Sebagai pemimpin Badan Otorita IKN Nusantara, Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe harus melibatkan masyarakat, terutama masyarakat lokal, dalam pembangunan IKN.
Oleh
NIRWONO JOGA
·4 menit baca
Presiden Joko Widodo telah melantik Bambang Susantono sebagai Kepala Otorita IKN Nusantara dan Dhony Rahajoe sebagai wakilnya di Istana Negara, Kamis (10/3/2022). Kapabilitas, profesionalitas, independensi, dan pengalaman mereka sangat dibutuhkan untuk mengeksekusi konsep besar IKN Nusantara menjadi sebuah kerja yang strategis, terukur, penuh inovasi, transparan, serta berorientasi pada pembangunan kota yang berkelanjutan.
Duet Bambang-Dhony sebagai pemimpin IKN harus bekerja secara maksimal untuk memenuhi semua ekspektasi tinggi pemerintah. Boleh tancap gas, tetapi tak perlu tergesa. Pematangan perencanaan IKN harus segera dilakukan agar pembangunan IKN bisa tepat waktu, tepat anggaran, dan tepat sasaran. Lalu, pekerjaan rumah apa yang harus dilakukan?
Pertama, duo pemimpin IKN terpilih harus melibatkan masyarakat atau partisipasi publik dalam pembangunan ibu kota Nusantara. Lebih khusus lagi pelibatan masyarakat lokal Kalimantan Timur agar pembangunan IKN tidak melupakan dan meminggirkan kearifan lokal.
Duet Bambang-Dhony harus mulai menjalin komunikasi yang aktif dan inklusif dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur, Pemerintah Kota Balikpapan dan Samarinda, Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara. Namun, Badan Otorita IKN juga perlu memperluas komunikasi dengan Pemprov Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara. Hal ini sebagai bukti bahwa pembangunan IKN juga memberi dampak positif setidaknya bagi pembangunan total sembilan kota dan 47 kabupaten di Pulau Kalimantan.
Kedua, duet Bambang-Dhony harus membangun komunikasi publik yang baik untuk meyakinkan masyarakat tentang rencana pemindahan IKN. Langkah membangun komunikasi publik yang baik bukanlah perkara mudah. Pemimpin IKN harus bisa memberikan penjelasan terkait sejumlah hal yang belum jelas selama ini, seperti kemendesakan tujuan dari pemindahan IKN, rencana pembiayaan pembangunan jangka panjang, serta komitmen pembangunan kota yang berkelanjutan.
Upaya membangun komunikasi publik tersebut bisa dilakukan Bambang dan Dhony dengan membentuk tim komunikasi atau juru bicara. Mereka harus bekerja secara terukur sehingga masyarakat bisa memahami pemindahan ibu kota dengan obyektif, terlepas apakah masyarakat nanti setuju atau tidak.
Ketiga, duet Bambang-Dhony harus segera mempelajari konsep besar IKN Nusantara. Mereka perlu waktu untuk menyelami proses penyusunan rencana induk IKN; rencana tata ruang wilayah (RTRW) IKN dan revisi RTRW Provinsi Kalimantan Timur, serta revisi RTRW Kota Balikpapan dan Samarinda, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara (di mana sebagian lahannya beralih status menjadi bagian IKN); rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan strategis IKN; rencana (umum) tata bangunan dan lingkungan (RUTBL); hingga panduan rancang kota (PRK) berbagai wilayah perkotaan kawasan di IKN yang akan menjadi tugas badan otorita.
RTRW dan RDTR IKN harus segera diselesaikan dan disosialisasikan ke masyarakat sekitar IKN. Para pengiat lingkungan telah mengingatkan pemerintah akan potensi sengkarut kepemilikan tanah di kawasan ibu kota baru negara. Selain dikuasai korporasi besar, tanah di ibu kota dihuni masyarakat adat dan petani kecil secara turun temurun yang rawan tergusur. KPK menduga ada praktik ”bagi-bagi kaveling” di ibu kota anyar. Kepastian alokasi lahan awal kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) IKN seluas 6.671 hektar perlu segera ditetapkan dan didelianiasi dengan jelas.
Kepastian alokasi lahan awal kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) IKN seluas 6.671 hektar perlu segera ditetapkan dan didelianiasi dengan jelas.
Lahan itu harus bebas sengketa, milik negara, dan siap bangun agar pelaksanaan pembangunan infrastruktur dasar kota cikal bakal ibu kota itu dapat segera dilaksanakan sebelum 2024 alias sebelum pergantian rezim. Duet BS-DR harus bekerja keras memenuhi target tersebut mengingat perpindahan IKN merupakan warisan yang ingin ditinggalkan Presiden Jokowi sebelum mengakhiri jabatan.
Keempat, kepastian pembangunan ibu kota negara akan terus berlanjut, meski bakal membebani kas negara, menjadi tantangan terberat duet BS-DR. Menurut hitungan Bappenas (2017), anggaran pembangunan IKN mencapai Rp 466,9 triliun dengan 20 persen atau Rp 90 triliun, di antaranya berasal dari APBN, sementara dengan mempertimbangkan tingkat inflasi dan kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan, anggaran pembangunan IKN diperkirakan membengkak di atas angka Rp 600 triliun (2022). Selagi minat investasi swasta masih rendah, mega proyek tahun jamak ini akan terus menggerogoti APBN di masa depan di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Di sinilah kita bisa membaca salah satu pertimbangan kuat Presiden Jokowi memilih kedua pasangan itu, yakni kehadiran BS, yang tengah bertugas di Asian Development Bank, dinilai memiliki jaringan finansial luas di dunia internasional yang mampu untuk menarik pemilik modal asing datang berinvestasi ke IKN. Sementara DR, aktif di Kamar Dagang dan Industri dan Real Estate Indonesia, berpeluang mengajak para pengusaha/pengembang nasional untuk berkontribusi besar dalam pembangunan IKN.