengan tuntutan global akan ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS - Seiring tuntutan global akan ekonomi hijau dan berkelanjutan, investasi semakin gencar menyasar perusahaan-perusahaan yang mengedepankan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola atau environmental, social, and governance/ESG, termasuk dari perusahaan modal ventura. Ke depan, prinsip keberlanjutan diharapkan menjaga stabilitas perusahaan di tengah dinamika ekonomi global.
Senior Investment Associate at East Ventures Gavin Adrian, dalam Kompas CEO On Stage bertajuk "Investing with Purpose" di kampus Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (21/11/2022) mengatakan, pihaknya terus menggenjot investasi di sektor itu, misalnya pada bidang climate-tech atau perusahaan teknologi terkait pengurangan emisi.
"Bagaimana agar portofolio atau framework-nya diarahkan ke arah sana, terutama untuk growth stage company atau yang sudah lebih lanjut. Sudah ada prosedur jelas kepada mereka. Pada prosesnya, kami juga akan membantu. Sebab, kami juga ada investor dari negara yang sudah maju pada ESG ini, sehingga kami implementasikan pada portofolio-portofolio kami," ujarnya.
Di sisi lain, Gavin juga mengatakan, bahwa saat ini, perkembangan tren berlangsung dengan cepat, misalnya perubahan dari horizontal e-commerce ke vertical e-commerse atau dari yang beragam sektor sekaligus menjadi fokus pada satu sektor.
"Tren ke vertical e-commerce sebenarnya sudah lama dan kami sudah ada (investasi) pada Sociolla (sektor beauty/kecantikan). Kalau kita bicara vertical e-commerce, mungkin ke depan akan muncur sektor-sektor baru yang saat ini kita belum tahu (berkembang cepat). Tak hanya beauty, tetapi bisa lainnya, tetapi spesifik di satu sektor," ujar Gavin.
East Ventures, imbuh Gavin, kini telah menjadi platform yang melakukan investasi kepada perusahaan-perusahaan digital atau rintisan. Tidak hanya pada early stage, tetapi juga pada tahap tumbuh dan maju. Saat ini sudah investasi sudah diberikan kepada lebih dari 250 perusahaan di Asia Tenggara dengan mayoritas berada di Indonesia.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Teguh Dartanto menuturkan, investasi perlu perencanaan dan tujuan matang serta jelas, bukan sekadar ikut-ikutan atau fear of missing out (FOMO). Hal tersebut juga berarti melihat jangka panjang atau berkelanjutan. Pasalnya, dinamika global dapat berubah dengan cepat.
"Misalnya, natural resources (sumber daya alam), seperti batubara atau barang-barang tambang, yang tahun ini dapat untung besar. Namun, tren global kan sudah berubah. Jadi, perlu melihat gambaran besarnya, bukan sekadar tren," kata Teguh.
Dampak resesi
Sementara itu, terkait dinamika perekonomian global yang diperkirakan akan gelap atau terjadi resesi pada 2023, Teguh menilai hal tersebut memang bisa terjadi. Pasalnya, tahun ini pun sudah terjadi stagflasi, yaknin inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah, terutama di negara-negara maju. Namun, yang jadi pertanyaan adalah besaran rembetannya ke Indonesia.
"Saya yakin, tidak akan begitu besar dampaknya bagi perekonomian Indonesia, karena size (ukuran) Indonesia ini besar. Sektor informal berperan menjadi buffer (penyangga) ekonomi domestik. Jadi, kita masih bisa resilient. Dengan demikian, yang perlu menjadi fokus pemerintah adalah mendorong perekonomian domestik," kata Teguh.
Sementara itu, Senior Head of Financial Consultant KoinWorks Willy Sanjaya berpendapat, saat akan terjadi resesi banyak yang menyebut "cash is king" atau memegang uang tunai adalah segalanya. Namun, menurut dia, pola pikir seperti itu, justru tak membantu pergerakan ekonomi dan membuat semakin terpuruk.
"Justru dengan berinvestasi pada pasar modal berarti memberi modal kerja pada perusahaan yang sudah listing. Atau investasi pada peer to peer lending yang memberi kesempatan pada pelaku UMKM untuk semakin berkembang. Itu justru akan membuat roda ekonomi berputar dibandingkan punya dana tetapi takut. Uang tak akan berkembang, dan tempat yang akan mengembangkan aset juga tak bisa berbuat apa-apa," ujar Willy.
Mengenai investasi, kata Willy, yang utama ialah menjadi investor yang cerdas dengan mengenali motivasi dan tujuan investasi. Artinya, perlu disesuaikan profil risiko dan instrumen apa yang dipilih, apakah untuk jangka pendek ataupun jangka panjang.