Arah Baru Internasionalisasi Bahasa Indonesia
”Political will” jadi salah satu penentu bagaimana Indonesia bisa bernegosiasi dengan anggota ASEAN lain dalam rangka mendapat pengakuan dari negara-negara itu untuk menggunakan bahasa Indonesia. Kemenlu RI harus aktif.
Saat ini kita tengah dihebohkan oleh pernyataan Perdana Menteri Malaysia terkait penguatan bahasa Melayu sebagai bahasa ASEAN.
Pernyataan Dato’ Sri Ismail SY di tengah lawatannya ke Indonesia itu kian diperjelas oleh Menlu Malaysia Datuk Seri Saifuddin Abdulla yang menggunakan bahasa Melayu dalam kunjungan ke beberapa negara tetangga. Ia juga menulis surat resmi kepada Menlu AS Antony Blinken dengan bahasa Melayu.
Ini menjelaskan secara gamblang bahwa Malaysia serius terhadap hal itu. Melihat keseriusan ini, kita seolah geram dan tidak terima. Walau terlahir dari bahasa Melayu, bahasa Indonesia memiliki karakteristik bahasa yang berbeda, tata bahasa, dan jumlah penutur bahasa yang lebih baik dibandingkan bahasa Melayu. Apalagi Indonesia telah lebih dulu mendeklarasikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN.
Pendekatan baru
Lantas bagaimana selanjutnya strategi kita dalam percepatan internasionalisasi bahasa Indonesia? Kajian terhadap internasionalisasi bahasa sering kali dipisahkan dari kajian politik kebijakan luar negeri. Banyak pemerhati bahasa yang mengkaji aspek internasionalisasi ini sebatas pengembangan proses pembelajaran bahasa saja. Padahal, kajian terhadap internasionalisasi ini tak dapat dilepaskan dari aspek politik suatu negara untuk mendukung dan melaksanakan proses internasionalisasi tersebut.
Ini bukti nyata diplomasi kebahasaan hanya dikaji satu sisi dalam dimensi kebahasaan sehingga kita masih terbata-bata dalam proses diplomasinya.
Sebagai contoh, dalam laporan capaian politik dan fokus prioritas diplomasi Kemlu RI tahun 2021, kita belum melihat diplomasi kebahasaan sebagai salah satu poinnya. Ini bukti nyata diplomasi kebahasaan hanya dikaji satu sisi dalam dimensi kebahasaan sehingga kita masih terbata-bata dalam proses diplomasinya.
Pengkajian terhadap bahasa dan aspek penunjangnya menjadi bentuk aktualisasi bidang keilmuan bahasa. Bahasa tak hanya dikaji dalam kerangka aspek disipliner, tetapi secara majemuk juga memberikan ruang pada pengkajian multidisiplin bahkan intradisiplin.
Hubungan bahasa dengan masyarakat jadi kajian menarik untuk memberikan deskripsi keterkaitan aspek kebahasaan, sosiologi, bahkan politik. Kajian kebahasaan sosiolinguistik untuk membedah diplomasi kebahasaan tampaknya tak sampai menyentuh kerangka strategi interaksi dan interelasi yang berkaitan dengan negara.
Baca juga: Pengembangan Bahasa dan Sastra untuk Memartabatkan Bahasa Indonesia
Sementara itu, kajian sosiopolitik berada dalam ruang lingkup kajian mata rantai politik dan masyarakat serta struktur politik tanpa melibatkan aspek linguistik. Oleh karena itu, untuk membedah internasionalisasi bahasa, perlu pendekatan baru agar dapat mengupas berbagai fenomena terkait diplomasi kebahasaan tersebut.
Dalam hal ini, kita bisa menyebutnya kajian sosiopolitika linguistik. Kajian ini perpaduan antara sosiologi politik dan kajian linguistik. Sosiologi politik mengupas aspek-aspek mata rantai antara politik dan masyarakat, antara struktur-struktur sosial dan struktur-struktur politik, serta tingkah laku sosial dan tingkah laku politik. Adapun aspek linguistik mengacu pada seluruh kerangka keilmuan bahasa ataupun penyelidikan bahasa secara ilmiah.
Dengan demikian, konsep ini bisa membedah secara jelas bentuk, strategi, dan fungsi diplomasi kebahasaan sehingga dapat dijadikan landasan kebijakan atau peta jalan dalam percepatan internasionalisasi bahasa Indonesia ke depan.
Kebijakan strategis
Setiap negara memiliki impian bahasa negaranya menjadi lingua franca (bahasa dalam pergaulan internasional), diterima di banyak negara, dan digunakan dengan berbagai keuntungannya. Berbagai upaya internasionalisasi bahasa sudah dilakukan pemerintah, salah satunya ialah pelaksanaan Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) yang dimulai di sejumlah KBRI dan KJRI.
Upaya lain, pemberian beasiswa Darmasiswa Kemendikbudristek untuk belajar bahasa Indonesia di beberapa perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Beasiswa ini menjadi pemikat utama banyaknya penutur asing belajar bahasa Indonesia. Namun, program ini terhenti sementara sejak 2020 karena pandemi dan belum dimulai lagi hingga saat ini.
Lemahnya percepatan internasionalisasi bahasa Indonesia juga dipengaruhi minimnya konsistensi pelaksanaan peraturan terkait. Sejatinya, UU No 24/2009 sudah mengatur bagaimana bahasa Indonesia ini eksis di mancanegara, salah satunya dengan penggunaan pidato bahasa Indonesia untuk presiden, wakil presiden, dan pejabat negara lain di luar negeri. Bahkan, Perpres No 63/2019 bagian keempat menjelaskan secara gamblang hal ini.
Dalam hal ini, lembaga pemrakarsa, yakni Badan Bahasa Kemendikbudristek, harus tegas dengan amanat konstitusi itu. Bahkan, Badan Bahasa dengan penerus fungsi, yakni Balai Bahasa, bersinergi dengan pemda dalam rangka pengawasan.
Kemenlu RI harus terlibat aktif dalam program internasionalisasi bahasa ini.
Kebijakan ini perlu memperhatikan pula potensi geopolitik Indonesia yang strategis, ditambah lagi kekuatan nasional dalam aspek (1) geografi, (2) SDA, (3) kemampuan industri, (4) kesiagaan militer, (5) penduduk, (6) karakter nasional, (7) moral nasional, (8) kualitas diplomasi, dan (9) kualitas pemerintah sebagai poin unggul. Semua itu perlu dimobilisasi untuk percepatan internasionalisasi.
Political will jadi salah satu penentu bagaimana Indonesia bisa bernegosiasi dengan anggota ASEAN lain dalam rangka mendapatkan pengakuan dari negara-negara itu untuk menggunakan bahasa Indonesia.
Badan Bahasa sebagai lembaga pemrakarsa di bawah pemerintah juga harus aktif melakukan manuver untuk menunjukkan bahwa bahasa Indonesia memiliki karakteristik khusus yang tidak sama dengan bahasa lain. Selain itu, kemudahan akses untuk pemelajar asing belajar, kemudahan akses uji keterampilan berbahasa Indonesia, tersedianya bahan ajar yang memadai, dan tersedianya alat evaluasi yang obyektif untuk pemelajar asing harus menjadi propaganda utama saat ini.
Kemenlu RI harus terlibat aktif dalam program internasionalisasi bahasa ini. Semoga upaya ini menjadi kerangka baru dalam percepatan internasionalisasi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN.
FaizinMahasiswa Program Doktor Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Surabaya, Kepala Divisi Internasionalisasi Bahasa UMM