Diduga Dipaksa Pakai Jilbab, Siswi SMA Negeri di Bantul Depresi
Seorang siswi SMA negeri di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga dipaksa untuk memakai jilbab oleh gurunya. Akibat kejadian tersebut, siswi itu disebut mengalami depresi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
KOMPAS/ YOLA SASTRA
Salah seorang siswi non-Muslim (kanan) berinteraksi dengan temannya di SMK 2 Padang, Sumatera Barat, Selasa (26/1/2021).
SLEMAN, KOMPAS — Seorang siswi SMA negeri di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga dipaksa untuk memakai jilbab oleh gurunya. Akibat kejadian tersebut, siswi itu disebut mengalami depresi sehingga mengurung diri selama beberapa hari di dalam kamar.
Aktivis Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY), Yuliani, mengatakan, kasus ini berawal saat siswi kelas 10 itu dipanggil oleh beberapa guru ke ruangan bimbingan konseling sekolah pada 19 Juli 2022. Siswi beragama Islam itu lalu ditanyai oleh gurunya kenapa tidak memakai jilbab atau hijab.
”Anak itu diinterogasi oleh tiga guru, kenapa enggak pakai hijab. Anak itu sudah terus terang belum mau (memakai hijab). Tapi, dia diinterogasi lama dan merasa dipojokkan,” ujar Yuliani saat ditemui di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (29/7/2022).
Yuliani memaparkan, siswi tersebut juga sempat dipakaikan hijab oleh gurunya. Tindakan itu membuat sang siswi merasa tidak nyaman. ”Dia dipakein hijab, mungkin untuk mencontohkan cara pakai hijab. Tapi anak itu merasa tidak nyaman dan kayak merasa dipaksa,” tuturnya.
Aktivis Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY), Yuliani, memberikan keterangan kepada media, Jumat (29/7/2022), di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Setelah kejadian itu, Yuliani menuturkan, siswi tersebut meminta izin ke toilet sekolah. Di dalam toilet, siswi itu menangis selama sekitar 1 jam. Dia baru keluar dari toilet setelah sang guru mengetuk pintu toilet.
”Anak itu buka pintu toilet dalam kondisi sudah lemas, terus dibawa ke UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Setelah itu, baru dipanggilkan orangtuanya,” kata Yuliani, yang menjadi pendamping siswi tersebut.
Yuliani menambahkan, setelah kejadian itu, siswi tersebut diduga mengalami depresi. Selama beberapa hari terakhir, siswi itu juga mengurung diri di kamar dan tidak mau berbicara dengan ayahnya. Dia juga merasa trauma sehingga tidak mau masuk sekolah.
Menurut Yuliani, dirinya sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, seperti Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahrga (Dikpora) DIY, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY, serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Yogyakarta. Kasus ini diharapkan bisa ditangani secara tuntas karena telah merugikan anak sebagai peserta didik.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Sejumlah pelajar SMAN 73 membawa buku sekolah di Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (13/7/2022).
Yuliani juga menyebut, karena trauma dengan kejadian tersebut, siswi itu kemungkinan akan dipindah ke sekolah lain. Oleh karena itu, Yuliani akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mencarikan sekolah baru bagi anak tersebut.
Anak itu diinterogasi oleh tiga guru, kenapa enggak pakai hijab. Anak itu sudah terus terang belum mau (memakai hijab). Tapi, dia diinterogasi lama dan merasa dipojokkan.
Replika kebinekaan
Kepala Dinas Dikpora DIY Didik Wardaya mengatakan, pihaknya telah membentuk tim untuk menelusuri dugaan pemaksaan memakai jilbab di SMA negeri di Bantul itu. ”Ini teman-teman baru membentuk tim untuk menelusuri terkait hal tersebut,” katanya.
Didik menyatakan, sesuai aturan, seluruh sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah harus menjadi replika bagi kebinekaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, para siswi di sekolah negeri tidak boleh dipaksa untuk memakai jilbab.
”Tidak boleh siswi (di sekolah negeri) diwajibkan memakai jilbab. Memakai jilbab itu harus atas kesadaran. Jadi, kalau memang anak belum memiliki kemauan memakai jilbab, tidak boleh dipaksakan,” kata Didik.
Pelajar dari berbagai daerah peserta ajang Borobudur Student Festival berkunjung ke Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (27/6/2022).
Didik menyebut, apabila dugaan pemaksaan memakai jilbab itu memang terjadi, Dinas Dikpora DIY akan memberi peringatan kepada pihak sekolah agar kasus tersebut tidak terulang lagi. Selain itu, Dinas Dikpora DIY juga akan mengkaji pemberian sanksi terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pemaksaan.
Kepala Perwakilan ORI DIY Budhi Masthuri mengatakan, pada Jumat ini, pihaknya telah mengundang kepala SMA negeri itu untuk meminta keterangan terkait kasus tersebut. Namun, kepada ORI DIY, kepala sekolah mengaku tidak mendapat laporan dari guru terkait kejadian tersebut.
Budhi menambahkan, pada pekan depan, ORI DIY juga berencana memanggil beberapa guru bimbingan konseling, guru agama, dan wali kelas siswi yang diduga mengalami pemaksaan memakai jilbab. Para guru itu dipanggil untuk melengkapi informasi terkait kasus ini.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Budhi Masthuri memberikan keterangan kepada media, Jumat (29/7/2022), di kantornya di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
”Ini baru awal. Kami berencana mengundang guru BK (bimbingan konseling), wali kelas, dan guru agama. Mungkin minggu depan kita undang untuk kita dengarkan penjelasannya,” ungkap Budhi.
Sementara itu, saat ditemui di kantor ORI DIY pada Jumat sore, kepala sekolah tersebut tidak mau memberi penjelasan kepada media. Saat dimintai keterangan oleh beberapa wartawan, sang kepala sekolah langsung masuk mobil dan meninggalkan kantor ORI DIY.