Terpaksa Libur Melaut, Nelayan Cantrang Jateng Tuntut KKP Percepat Pengurusan Izin
Nelayan cantrang pantura Jateng mengeluhkan lamanya proses pengurusan izin usaha perikanan. Mereka menuntut pengurusan perizinan dilakukan cepat agar bisa segera kembali melaut.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta kapal-kapal cantrang asal pantura Jawa Tengah yang sedang melaut untuk kembali dan mengurus perizinan. Meski demikian, setelah sepekan sampai di darat, pengecekan fisik kapal tak kunjung dilakukan. Hal ini dikeluhkan para nelayan karena menghambat aktivitas ekonomi mereka.
Pekan lalu, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap serta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengadakan pertemuan dengan perwakilan nelayan cantrang Jateng. Dalam pertemuan itu, nelayan cantrang diberi waktu sepuluh hari untuk kembali ke darat guna mengurus perizinan. Jika lebih dari sepuluh hari masih beroperasi, mereka akan dikenai sanksi.
Dokumen perizinan yang perlu diurus dalam rangka perubahan alat tangkap dari cantrang menjadi jaring tarik berkantong meliputi surat izin usaha perikanan, persetujuan pengadaan kapal perikanan, buku kapal, dan surat izin penangkapan ikan. Untuk mendapatkan dokumen-dokumen tersebut, setiap kapal harus menjalani cek fisik yang dilakukan petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Meski demikian, hingga sepekan setelah para nelayan mendarat, pengecekan fisik tak kunjung dilakukan. Padahal, para nelayan perlu segera menyelesaikan urusan perizinan agar bisa kembali melaut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
”Kapal saya yang baru melaut kurang dari 30 hari sudah disuruh merapat (ke darat) mengurus perizinan. Padahal, normalnya kami melaut sekitar 90 hari. Mau tak mau, kami pulang dengan hasil tangkapan yang tidak maksimal,” kata Suryadi (47), pemilik kapal asal Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Rabu (19/1/2022).
Dengan asumsi akan melaut selama tiga bulan, kapal cantrang milik Suryadi berangkat ke perairan Kalimantan dengan biaya perbekalan sebesar Rp 300 juta. Adapun hasil melaut selama sebulan terakhir diperkirakan tidak sampai Rp 70 juta. Menurut Suryadi, kerugian itu tidak hanya ditanggung pemilik kapal, tetapi juga awak kapal. Adapun jumlah awak kapalnya sebanyak 20 orang.
Suryadi dan awak kapal yang bekerja padanya hanya sebagian kecil dari nelayan yang terdampak kebijakan tersebut. Berdasarkan data Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jateng, ada sekitar 1.000 kapal cantrang dari Brebes, Kota Tegal, Batang, Pati, dan Rembang yang diminta kembali ke tempat asalnya. Sedikitnya 25.000 orang bekerja di kapal-kapal itu.
Sebagai bentuk protes, ratusan nelayan cantrang di Kota Tegal mendatangi kantor Wilayah Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tegal di kompleks Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari. Seusai mendatangi kantor tersebut, para nelayan bergerak menuju Jalan Lingkar Kota Tegal dan memblokade jalan dengan pembatas air atau water barrier. Aksi itu sempat menimbulkan kemacetan. Tak berselang lama, petugas TNI dan Polri meminta mereka membubarkan diri.
Ketua HNSI Jateng Riswanto mengatakan, melalui aksi tersebut para nelayan menuntut agar Kementerian Kelautan dan Perikanan mempercepat proses pengurusan dokumen perizinan. Berdasarkan pengalaman terdahulu, proses pengurusan dokumen perizinan memakan waktu hingga sebulan.
”Teman-teman nelayan sudah berkomitmen, diminta segera merapat dalam sepuluh hari juga sudah merapat. Sekarang kami minta komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mempercepat pengecekan fisik kapal supaya kami bisa segera mengurus dokumennya. Jumlah petugas pengecekan fisik yang saat ini masih sedikit juga diharapkan ditambah sehingga waktu pengecekan bisa dilakukan lebih cepat,” tutur Riswanto.
Empat bulan terakhir, lanjut Riswanto, para nelayan cantrang sudah mencoba mengajukan persyaratan pembuatan dokumen perizinan secara daring. Namun, sebagian berkas yang dikumpulkan nelayan ditolak karena kesalahan pemasukan (input) data. Dari ratusan kapal yang mencoba mengajukan perizinan sejak empat bulan lalu, yang sudah rampung baru sekitar 50 kapal.
”Mengingat saat ini situasinya luar biasa, kami berharap ada penanganan khusus. Jangan disamakan dengan penanganan biasanya. Perlu ada hal-hal yang dilonggarkan supaya bisa dipercepat,” ucapnya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Pangan Kota Tegal Sirat Mardanus menyatakan keprihatinannya atas peristiwa itu. Tidak hanya merugikan dari segi ekonomi, penumpukan kapal nelayan di pelabuhan karena menunggu pengurusan dokumen, disebut Sirat, juga rawan memicu kerusakan kapal akibat saling bersenggolan dengan kapal lain hingga kebakaran kapal. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya telah bekerja sama dengan pemadam kebakaran setempat untuk berjaga di sekitar pelabuhan.
”Proses pengurusan perizinan selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat. Sebenarnya, di daerah, kami punya petugas yang berkompeten untuk membantu percepatan. Misalnya petugas cek fisik, kami ada dua orang yang siap membantu,” kata Sirat.
Setelah nelayan cantrang Kota Tegal menggelar unjuk rasa, Pelaksana Tugas Direktur Perizinan dan Kenelayanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Mochamad Idnillah mengirimkan surat kepada para pengelola pelabuhan di Batang, Tegal, Rembang, dan Pati. Dalam surat bernomor B.74/DJPT.5/KP.410/I/2022 tentang pelayanan perizinan usaha perikanan tangkap tersebut, para pengelola pelabuhan diminta mempercepat pelayanan perizinan usaha subsektor penangkapan ikan dan pengangkutan ikan.
”Melalui kegiatan tersebut juga akan dilakukan pendampingan kepada para pelaku usaha dalam proses perizinan usaha perikanan tangkap secara online. Untuk itu, kami mengharapkan bantuan saudara agar dapat menginformasikan pelaksanaan kegiatan dimaksud kepada para pelaku usaha di wilayah masing-masing,” kata Mochamad.