Batuk Kering dan Nyeri Tenggorokan Terbanyak Dikeluhkan, Segera Periksa Covid-19
Kewaspadaan tetap diperlukan sekalipun mayoritas kasus penularan pada varian Omicron ditemukan bergejala ringan atau tanpa gejala. Segera periksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gejala yang muncul pada penularan Covid-19 varian Omicron tidak jauh berbeda dengan varian-varian sebelumnya. Meski begitu, sebagian besar pasien yang menunjukkan gejala mengeluhkan adanya batuk kering dan nyeri tenggorokan. Pemeriksaan pun perlu segera dilakukan agar penanganan bisa diberikan sejak dini.
”Penularan virus pada varian Omicron ini tidak terlalu banyak ditemukan di jaringan paru, tetapi di saluran napas. Karena itu, gejala yang muncul lebih banyak berupa batuk kering dan nyeri tenggorokan,” ujar dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan, di Jakarta, Senin (24/1/2022).
Berdasarkan data pasien kasus positif varian Omicron di RSUP Persahabatan, dari total 17 pasien yang dirawat, 11 pasien mengeluhkan adanya gejala ringan. Dari pasien yang bergejala tersebut, 63 persen mengalami batuk kering, 54 persen mengalami nyeri tenggorokan, 27 persen mengalami pilek, 36 persen mengeluhkan sakit kepala, dan 18 persen mengeluhkan adanya demam.
Erlina menyampaikan, meski gejala yang muncul terbilang ringan, berbagai data melaporkan adanya perburukan pada pasien sehingga memerlukan perawatan lebih lanjut. Ini terutama pada kelompok rentan, seperti masyarakat lanjut usia, masyarakat dengan komorbid atau penyakit penyerta, dan anak-anak. Kewaspadaan khusus pun diperlukan pada kelompok ini jika tertular Covid-19.
Pemeriksaan di fasilitas pelayanan kesehatan harus segera dilakukan jika gejala mulai muncul. Penanganan bisa dilakukan dengan melakukan isolasi mandiri di rumah jika memungkinkan atau ke tempat isolasi terpusat. Protokol kesehatan juga harus disiplin dijalankan. Vitamin bisa dikonsumsi disertai dengan pemenuhan gizi seimbang dan istirahat cukup.
Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menambahkan, gejala ringan yang lebih banyak ditemukan pada kasus penularan varian Omicron tidak boleh disepelekan. Varian Omicron memiliki daya tular yang lebih cepat. Perburukan pada pasien tetap berisiko terjadi, terutama pada kelompok rentan.
Gejala yang muncul lebih banyak berupa batuk kering dan nyeri tenggorokan.
Oleh sebab itu, pembatasan mobilitas masyarakat yang sudah diatur harus betul-betul dilaksanakan. Bahkan, dengan kondisi penularan yang terus meningkat, pembatasan perlu diperketat. Aturan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri juga diharapkan tetap diberlakukan secara ketat.
Selain itu, vaksinasi perlu dipercepat dan diperluas. Vaksinasi dinilai menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh dari penularan Covid-19.
Dari kasus Covid-19 varian Omicron yang dilaporkan meninggal di Indonesia diketahui belum mendapatkan vaksinasi serta adanya komorbid. Hal ini menunjukkan, vaksinasi dan perlindungan pada kelompok rentan amat dibutuhkan.
”Pencegahan primer juga perlu diperkuat, yakni dengan protokol kesehatan. Upaya pelacakan dan pemeriksaan juga perlu diperluas agar kasus penularan di masyarakat bisa segera terdeteksi sehingga tidak semakin meluas,” kata Agus.
Erlina menambahkan, pemerintah juga diharapkan bisa mempertimbangkan keputusan untuk membuka kembali sekolah tatap muka. Anak-anak termasuk kelompok rentan, terlebih anak usia enam tahun ke bawah.
Saat ini, pelaksanaan vaksinasi baru diberikan pada anak usia 6-17 tahun. Meski begitu, vaksinasi pada anak usia 6-11 tahun masih minim. Kasus penularan Covid-19 pada anak juga semakin bertambah ketika pembelajaran tatap muka mulai berlangsung.
”Kami harap pemerintah bisa meninjau lagi pelaksanaan PTM (pembelajaran tatap muka). Lebih baik pembelajaran kembali dilakukan secara daring ataupun hybrid. Ini setidaknya sampai situasi penularan Covid-19 kembali terkendali karena sekarang kasus Covid-19 sudah meningkat,” tutur Erlina.