Implikasi Perang Rusia-Ukraina terhadap Perbankan
Perang Rusia-Ukraina berimplikasi besar terhadap industri perbankan Rusia dan Ukraina. Industri perbankan nasional di Indonesia juga akan kecipratan getahnya karena memiliki hubungan dagang dengan Rusia dan Ukraina.
Sebagai bagian dari sanksi ekonomi dunia terhadap Rusia yang menginvasi Ukraina, 24 Februari 2022, Uni Eropa menendang Rusia dari jaringan Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). Bahkan, tujuh bank Rusia dikeluarkan dari SWIFT.
Pemutusan SWIFT itu hanya salah satu dari bentuk sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia. Bagaimana implikasi perang Rusia-Ukraina terhadap industri perbankan?
Tujuh bank Rusia yang dikeluarkan dari SWIFT adalah VTB Bank, Bank Otkritie, Novikombank, Promsvyazbank, Rossiya Bank, Sovcombank, dan VEB (Vnesheconombank).
Namun, daftar itu tidak menyebutkan dua bank besar Rusia, yakni Sberbank dan Gazprombank, yang kini masih dibiarkan terhubung ke SWIFT untuk memungkinkan negara-negara Uni Eropa (UE) membayar pengiriman gas dan minyak Rusia.
Apa itu SWIFT? SWIFT adalah suatu jaringan komunikasi internasional antarbank atau lembaga keuangan di sektor jasa keuangan di dunia.
Saat ini jaringan komunikasi internasional yang berpusat di Belgia tersebut telah menghubungkan 11.000 bank dan lembaga keuangan di lebih dari 200 negara.
Karena itu, ketika jaringan SWIFT diputus, bank atau lembaga keuangan akan mati kutu.
Dampak ke perbankan
Sejauh mana implikasi perang Rusia-Ukraina terhadap industri perbankan? Pertama, SWIFT menjadi sarana utama dalam melakukan bisnis atau perdagangan internasional. Mengapa? Lantaran SWIFT mampu menjamin keamanan dan kecepatan tinggi dalam melakukan transaksi. Karena itu, ketika jaringan SWIFT diputus, bank atau lembaga keuangan akan mati kutu. Tidak mampu menjalankan bisnis.
Jauh sebelumnya, tepatnya Maret 2012, bank-bank Iran juga pernah mengalami pemutusan jaringan SWIFT sebagai sanksi ekonomi oleh UE. Sanksi yang terkait dengan program nuklir Iran itu melumpuhkan ekonomi negara tersebut.
Sebagai akibat dari dikeluarkannya Rusia dari SWIFT, perdagangan internasional Rusia juga akan surut dengan cepat. Perdagangan internasional (trade finance) terdiri dari ekspor, impor melalui letter of credit (L/C), bank garansi, dan transaksi derivatif lainnya.
Baca juga: Ekonomi Dunia Masih Tidak Menentu
Kedua, selain itu, SWIFT juga melayani transaksi jasa-jasa (services), seperti transfer masuk (ingoing transfers) dan transfer keluar (outgoing transfers). Terputusnya akses perbankan Rusia ke SWIFT menyebabkan pendapatan nonkredit (noninterest income) atau pendapatan dari komisi (fee-based income) bank-bank Rusia dari transaksi perdagangan internasional dan jasa-jasa juga turun signifikan.
Padahal, dalam situasi perekonomian global menukik tajam ke bawah seperti pada masa pandemi saat ini, bank akan menggenjot pendapatan dari komisi karena pendapatan dari bunga kredit (interest income) yang menurun.
Ketiga, apakah bank nasional di Indonesia juga akan kecipratan getah dari perang Rusia-Ukraina? Ya! Karena Indonesia juga memiliki hubungan dagang, baik dengan Rusia maupun dengan Ukraina.
Nilai transaksi ekspor Indonesia ke Rusia 864,08 juta dollar AS pada 2019. Nilai ekspor ini terus meningkat meskipun terjadi pandemi Covid-19, yakni naik 12,67 persen menjadi 973,54 juta dollar AS pada 2020 dan meningkat lagi 52,98 persen menjadi 1,49 miliar dollar AS pada 2021.
Sebaliknya, nilai impor tercatat 1,21 miliar dollar AS pada 2019, kemudian menurun 20,83 persen menjadi 957,89 juta dollar AS pada 2020, dan naik lagi 30,48 persen menjadi 1,25 miliar dollar AS pada 2021.
Sementara dengan Ukraina, nilai ekspor tercatat 256,10 juta dollar AS pada 2019, tetapi kemudian mengalami penurunan 12,59 persen menjadi 223,86 juta dollar AS pada 2020, dan meningkat lagi 86,27 persen menjadi 416,99 juta dollar AS pada 2021.
Sebaliknya, nilai transaksi impor 1,01 miliar dollar AS pada 2019, kemudian turun 4,65 persen menjadi 963,06 juta dollar AS pada 2020 dan meningkat lagi 7,99 persen menjadi 1,04 miliar dollar AS pada 2021.
Komoditas ekspor Indonesia ke Rusia dan Ukraina meliputi minyak sawit, kopra, kopi, nikel, karet, kertas, teh, dan rempah. Komoditas impor Indonesia dari Rusia meliputi besi dan baja setengah jadi, batubara, pupuk non-organik, bahan kimia, dan perlengkapan peluncuran pesawat (Kompas, 2/3/2022).
Dengan dikeluarkannya Rusia dari jaringan SWIFT, pendapatan bank nasional kita dari perdagangan internasional juga akan ikut tersendat-sendat.
Dengan dikeluarkannya Rusia dari jaringan SWIFT, pendapatan bank nasional kita dari perdagangan internasional juga akan ikut tersendat-sendat. Apa akibat di hilirnya? Cadangan devisa Indonesia dari transaksi ekspor juga bakal tertahan.
Keempat, jangan lupa bahwa transaksi perdagangan internasional itu—dalam hal ini ekspor—juga merupakan salah satu sumber cadangan devisa yang utama. Artinya, cadangan devisa Rusia hari demi hari akan terkuras meskipun Rusia negara besar dengan total cadangan devisa 630,21 miliar dollar AS (setara dengan Rp 9.453 triliun dengan kurs Rp 15.000 per dollar AS) per Januari 2022.
Sebagai perbandingan, cadangan devisa Amerika Serikat sebesar 40,35 miliar dollar AS, China 3.222 miliar dollar AS, Jepang 1.385,90 miliar dollar AS, India 632,95 miliar dollar AS dan Kanada 104,40 miliar dollar AS. Sementara untuk negara-negara ASEAN angkanya adalah Singapura 565,70 miliar dollar AS, Indonesia 141,34 miliar dollar AS, Malaysia 117,04 miliar dollar AS, Filipina 108,45 miliar dollar AS, dan Vietnam 105,23 miliar dollar AS.
Kelima, selain SWIFT, apakah tidak ada alat komunikasi internasional antarbank atau lembaga keuangan lainnya? Ada. Sebelum SWIFT lahir pada 3 Mei 1973, sesungguhnya sudah ada telegraphic test key (test key). Dengan demikian, ketika jaringan SWIFT diputus bagi bank-bank Rusia, kemungkinan besar mereka akan beralih untuk kembali menggunakan test key. Namun, tentu saja test key lebih lambat dibandingkan dengan SWIFT karena test key dilakukan secara manual atau bukan mesin elektronik, seperti halnya SWIFT.
Baca juga: Implikasi Ekonomi Perang Rusia-Ukraina
Test key juga hanya bisa dilakukan sejauh bank-bank Rusia dan bank-bank koresponden mitra bisnis mereka masing-masing masih menggunakan test key. Bisa jadi, ada bank yang sudah tidak memanfaatkan test key lagi dengan alasan sudah ada SWIFT yang lebih canggih, aman, dan cepat.
Keenam, perang akan mendorong nilai tukar mata uang Rusia, rubel, mengalami penurunan tajam. Pada 1 Maret 2022, nilai tukar rubel terhadap dollar AS merosot tajam 30 persen ke level terendah sepanjang sejarah menjadi 119 rubel per dollar AS.
Risiko lainnya yang tidak kalah beratnya adalah munculnya rush money, yakni ketika banyak orang menarik uang tunai secara besar-besaran, baik di mesin ATM maupun langsung dari konter bank. Hal itu biasa terjadi ketika suatu bank mengalami potensi risiko reputasi, apalagi dalam kondisi genting seperti perang Rusia-Ukraina.
Perang akan menghancurkan semuanya, termasuk bank.
Peristiwa rush money tersebut dapat terjadi di Rusia sebagai penyerang dan negara lebih besar, apalagi di Ukraina sebagai negara yang diserang dan negara yang lebih kecil. Perang akan menghancurkan semuanya, termasuk bank.
Manakala perang tak segera berakhir, bank bisa menderita risiko reputasi. Risiko reputasi adalah risiko sebagai akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholders) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Risiko reputasi dapat timbul dari publikasi negatif terkait dengan usaha bank.
Pada awalnya, risiko reputasi memang tidak menimbulkan potensi kerugian keuangan. Celakanya, risiko reputasi bisa berlangsung lama dan mengakibatkan biaya tinggi. Apalagi ketika persepsi negatif itu tidak segera diatasi dengan cepat dan tepat sehingga memunculkan potensi risiko kerugian keuangan (financial loss risk).
Cadangan kerugian
Ketujuh, sejatinya bank-bank asing yang beroperasi di Ukraina juga akan mengalami masalah meskipun jaringan SWIFT mereka tidak terputus. Pada umumnya, bank asing akan beroperasi di ibu kota suatu negara. Katakanlah, di Kiev, ibu kota Ukraina.
Tatkala pasukan Rusia sudah menguasai Kiev, kemungkinan besar bank-bank asing di ibu kota itu segera mengambil langkah penyelamatan dengan menutup kantor untuk sementara waktu. Ringkas tutur, bisnis perbankan akan kocar-kacir.
Akibat logisnya, bank-bank asing di Ukraina akan membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) setinggi mungkin untuk menutup potensi risiko yang akan terjadi. Potensi risiko ini bisa berupa kredit macet dan berbagai transaksi, seperti ekspor, impor, bank garansi, dan transfer yang tertunda ataupun gagal.
Semakin tinggi rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL), akan semakin membengkak pula kebutuhan pencadangan. Ujungnya, modal akan segera terkikis secara pelan tetapi pasti.
Apakah semua implikasi atau (potensi) risiko ini akan mampu menekan Rusia untuk segera menghentikan invasi ke Ukraina? Masih tanda tanya. Yang jelas, negara yang menang atau kalah perang akan sama-sama menderita.
Paul Sutaryono Staf Ahli Pusat Studi BUMN; Pengamat Perbankan; Mantan Assistant Vice President BNI