Satgas Gerak Cepat, Koperasi Bermasalah Diminta Kooperatif
Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah bergerak cepat. Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama jadi salah satu prioritas yang akan dikawal agar segera mengembalikan dana anggota koperasi sesuai putusan PKPU.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah bergerak cepat. Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama yang gagal bayar diminta kooperatif dalam menyelesaikan pengembalian dana anggota koperasi. Seluruh data neraca keuangan, termasuk kepemilikan aset, diminta sudah dapat diserahkan dalam sepekan ke depan.
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, sebagai salah satu koperasi bermasalah yang didatangi pertama oleh Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah, diminta menanggapi keluhan anggota koperasi. Dalam proses pengembalian dana, KSP Sejahtera Bersama diwajibkan membayar melalui rekening bank sehingga mudah dikontrol oleh satgas.
Staf Khusus Bidang Hukum Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Agus Santoso, selaku Ketua Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah, didampingi praktisi hukum restrukturisasi Yudi Wibisana, saat mendatangi kantor KSP Sejahtera Bersama di Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/1/2022), mengatakan, pihaknya meminta pengurus koperasi untuk memberikan pernyataan tertulis mengenai kesediaan semua data, informasi, keterangan yang benar dan akurat. Tenggat waktunya 19 Januari 2022. Data tersebut, antara lain, neraca keuangan dari tahun 2019 hingga 2021.
Seusai dengan tugasnya, Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah akan mengawal KSP Sejahtera Bersama dalam pelaksanaan perjanjian damai atau homologasi putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Pembayaran sudah diatur dalam 10 tahap pembayaran kepada seluruh anggota koperasi.
Selain melakukan pendampingan dengan tujuan pembayaran simpanan anggota koperasi sesuai putusan PKPU, satgas akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, supaya bisa selangkah lebih maju dalam proses pembayaran kepada anggota. Data keanggotaan koperasi, termasuk pengawasan dan verifikasi aset, akan dijaga kerahasiaannya.
Satgas terdiri dari tim verifikasi data anggota (simpanan dan pinjaman), tim verifikasi aset dan penilaian aset, dan tim legal yang didukung sekretariat. Tim legal inilah yang akan memastikan semua dokumen diverifikasi, dibuat berita serah terima, dan dijaga kearsipannya.
”Untuk menjaga integritas dari proses ini, kami meminta seluruh proses transaksi pengembalian dana melalui rekening perbankan. Tidak berbentuk tunai. Karena itu, satgas juga melibatkan tim PPATK (Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan),” kata Agus.
Agus meminta pengurus KSP Sejahtera Bersama tidak mencoba-coba untuk memberikan iming-iming dan suap kepada petugas Satgas PKB. Seluruh transaksi pembayaran harus melalui rekening sehingga mudah dilacak oleh PPATK.
Yudi menambahkan, Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah tidak hanya bertugas untuk koperasi, tetapi juga anggota koperasi. Sebagaimana diinginkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, penyelesaian ini lebih diutamakan pada pengawalan proses putusan PKPU.
”Artinya, penyelesaian berdasarkan resolusi aset dan disepakati di pengadilan. Tidak menggunakan upaya-upaya lain. Anggota diharapkan tidak melulu menggunakan ’pisau pidana’ yang ujungnya pada penghukuman pribadi, bukan pengembalian dana. Katanya KSP Sejahtera Bersama mempunyai aset, kami minta serahkan dokumen asetnya berikut bukti kepemilikannya. Kami mencoba untuk menutupi kemungkinan kecurangan yang terjadi baik di anggota maupun koperasinya,” jelas Yudi.
Menurut Yudi, keberadaan satgas merupakan tanda kehadiran negara terkait potensi chaos yang diakibatkan oleh koperasi bermasalah. Sebetulnya, tidak hanya KSP Sejahtera Bersama. ”Justru itulah diperlukan sikap cooling down (dingin)semua pihak untuk sama-sama menyelesaikan secara baik,” ujarnya.
Pengelolaan aset
Ketua Pengawas KSP Sejahtera Bersama Iwan Setiawan menjelaskan, sesuai peraturan Menteri Koperasi dan UKM, dana yang dihimpun dari anggota disalurkan kembali dalam bentuk pinjaman. Awalnya, KSP Sejahtera Bersama berbentuk koperasi serba usaha (KSU). Selain usaha ritel, KSP ini juga berinvestasi dengan bekerja sama dengan Inkopal (Induk Koperasi Angkatan Laut) untuk membantu pembangunan rumah bagi anggota.
”Kebetulan, saat (memiliki) kelebihan likuiditas, kami membeli hotel untuk branding (membangun merek) koperasi. Kami juga sadar, ketika kami memiliki (hotel) itu akan sangat menyita likuiditas koperasi. Maka, kami ’go public’ hotel ini dalam bentuk unit penyertaan sehingga uangnya bisa kembali ke anggota koperasi. Tadinya, properti ini akan dimiliki oleh anggota sendiri, tetapi karena keburu pandemi, akhirnya agak sempat terhenti,” jelas Iwan.
Tentunya, kata Iwan, investasi ini bukan dilakukan sendiri oleh pengurus KSP Sejahtera Bersama, melainkan diserahkan ke perusahaan manajemen aset. Dana anggota itu ditempatkan sesuai dengan perundang-undangan, seperti pinjaman kepada anggota dan membeli reksa dana.
Karena awalnya KSU, kata Iwan, KSP Sejahtera Bersama memiliki unit usaha yang terpisah. Namun, sahamnya dimiliki oleh KSP Sejahtera Bersama. Semua ini juga sudah dibuat laporan tahunan dan diaudit oleh akuntan publik serta sudah dilaporkan di rapat anggota tahunan (RAT).
”Sampai tahun 2019, sebelum pandemi, kami sudah berjalan 16 tahun dan berjalan dengan baik. Begitu pandemi, terus terang saja, sebagian besar dari dana kami ini, kami memberikan pinjaman (secara) besar-besaran kepada usaha menengah kuliner dan segala macam. Namun, ketika pandemi, pendapatan kami berhenti,” kata Iwan.
Akibatnya, kata Iwan, para peminjam itu meminta restrukturisasi pengembalian pinjaman. Berbeda dengan restrukturisasi di perbankan, biaya jasa tetap diharuskan masuk. Namun, di KSP Sejahtera Bersama, jasa tidak bisa masuk. Jadi, satu tahun penuh benar-benar tidak membayar pinjamannya. Dengan demikian, jasa dan cicilan itu menjadi penambahan plafon hutang di tahun berikutnya.
Otomatis, lanjut Iwan, pendapatan KSP Sejahtera Bersama terhenti. Sementara anggota lainnya sangat membutuhkan dana untuk kebutuhan modal. Ketika satu atau dua orang tidak dapat mengambil dananya, semua anggota secara bersamaan meminta dananya kembali.
”Di situlah mismatch terjadi. Kami akui, pinjaman yang kami berikan itu berjangka tiga hingga lima tahun. Sementara sebagian besar pinjaman kami ada di jangka pendek, yakni tiga hingga satu tahun. Dana belum tertarik, sementara sudah ada yang jatuh tempo,” jelas Iwan.