Pandemi Covid-19 meningkatkan minat kuliah secara daring atau bauran. Penting bagi institusi pendidikan tinggi untuk mengembangkan sumber daya pembelajaran digital melalui MOOCs.
Oleh
ABDUL HARIS
·5 menit baca
Virus Covid-19 yang muncul pertama kali di Wuhan, China pada akhir tahun 2019 dan kemudian menjadi pandemi global pada awal tahun 2020 telah mengubah pola hidup dan kehidupan umat manusia di dunia. Bukan hanya di bidang kesehatan dan ekonomi, pandemi turut menggeser orientasi pendidikan dan pola pembelajaran mahasiswa.
Selain itu, karakter generasi milenial dan generasi Z yang cenderung menyukai fleksibilitas juga turut mengakselerasi perubahan tersebut. Bagi generasi generasi milenial dan generasi Z, tujuan belajar bukan sebatas untuk memenuhi rasa ingin tahu apalagi menunaikan formalitas belaka. Bagi mereka, belajar adalah proses seumur hidup (life-long learning) untuk menghadapi berbagai perkembangan zaman yang dinamis.
Mahasiswa saat ini cenderung kurang menyukai pekerjaan monoton sepanjang hidupnya. Alih-alih memilih proyeksi pekerjaan formal yang penuh rutinitas, mereka lebih menggemari ekosistem gig economy, dimana mereka dapat memilih pekerjaan secara luwes.
Oleh karena itu, mereka perlu keterampilan yang lebih banyak dan lebih kompleks untuk unggul di dunia kerja. Kontras dengan generasi sebelumnya yang mengandalkan keahlian pada satu bidang tertentu, situasi saat ini menuntut mereka menjadi insan pembelajar seumur hidup yang adaptif, seiring perkembangan dunia yang kian rumit dan kemajuan teknologi yang mendisrupsi berbagai profesi.
Bagi generasi generasi milenial dan generasi Z, tujuan belajar bukan sebatas untuk memenuhi rasa ingin tahu apalagi menunaikan formalitas belaka.
Sistem pembelajaran pasca pandemi
Pandemi Covid-19 telah mengubah kehidupan masyarakat menjadi semakin tergantung kepada akses internet, baik untuk pekerjaan maupun pembelajaran. Berdasarkan data yang dirilis Future Learn, sebanyak 81 persen masyarakat yang mengubah kariernya sejak awal pandemi, mengaku bahwa kuliah-kuliah daring (online) yang tersedia di berbagai platform telah membantu mereka menguasai keterampilan baru.
Seiring dengan perubahan preferensi masyarakat yang menyukai proses pembelajaran fleksibel berbasis teknologi, mahasiswa kini lebih memilih untuk belajar daring daripada kelas tatap muka tradisional. Dalam kata lain, terjadi peningkatan minat yang signifikan untuk pelaksanaan kelas daring atau kelas bauran, dibanding kelas luring.
Fenomena di atas mengindikasikan pentingnya institusi pendidikan tinggi untuk mengembangkan sumber daya pembelajaran digital melalui massive open online courses (MOOCs), e-learning, dan materi terbuka. Mahasiswa menyukai kebebasan untuk memilih sendiri materi pembelajaran dan waktu belajar, di mana pun dan kapan pun.
Oleh karena itu, penyelenggara pendidikan tinggi yang memiliki tugas untuk mencetak lulusan yang relevan dengan perkembangan zaman, perlu melakukan reorientasi sistem pembelajaran termasuk di dalamnya menyediakan katalog pembelajaran dan mendemonstrasikan aspek-aspek kunci yang harus dikuasai mahasiswa. Melalui MOOCs, mereka dapat menyusun pembelajaran sesuai dengan minat dan arah pengembangan karir secara mandiri.
Ekosistem pembelajaran
Ekosistem pembelajaran daring juga menciptakan pendidikan yang inklusif dengan meruntuhkan barier biaya dan isolasi geografis. Tak mengherankan bahwa laporan survei yang dilakukan Universitas Indonesia juga menyebut 33 persen mahasiswa memilih platform pembelajaran daring sebagai pilihan utama dalam pembelajaran dengan tiga alasan utama: jadwal kuliah yang fleksibel, melatih keterampilan teknologi, dan materi ajar dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan.
Para ahli sepakat bahwa pendidikan bauran yang terkadang disebut active learning atau hybrid learning berbasis digital adalah pendekatan pembelajaran yang penting di masa kini. Metode tersebut memberikan keleluasaan bagi peserta didik untuk menentukan minat, memilih dosen, dan menetapkan bentuk pembelajarannya.
Seiring dengan penemuan vaksin yang mendorong proses pemulihan pasca pandemi, mahasiswa saat ini perlu untuk mengejar banyak ketertinggalan atau learning loss yang disebabkan oleh pandemi. Institusi pendidikan tinggi dapat menyediakan teknologi pembelajaran yang mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka secara fleksibel dan terjangkau.
Masalah tersebut sangat mungkin dapat diselesaikan dengan memanfaatkan MOOCs, pengembangan materi terbuka, dan jam belajar yang fleksibel. Hal ini sejalan dengan tren peningkatan pekerja bebas (self-employed) ala generasi milenial dan generasi Z yang menyukai fleksibilitas. Ada peluang besar bagi mahasiswa, pekerja, dan mitra pendidikan untuk memperoleh manfaat dari pergeseran perilaku masyarakat yang cenderung ke arah digital.
Keahlian masa depan
Perubahan dunia yang dramatis dan pesat akibat pandemi juga telah mengubah skills yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dunia pasca pandemi. Pendidikan tinggi dapat memainkan peran krusial dengan menyuplai sumber daya pembelajaran yang fokus kepada masalah masa depan, mengubah pola kerja, dan mengantisipasi dampak otomatisasi pekerjaan. Saat ini, mahasiswa sangat dituntut akan kemampuan berpikir kritis, merencanakan tim secara strategis, kreativitas, empati, memiliki dasar-dasar keterampilan digital, dan manajemen waktu yang tidak lagi terlihat dalam pola kehidupan gig economy.
Tren lain yang muncul selama pandemi adalah pengakuan bahwa orang tidak lagi berharap memiliki satu pekerjaan seumur hidup. Implikasinya, kesempatan belajar dan pembelajaran sepanjang hayat harus menjadi prioritas bagi mahasiswa dan pekerja.
Tren lain yang muncul selama pandemi adalah pengakuan bahwa orang tidak lagi berharap memiliki satu pekerjaan seumur hidup.
Para pembuat kebijakan juga seyogianya menyambut perubahan ini dengan aturan-aturan yang mendukung pembelajaran berkelanjutan. Melalui program-program pengembangan pengetahuan berkesinambungan dan pendidikan vokasional, Indonesia mampu meningkatkan daya saing sehingga masyarakat memperoleh pekerjaan, terus relevan dengan kebutuhan, dan terus mencapai peningkatan karier.
Sangat menarik untuk melihat bahwa sebagian besar mahasiswa memperoleh pekerjaan yang tidak sesuai dengan jurusan pendidikan formalnya. Namun, mereka mampu mengisi celah tersebut melalui kursus-kursus daring berbasis kejuruan yang tersedia di berbagai platform.
Saat ini keterampilan juga bukan menjadi hal utama yang dicari oleh pemberi pekerjaan, melainkan potensi belajarnya. Alih-alih datang sebagai seorang ahli, para lulusan saat ini justru berharap memperoleh peningkatan keterampilan dan pengembangan kemampuan dari tempat mereka bekerja. Mereka berharap agar atasannya membantu mereka dalam meningkatkan produktivitas agar sesuai dengan sifat pasar kerja yang dinamis. Jadi, tampaknya para mahasiswa sangat mempertimbangkan bagaimana mereka dapat terus memperoleh keterampilan dan pengetahuan baru dalam dunia kerja, karena itu pendidikan harus terjangkau dan berkelanjutan.
Generasi milenial dan generasi Z yang tumbuh di tengah pandemi Covid-19 memiliki pola belajar dan pola hidup yang menyukai keleluasaan. Mengingat bahwa mereka sendiri menggemari pekerjaan yang bebas dan dinamis, sangat penting untuk membekalinya dengan keterampilan yang sesuai dengan perubahan tersebut.
Kebutuhan tersebut dapat difasilitasi melalui pengembangan sumber daya pembelajaran berbasis digital yang fleksibel dan terjangkau, serta banyak pilihan materi. Terlebih, anak-anak muda saat ini telah terbiasa berinteraksi dengan teknologi komunikasi dan internet, sehingga mampu cepat beradaptasi. Pembelajaran yang sesuai dengan karakter masa depan, khususnya pasca pandemi Covid-19, adalah pembelajaran seumur hidup berbasis digital.
Abdul Haris, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Indonesia