Indonesia akan menjadi tuan rumah Global Platform for Disaster Risk Reduction pada 23-28 Mei 2022. Ini diharapkan jadi momen penguatan kerja sama internasional dalam penanggulangan bencana, terutama di kawasan strategis.
Oleh
ANDRE NOTOHAMIJOYO
·5 menit baca
Setelah pengamanan arus mudik/arus balik libur Idul Fitri tahun 2022 selesai, banyak evaluasi yang perlu dilakukan, khususnya terkait dengan obyek vital negara yang menjadi tumpuan arus mudik.
Obyek vital yang menjadi tumpuan arus mudik masyarakat itu harus mendapatkan perhatian khusus dari sisi risiko bencana ataupun gangguan keamanan. Pasalnya, obyek vital tersebut tidak hanya berperan penting dalam arus mudik dan arus balik, tetapi juga dalam lalu lintas perdagangan nasional.
Salah satu obyek vital yang sangat strategis tersebut adalah Pelabuhan Penyeberangan Merak di Kota Cilegon, Banten. Kota Cilegon merupakan kawasan strategis yang terletak di ujung barat Pulau Jawa dan menjadi penghubung Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Sebagian besar penduduk Indonesia merupakan penghuni kedua pulau tersebut.
Lalu lintas manusia dan perdagangan Jawa-Sumatera sangat tergantung dari Pelabuhan Merak di Kota Cilegon dan Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan. Lonjakan pemudik tahun 2022 yang menggunakan Pelabuhan Merak-Bakauheni menyebabkan berbagai masalah, seperti kemacetan total hingga sepanjang 4 kilometer menuju pelabuhan dan banyak pemudik yang ketinggalan kapal penumpang.
Di luar masalah itu, ini merupakan bukti posisi strategis pelabuhan tersebut. Kota Cilegon terdiri dari kawasan industri (industri baja, industri kimia, dan Pertamina), infrastruktur kritis (PLN, PLTU, pelabuhan penyeberangan, dan pelabuhan barang), dan kawasan wisata (Pulau Merak Kecil, Bukit Cipala).
Potensi gempa dan tsunami
Kawasan strategis Cilegon memiliki potensi bahaya gempa bumi dan tsunami yang berasal dari beberapa sumber, antara lain sesar aktif Selat Sunda, zona Graben Selat Sunda, dan erupsi Gunung Anak Krakatau.
Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) pada 8 Februari 2022 menyampaikan Laporan Mitigasi Bahaya Kegempaan dan Tsunami Kawasan Industri Cilegon. Di dalam laporan tersebut BMKG memprediksi potensi sumber gempa bumi megathrust dengan magnitudo 8,7.
Apabila skenario terburuk tersebut terjadi, kawasan Cilegon akan terdampak dengan tingkat intensitas guncangan VI-VII (sedang-kuat) dan akibat kerusakan yang sangat serius. Berdasarkan analisis dan pemodelan tsunami tersebut, potensi genangan tertinggi diperkirakan mencapai 8,28 meter di Pelabuhan Merak dan sekitarnya.
Genangan tinggi disebabkan posisi pelabuhan pada teluk yang menghadap celah sempit (selat) dan berseberangan dengan Pulau Merak Besar yang memungkinkan terjadinya amplifikasi atau penguatan tsunami di lokasi tersebut.
Genangan tsunami diperkirakan mencapai jarak maksimum sekitar 1,5 km dari tepi pantai di kawasan landai, seperti Tegalratu (Kecamatan Ciwandan) dan Warnasari (Kecamatan Citangkil).
Berdasarkan analisis dan pemodelan tsunami tersebut, potensi genangan tertinggi diperkirakan mencapai 8,28 meter di Pelabuhan Merak dan sekitarnya.
Bencana ikutan akibat gempa bumi dan tsunami juga berpotensi terjadi di kawasan industri Cilegon, seperti bencana kegagalan teknologi berupa kebakaran, sebaran zat kimia yang berbahaya, ledakan akibat bahan kimia, atau tumpahan minyak.
Pemerintah perlu waspada terkait banyaknya obyek vital dan strategis negara di kawasan tersebut. Tanpa upaya mitigasi bencana yang berkesinambungan, dampak serius tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar Cilegon, tetapi juga perekonomian nasional.
Pemerintah perlu mengantisipasi hal tersebut sejak dini. Pertama, pemerintah harus memperkuat pemahaman terhadap risiko bencana lintas pemangku kepentingan. Diperlukan penguatan pemahaman bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity).
BMKG telah memperbarui dan menyebarluaskan Peta Bahaya Tsunami tahun 2021. Namun, diperlukan juga updating pemetaan potensi bahaya ikutan berupa potensi kegagalan teknologi di Kota Cilegon. Kerja sama untuk updating data kerentanan lintas kementerian/lembaga (K/L), seperti jumlah penduduk, jumlah industri dan fasilitas kritis, serta perubahan tutupan lahan, harus terus dioptimalkan.
Kedua, pemerintah daerah perlu cepat tanggap dalam membangun kapasitas semua pemangku kepentingan di Cilegon dan sekitarnya. Koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah pusat harus secara intensif dilakukan. Upaya tersebut sangat penting dalam mitigasi bencana.
Hingga saat ini baru terbentuk empat Kelurahan Tangguh Bencana dari 43 kelurahan yang ada di Kota Cilegon, yaitu di Gerem, Lebak Gede, Suralaya, dan Warnasari.
Di sisi lain, upaya peningkatan kapasitas kebencanaan di kawasan industri secara khusus juga belum terlihat. Berdasarkan pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2021 oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks risiko bencana Kota Cilegon pada 2021 sebesar 121,23 (sedang).
Meskipun IRBI tersebut menurun dari sebelumnya pada tahun 2019 sebesar 147,21 (tinggi), peningkatan kapasitas kebencanaan tetap wajib dilakukan. Diperlukan langkah yang cepat dalam peningkatan kapasitas kelembagaan tersebut.
Ketiga, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah perlu menyusun dokumen perencanaan penanggulangangan bencana terkait yang melibatkan multipihak, termasuk industri barang, jasa, sekolah, rumah sakit, pemadam kebakaran, pariwisata, dan lainnya. Dokumen seperti Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Kontinjensi Gempa Bumi dan Tsunami, Rencana Kontinjensi Kegagalan Teknologi, hingga Area Business Continuity Plan (BCP) Kawasan Industri Kota Cilegon perlu segera disusun atau diperbarui.
Keempat, pemerintah perlu membangun/memperkuat sistem mitigasi gempa bumi dan tsunami melalui berbagai upaya seperti penyiapan sarana evakuasi (sirine, jalur, rambu, tempat evakuasi), command center, serta edukasi dan latihan rutin untuk seluruh masyarakat di Kota Cilegon.
Kelima, menyiapkan sarana akses langsung peringatan dini bencana serta penyebarluasan informasi kewaspadaan bencana secara cepat kepada seluruh pihak/elemen dan masyarakat di daerah masing-masing di Kawasan Strategis Selat Sunda dan Cilegon.
Keseluruhan proses mitigasi bencana harus menjadi komitmen bersama lintas K/L dan pemangku kepentingan. Di sinilah tantangan yang sesungguhnya, terlebih Indonesia akan menjadi tuan rumah Global Platform for Disaster Risk Reduction (GDPRR) pada 23-28 Mei 2022. Ini merupakan pertemuan internasional yang dikoordinasikan oleh United National Disaster Risk Reduction (UNDRR) terkait penanggulangan bencana.
Diharapkan Indonesia tidak hanya sukses sebagai penyelenggara, tetapi juga dari sisi penguatan kerja sama internasional dalam penanggulangan bencana terlebih di kawasan strategis. Menjaga kawasan strategis dan obyek vital negara di Kawasan Cilegon harus mendapatkan perhatian khusus seluruh pihak.
Andre Notohamijoyo, Pemerhati Bencana, Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia