Belum dua pekan pembentukan Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah, berbagai sikap terhadap Satgas bermunculan. Koperasi gagal bayar mesti dikawal demi menyelesaikan pembayaran bagi para anggotanya agar tidak "chaos".
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
Belum dua pekan pembentukan Satuan Tugas atau Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah, berbagai respons bermunculan. Ada yang ragu, ada yang berharap. Keberpihakan terhadap ribuan korban koperasi simpan pinjam bermasalah lantaran gagal bayar perlu benar-benar dibuktikan.
Ada yang menjadikan satgas ini sebagai tanda kehadiran negara dan sangat dinantikan. Ada pula kasak-kusuk yang meragukan komitmen satgas, terlebih masa kerjanya ditentukan hanya selama setahun. Ada yang menganggap negara ”terpaksa” hadir menangani koperasi bermasalah tersebut. Pembentukan satgas dianggap sekadar pencitraan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Padahal, satgas ini sesungguhnya bisa menjadi satu titik terang di tengah kegelapan untuk mengembalikan citra koperasi. Misi mengembalikan citra koperasi menjadi pesan penting Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Ini adalah misi yang tak mudah di tengah kepercayaan publik terhadap koperasi yang ada di titik nadir.
Sejatinya, menurut Teten, tidak mungkin ada koperasi simpan pinjam (KSP) yang gagal bayar kalau uang anggota digunakan untuk kepentingan anggota. Kalau ada KSP yang gagal bayar, sudah bisa diduga karena uang anggota diinvestasikan oleh pengurus koperasinya di luar kepentingan anggota. Ini bukan praktik berkoperasi yang benar.
Kini, delapan KSP masuk dalam radar putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Pengadilan Niaga. Mereka yang mesti taat homologasi membayarkan dana anggotanya adalah KSP Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSP dan Pembiayaan Syariah Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda, dan KSP Timur Pratama Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, dana yang harus dikembalikan masing-masing koperasi sesuai putusan PKPU bervariasi, dari Rp 400 miliar hingga Rp 8,6 triliun. Total dana diperkirakan sekitar Rp 20 triliun!
Semua dana yang terkumpul tersebut diatasnamakan anggota koperasi yang kemudian disebut nasabah atau investor. Ada sejumlah anggota yang sejak awal berdirinya KSP berkomitmen untuk menyetor iuran wajib dan iuran sukarela. Seluruh iuran itu, dalam pandangan umum badan hukum koperasi, penggunaan atau pemanfaatannya ditujukan membantu kelancaran saat anggota mengajukan pinjaman untuk modal atau pengembangan usaha, maupun untuk keperluan lainnya.
Tentu, pengembaliannya dikenakan sejumlah suku bunga tertentu sebagaimana yang telah disepakati dalam rapat anggota. Dana yang terkumpul dan dikembangkan dalam bentuk pinjaman kepada anggota berujung pada pengembalian keuntungan yang disebut sisa hasil usaha. Hasil pengembalian itu, lewat hitung-hitungan bersama pengurus koperasi, dapat dinikmati kembali oleh anggota koperasi.
Citra ternoda
Ironisnya, manakala iuran koperasi yang dibangun dalam semangat paguyuban dicampuradukkan oleh segelintir orang—atas nama rapat anggota tahunan koperasi—dan digunakan sewenang-wenang untuk pengembangan bisnis di luar misi koperasi. Kontrol yang lemah menyebabkan seluruh dana anggota lenyap. Perputaran dana koperasi menuju ke gagal bayar.
Lebih ironis lagi, segelintir pengurus koperasi juga ada yang mencampuradukkan semangat paguyuban koperasi dengan sistem multilevel marketing. Sosok pengumpul dana anggota kerap disebut mitra. Tak jarang, seorang mitra diiming-imingi persentase keuntungan apabila berhasil mendapatkan sebanyak-banyaknya anggota yang lebih pantas disebut nasabah atau investor.
Tidak hanya itu, kepada pengumpul dana ini juga diberi iming-iming akan dijadikan mitra khusus, seperti menduduki jabatan tertentu di kantor pusat atau cabang di daerah-daerah. Cara-cara tersebut ujung-ujungnya hanyalah supaya bisa koperasi meraup dana segar dari masyarakat.
Sekali lagi, titik terang atas karut-marut koperasi bermasalah ada di pundak Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah. Tugas satgas hanya satu tahun masa kerja. Di sisi lain masa jatuh tempo pengembalian dana seluruh anggota ditargetkan oleh PKPU di atas tahun 2026. Rasanya masalah muskil bisa tuntas dalam setahun. Pengawalan ketat satgas tak memadai untuk memberi titik terang bagi kehadiran negara untuk anggota koperasi, yang menyimpan uang dari hasil keringat. Ada yang jadi petani dan ada yang jadi guru dan menyisihkan gaji bulanan untuk koperasi.
Ada titik terang. Cahaya terbuka lebar saat satgas melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan Agung, dan Badan Reserse Kriminal Polri. Namun, satgas mesti bergegas menyingkap ke mana saja aliran dana koperasi dan aset-aset koperasi? Jangan lupa pula menelusuri dari mana saja asal muasal dana anggota yang jumlahnya fantastis itu. Pertaruhan titik terang dibutuhkan untuk mengembalikan citra sejati koperasi yang ternoda.