Siswa Nonmuslim di Padang Berharap Bebas ke Sekolah Tanpa Jilbab
Sejumlah siswa nonmuslim di Padang, Sumatera Barat, berharap bisa bebas ke sekolah tanpa mengenakan jilbab. Secara pribadi, mereka tidak ingin berjilbab tetapi enggan untuk menolak aturan sekolah.

Sejumlah siswa beragama Protestan yang mengikuti aturan berjilbab di SMK 2 Padang menceritakan pengalaman dan perasaannya saat diminta berjilbab di sekolah, Padang, Sumatera Barat, Senin (25/1/2021). Meskipun mengaku sudah terbiasa dan tidak lagi terpaksa, mereka sebenarnya lebih nyaman ke sekolah tanpa jilbab.
PADANG, KOMPAS - Sejumlah siswa nonmuslim di Padang, Sumatera Barat, berharap bisa bebas ke sekolah tanpa mengenakan jilbab. Secara pribadi, mereka tidak ingin berjilbab tetapi enggan untuk menolak aturan sekolah. Dinas Pendidikan Sumbar menyatakan akan segera mengirim surat edaran ke sekolah agar merevisi aturan yang berpotensi diskriminatif terhadap siswa nonmuslim.
Yulia Hia, siswa kelas XII SMK 2 Padang, mengatakan, ia mulai menggunakan jilbab ke sekolah sejak SD. Di SD, SMP, dan SMK negeri yang ia masuki, memang menganjurkan siswa untuk menggunakan jilbab, termasuk nonmuslim. Yulia mengikuti anjuran karena siswa di sekolahnya mayoritas muslim sehingga tidak ingin dipandang asing oleh temannya.
Akan tetapi, Yulia mengaku, sebenarnya ia lebih nyaman tidak berjilbab ke sekolah. Selain tidak ada kewajiban menurut agamanya siswa jurusan otomatisasi tata kelola perkantoran itu juga ingin menunjukkan identitasnya sebagai siswa nonmuslim.
"Keinginan saya, tidak usah pakai jilbab. Lebih nyaman terbuka. Tampak identitas saya. Dengan pakai jilbab, orang lebih kenal saya sebagai muslim. Kalau tidak pakai jilbab, orang sudah tahu saya nonmuslim," kata Yulia.
Baca juga: Disdik Sumbar: Tidak Ada Aturan Provinsi Siswa Nonmuslim Wajib Berjilbab
Yulia melanjutkan, orang sering salah sangka terhadap dirinya dan menganggap ia sebagai muslim, misalnya ketika magang. Saat tahu ia bukan muslim, pegawai di tempat magang pun memintanya tidak usah berjilbab.
Meskipun lebih nyaman tanpa jilbab, Yulia mengaku, tidak terpaksa mengenakan jilbab di sekolah. "Terpaksa sih tidak, cuma menyesuaikan diri. Kalau pakai jilbab, kan tidak berkurang iman saya. Agama saya juga tidak berubah karena pakai jilbab," ujar Yulia.

Siswa SMK 2 Padang sedang beraktivitas di kelas mereka, Padang, Sumatera Barat, Senin (25/1/2021). Sekolah ini menganjurkan semua siswa perempuan tanpa memandang agama untuk menggunakan jilbab saat di sekolah. Beberapa siswa nonmuslim di SMK 2 Padang mengaku lebih nyaman tidak berjilbab meskipun mengaku sudah terbiasa dan tidak terpaksa berjilbab di sekolah.
Eka Maria Putri Waruwu, siswa kelas XII SMK XII Padang lainnya, mengatakan, sekarang ia memang sudah terbiasa mengenakan jilbab. Siswa jurusan akuntansi ini mulai mengenakan jilbab sejak kelas IV SD. Namun, awalnya Eka terpaksa mengenakan jilbab.
"Awalnya saya memang merasa terpaksa karena agama saya Protestan, tetapi akhirnya terbiasa. Sekarang karena terbiasa dan menyesuaikan dengan lingkungan muslim dan diarahkan menggunakan jilbab, saya tidak terpaksa lagi, setidaknya bisa seragam dengan teman-teman lain," kata Eka.
Eka menceritakan, orangtuanya sebenarnya rindu melihat anaknya melepaskan jilbab saat di sekolah. Walakin, demi kenyamanan saat belajar, ia menurut saja dengan aturan sekolah. "Saya melepaskan jilbab saya jika diberi kesempatan," ujarnya.
Baca juga: Aturan Berjilbab di SMKN 2 Padang Wujud Intoleransi
Lili Selfia Gustina Hia, siswa Kelas XII SMA 16, mengaku, juga lebih nyaman tanpa mengenakan jilbab ke sekolah. Namun, ia tidak berani bertanya secara resmi ke sekolah apakah ia boleh tidak berjilbab atau tidak. Sekarang, Tina, panggilannya, adalah satu-satunya siswa nonmuslim di sekolah itu.
"Saya nyaman tidak pakai jilbab. Soalnya orang tahu kalau saya bukan muslim. Agama saya Protestan. Jadi, orang tidak lagi salah-salah sangka. Saya pernah tanya ke guru, tapi katanya pakai sajalah, tanggung, karena sudah kelas XII," kata Tina.
Saya nyaman tidak pakai jilbab. Soalnya orang tahu kalau saya bukan muslim. Agama saya Protestan. (Lili Selfia Gustina Hia)
Tina mulai menggunakan jilbab sejak sekolah di SMP negeri. Ketika awal-awal SMP, Tina tidak mengenakan jilbab. Namun, ia ditegur oleh seniornya di OSIS agar mengenakan jilbab. Sejak saat itu, ia selalu berjilbab ke sekolah.
Karena berjilbab, teman-teman yang baru dikenal Tina di sekolah dan orang sekitar sering salah sangka kalau ia muslim. Beberapa ia sering juga ditanyakan guru karena tidak ikut shalat berjemaah di sekolah.
Saat acara perpisahan sekolah nanti, jika dibolehkan, Tina berencana tidak menggunakan jilbab ke sekolah. Orangtua Tina juga meminta, saat pengambilan foto untuk ijazah, Tina tidak usah menggunakan jilbab.
Sementara itu, Miranda Sisilia, siswa kelas jurusan akuntansi dan keuangan lembaga di SMK 3 Padang mengatakan, ia terlanjur terbiasa mengenakan jilbab di sekolah. Sisil, panggilannya, mulai mengenakan jilbab sejak sekolah di SD negeri.

Suasana aktivitas pembelajaran tatap muka di SMK 2 Padang, Padang, Sumatera Barat, Senin (25/1/2021). Sekolah ini menganjurkan semua siswa perempuan tanpa memandang agama untuk menggunakan jilbab saat di sekolah. Beberapa siswa nonmuslim di SMK 2 Padang mengaku lebih nyaman tidak berjilbab meskipun mengaku sudah terbiasa dan tidak terpaksa berjilbab di sekolah.
Sisil mengaku, SMK 3 Padang memberikan kebebasan kepada siswa nonmuslim untuk berjilbab ataupun tidak. Beberapa senior Sisil yang nonmuslim tidak mengenakan jilbab. Sisil dan teman sekelasnya, juga pernah mencoba melepaskan jilbab selama dua pekan pada bulan kedua sekolah di SMK 3 Padang.
"Kami coba dua minggu waktu itu. Karena terbiasa pakai jilbab di sekolah, kami akhirnya memutuskan untuk pakai jilbab saja. Biar tidak merasa asing juga. Kalau soal mana yang nyaman, tergantung ya. Karena terbiasa, sekarang lebih nyaman berjilbab. Namun, kalau tidak pakai jilbab sejak awal, mungkin lebih nyaman tidak pakai jilbab," kata Sisil, yang beragama Protestan.
Baca juga: Kemendagri Minta Pemprov Sumatera Barat Evaluasi Aturan Intoleransi Berbusana Bagi Siswi
Sebelumnya, kasus penganjuran siswa nonmuslim untuk mengenakan jilbab viral di media sosial. Jeni Cahyani Hia, siswa kelas X SMK 2 Padang jurusan otomatisasi tata kelola perkantoran beberapa kali dipanggil oleh guru jurusan dan guru bimbingan konseling (BK) karena tidak mengenakan jilbab. Pada Kamis (21/1/2021), ayah Jeni, Elianu Hia, dipanggil oleh wakil kepala sekolah bidang kesiswaan.
“(Kamis) kemarin saya dipanggil karena anak saya tidak mau pakai jilbab. Saya tanya, solusinya apa? Apakah ini wajib atau imbauan? Kata wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, ‘Wajib bagi (siswa) SMK 2 Padang’,” kata Elianu, ketika dihubungi, Jumat.
Pada kesempatan itu, Elianu dan Jeni diminta menandatangani surat pernyataan bahwa Jeni menolak menggunakan jilbab. Dalam surat pernyataan itu, juga disebutkan bahwa mereka bersedia untuk melanjutkan masalah tersebut dan menunggu keputusan dari pejabat yang lebih berwenang.
Kesalahan prosedur
Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar Yefri Heriani mengatakan, pada Jumat (22/1/2021), pihaknya telah memanggil Kepala SMK 2 Padang Rusmadi untuk mengklarifikasi kasus tersebut. Dari pertemuan itu, Ombudsman mendapat pernyataan dari kepala sekolah bahwa ia mengakui kesalahan dan bersedia merevisi aturan tersebut.
“Ada dugaan kesalahan prosedur dalam pembuatan aturan dan dalam memahami/menafsirkan aturan. Kami juga melihat dugaan tindakan tidak patut oleh kepala sekolah dan guru BK terkait tindakan (bahwa Elianu dan Jeni) harus tanda tangan surat pernyataan,” kata Yefri.

Suasana di gerbang SMK 2 Padang, Padang, Sumatera Barat, Senin (25/1/2021). Sekolah ini menganjurkan semua siswa perempuan tanpa memandang agama untuk menggunakan jilbab saat di sekolah. Beberapa siswa nonmuslim di SMK 2 Padang mengaku lebih nyaman tidak berjilbab meskipun mengaku sudah terbiasa dan tidak terpaksa berjilbab di sekolah.
Senin sore ini, Ombudsman Perwakilan Sumbar dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Sumbar mengadakan rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan Sumbar. Dalam kesempatan ini, Ombudsman mendorong dinas untuk mengubah kebijakan aturan di SMK 2 Padang. Selain itu, mereka juga melakukan identifikasi bersama terkait kemungkinan adanya aturan serupa di sekolah lain yang juga harus diperbaiki.
Menurut Yefri, aturan SMK 2 Padang mengharuskan siswa perempuan menggunakan jilbab/kerudung. Kepala Dinas Pendidikan Sumbar sudah menyatakan akan melakukan perbaikan agar aturan berseragam sekolah bisa menghargai latar belakang keyakinan dan agama siswa sehingga mereka punya pilihan cara berpakaian, terutama untuk siswa nonmuslim.
“Ke depan, kami harapkan tidak ada lagi upaya untuk menyeragamkan pakaian kepada siswa yang di dalam keyakinan dan agamanya tidak mengharuskan mereka untuk berkerudung,” ujar Yefri.
Ketua Komnas HAM Sumbar Sultanul Aripin mengatakan, komisi masih mengkaji dugaan pelanggaran HAM dalam aturan SMK 2 Padang terkait seragam siswa. Pada Senin sore ini, komisi bersama Ombudsman dan Dinas Pendidikan Sumbar melakukan rapat koordinasi untuk mendalami aturan sekolah dan aturan yang lebih tinggi.
Selanjutnya, kata Sultanul, Komnas HAM Sumbar juga akan memeriksa Dinas Pendidikan Sumbar. Kemudian, pemeriksaan juga dilakukan terhadap Dinas Pendidikan Kota Padang, apakah aturan yang mengharuskan semua siswa berjilbab, termasuk bagi nonmuslim, juga berlaku di SD dan SMP.
“Kami meminta gubernur untuk memerintahkan Dinas Pendidikan Sumbar untuk menelusuri dan mengkaji serta melihat semua sekolah di Sumbar, apakah peristiwa dan aturan seperti ini ada di tempat lain,” kata Sultanul.

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Adib Alfikri ketika ditemui di Padang, Sumbar, Senin (25/1/2021).
Mengkaji ulang
Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Adib Alfikri mengatakan, atas munculnya kasus di SMK 2 Padang, dinas dalam waktu dekat mengirimkan surat edaran kepada kepala sekolah SMA/SMK, yang dikelola provinsi. Melalui surat edaran itu, dinas meminta sekolah untuk mengkaji ulang aturan-aturan yang berpontensi memunculkan intoleransi. Sementara untuk SD dan SMP yang dikelola kabupaten/kota, Adib akan berkoordinasi dengan kepala disdik kabupaten/kota terkait aturan ini.
“Kami tidak tinggal diam. Dari kasus ini, kami ambil pelajaran, ternyata ada tata tertib yang memang, katakanlah, membuat tidak nyaman. Sebenarnya, tinggal menambahkan kata-kata, pakaian muslim untuk siswa muslim dan menyesuaikan bagi siswa nonmuslim. Menyesuaikan ini, boleh pakai (jilbab) boleh tidak,” kata Adib.
Menurut Adib, aturan berseragam muslim bagi siswa mengacu pada peraturan daerah Kota Padang era kepemimpinan Fauzi Bahar. Saat itu, SMA/SMK masih dikelola oleh Pemkot Padang. Secara aturan kementerian, kata Adib, kewenangan berseragam, murni dari sekolah dan sekolah membuat tata tertib mengacu pada aturan yang ada. “Dalam peraturan menteri, ada terbuka peluang untuk kearifan lokal segala macamnya,” ujarnya.
Fauzi Bahar mengatakan, aturan berpakaian muslim terhadap siswa itu memang mulai diterapkan saat ia memimpin, tepatnya pada tahun 2005. Awalnya, hanya berupa imbauan, kemudian peraturan wali kota, dan terakhir menjadi perda. Namun, ia menegaskan aturan berseragam pada SD, SMP, SMA/SMK itu hanya berlaku untuk siswa muslim. “Yang nonmuslim menyesuaikan, boleh pakai (jilbab) boleh tidak,” kata Fauzi.
Di dalam Perda Kota Padang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, diatur tentang hak dan kewajiban siswa. Salah satu kewajiban siswa di dalam Pasal 14 poin j disebutkan, (peserta didik berkewajiban), mengikuti kegiatan pesantren Ramadhan, wirid remaja, dan didikan subuh dan memakai seragam muslim/muslimah, pandai baca tulis Alquran, menghafal Juz Amma dan Asmaul Husna bagi yang beragam Islam dan mengikuti kegiatan sejenisnya bagi peserta didik yang beragama selain Islam.
Fauzi melanjutkan, manfaat dari aturan berpakaian tersebut, antara lain untuk memperdangkal jurang perbedaan antara siswa kaya dan siswa miskin dan mengurangi risiko tertular demam berdarah. Dengan menggunakan jilbab, tidak akan terlihat siswa menggunakan perhiasan atau tidak. Dengan menggunakan pakaian celana/rok panjang, baju lengan panjang, serta jilbab, semakil kecil kemungkinan siswa digigit nyamuk karena sebagian besar tubuh siswa tertutup.
Baca juga : Bongkar Persoalan Intoleransi di Sekolah