Penggiat Usaha Mikro di Papua Terbantu Realokasi APBD
Alokasi APBD yang tepat sangat membantu pelaku usaha mikro di Papua. Mereka tetap mampu menghasilkan komoditas yang bernilai ekonomis walaupun di tengah situasi pandemi Covid-19.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Penggiat sektor ekonomi mikro terbantu dengan realokasi anggaran dari pemerintah daerah di Papua untuk penanganan dampak Covid-19. Mereka berharap program tersebut dapat berjalan konsisten agar mendorong produktivitas kerja di tengah pandemi yang melanda Papua.
Ketua Kelompok Cahaya Tani Hindarto Wibowo, yang berasal dari Kabupaten Keerom, saat ditemui Kompas di Pelabuhan Jayapura, Rabu (25/11/2020), mengatakan, pihaknya dapat memasok 15,5 ton jagung ke Blitar, Jawa Timur, untuk pertama kalinya berkat bantuan dari realokasi anggaran Pemerintah Kabupaten Keerom.
Hasil panen jagung kering Kelompok Cahaya Tani yang berasal dari Kampung Arsopura, Keerom, menjadi komoditas pakan ternak untuk Koperasi Putra Blitar. Pengiriman 15,5 ton jagung kering ke Blitar melalui Pelabuhan Jayapura pada Rabu siang,
Pemerintah Kabupaten Keerom mengembangkan program sentra jagung di 34 kampung atau desa dengan luas lahan 1.000 hektar. Program ini menggunakan dana yang bersumber dari realokasi anggaran untuk penanganan dampak Covid-19 sebesar Rp 4,7 miliar.
Adapun dalam program ini, Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Keerom menyiapkan mesin tanam, benih, pupuk, mesin untuk panen jagung, dan alat untuk mengurangi kadar air dalam jagung dari hasil realokasi anggaran untuk dampak Covid-19.
”Kami sangat bersyukur dengan adanya bantuan dari realokasi anggaran untuk penangan Covid. Masyarakat bisa meraih keuntungan dengan harga jual jagung kering senilai Rp 2.500 per kilogram. Sementara pihak Koperasi Putera Blitar membeli produk kami seharga Rp 4.000 per kilogram,” ujar Hindarto.
Sementara itu, Koordinator Kelompok Tani Nenemtap di daerah Genyem, Kabupaten Jayapura, Michael Bano, saat dihubungi dari Jayapura, Sabtu (28/11/2020), mengatakan, pihaknya telah mendapatkan bantuan pembangunan tiga unit bangunan industri sagu beserta dengan mesin untuk pengolahan komoditas tersebut dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM danTenaga Kerja Provinsi Papua tahun ini. Pembangunan fasilitas tersebut sudah mencapai 90 persen.
Kelompok Tani Nenemtap memiliki 20 petani. Setiap petani memiliki luas lahan kebun sagu mencapai 5-10 hektar sagu. Sebelum adanya fasilitas bangunan dan mesin tersebut, para petani hanya menggunakan kayu untuk mengolah sagu di kebunnya.
”Selama ini, para petani membudidayakan sagu dengan cara tradisional. Mereka hanya menjual sagu ke pasar apabila membutuhkan biaya sekolah untuk anaknya. Dengan kehadiran fasilitas ini, kami akan bekerja memproduksi sagu yang berkualitas lebih rutin,” tutur Michael.
Rose Sarareni, pemilik usaha Ikan Asar Saireri, mengatakan, ia mendapatkan bantuan sebesar Rp 13 juta dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Tenaga Kerja Provinsi Papua untuk pembelian alat kerja. Dengan alat tersebut, Rose mengaku, ia akan meningkatkan produksi komoditas buatannya per bulan dan membuka lapangan pekerjaan baru.
”Produk kami berupa perpaduan sambal dan ikan asar khas wilayah Saereri, Papua. Per bulan, saya bisa menghasilkan 30-50 botol produk ini. Dengan bantuan alat dari pemerintah daerah, mudah-mudahan saya bisa menghasilkan 100 botol per bulan,” ujar Rose.
Ia berharap pemda setempat lebih aktif menyiapkan program untuk mendukung UMKM. Caranya dengan mendorong perusahaan di bidang e-commerce atau digital untuk memasarkan produk UMKM dari Papua.
Novita Natalia Tuhusula, pemilik usaha pembuatan Selai Holima di Wamena, Kabupaten Jayapura, turut mendapatkan bantuan Rp 13 juta untuk pembelian lima mesin untuk produksi. Ia berharap Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Tenaga Kerja Provinsi Papua segera merealisasikan pembelian alat-alat untuk membuat produk selai dari buah merah, stroberi, dan nanas.
”Kami berharap bantuan untuk pembelian mesin segera direalisasikan. Dengan tambahan mesin yang lebih modern, kami dapat meningkatkan produksi pembuatan selai yang saat ini baru mencapai 100 botol per hari,” kata Novita.