Pelangi Pekerjaan Peneliti dari Film ”Don’t Look Up”
Membawakan berita baik ataupun buruk pada kelompok dengan tradisi dan budaya yang berbeda memang membutuhkan kecakapan dan pengalaman. Ini yang sering kali terjadi pada peneliti ketika mengomunikasikan penelitiannya.
”National wealth is created by intellectual Capital.” (Friedrich List, 1841)
Profesor Mindy menjadi pucat saat mengajarkan sebuah subyek kuliah. Hasil perhitungan atas benturan meteor dengan Bumi diperkirakan terjadi kurang dari enam bulan. Meteor itu berukuran besar dan memiliki potensi membinasakan kehidupan pada planet Bumi.
Kejadian mirip dengan yang dihadapi oleh Prof Mindy pada film Don’t Look Up itu banyak dihadapi oleh peneliti. Indonesia berada pada lintasan yang dikenal dengan The Ring of Fire. Bayangkan, betapa resahnya kelompok peneliti yang mendapatkan signal berupa pergerakan Patahan Lembang yang di atasnya berdiri kota-kota dengan penduduk yang banyak.
Jika perkiraan gempa itu terjadi, maka tidak bisa dibayangkan jumlah korban jiwa. Di sisi lain ada rentang waktu kemungkinan terjadinya gempa. Bisa juga gempa itu tidak terjadi. Ceritanya mirip-mirip dengan kasus potensi tsunami, pemanasan global, sampai Covid-19. Keadaan yang sulit.
Baca juga: Menyambungkan Sains dan Politik
Teringat pada tahun 2007, saya bertanya kepada tetangga saat masih kuliah di Brisbane, perihal kebiasaanya membawa radio kecil di saku bajunya. Menurut dia, berita peramalan cuaca yang didengar dari radio akan menentukan waktu yang tepat untuk mencuci pakaian sehingga diketahui apakah hari itu akan turun hujan atau tidak.
Kebetulan pada tahun yang sama ada juga mahasiswa Indonesia dari sebuah badan yang salah satu tanggung jawabnya adalah pada bidang geofisika. Pertanyaan saya adalah kenapa kita di Indonesia sulit untuk memercayai peramalan cuaca. Dia bertanya balik berapa waktu yang disediakan untuknya untuk menjawab. Dia melanjutkan untuk menjawab dengan singkat bahwa teknologi sensor yang kita miliki sama dengan yang digunakan oleh Amerika, tetapi akurasi yang didapat pada daerah garis khatulistiwa memiliki rentang yang lebih lebar.
Teknologi sensor yang kita miliki sama dengan yang digunakan oleh Amerika, tetapi akurasi yang didapat pada daerah garis khatulistiwa memiliki rentang yang lebih lebar.
Gambaran di atas merupakan sisi lain hasil kegiatan peneliti selain dari sejarah penelitian yang mengubah peradaban dunia. Seperti pada bidang pertanian di mana penelitian yang mampu menundukkan pendapat bahwa penduduk di bumi ini akan mengalami kelaparan yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk mengikuti deret ukur yang tidak sebanding dengan pertambahan bahan pangan yang mengikuti deret hitung. Dengan bioteknologi produktivitas pangan bisa menyesuaikan dengan kenaikan jumlah penduduk.
Bahkan, teknologi ini juga menyelesaikan masalah produktivitas pangan yang diakibatkan oleh lahan pertanian yang semakin tergusur oleh permukiman penduduk, pertambangan, dan pabrik. Misalnya penelitian mengenai kedelai dan gandum untuk skala komersial, yang sebetulnya terdapat potensinya di beberapa universitas dan litbang. Sumber energi alternatif dari mulai berbahan logam tanah jarang, sampai pada biorefinery.
Membawakan sains kepada masyarakat
Membawakan berita baik maupun buruk pada kelompok dengan tradisi dan budaya yang berbeda memang membutuhkan kecakapan dan pengalaman. Seperti pada film Don’t Look Up itu, kelompok Prof Mindy diperlihatkan rikuh dalam menghadapi protokol kepresidenan. Hal ini menyebabkan bahasa ilmiahnya yang memang sulit dimengerti oleh orang awam menjadi bertambah parah. Pesan tidak berhasil ditangkap dengan baik oleh penerimanya.
Tidak berbeda dengan di Indonesia. Pertemuan dengan orang nomor satu akan disiapkan dengan sebaik-baiknya. Dari mulai agenda yang harus disesuaikan sampai pada menyesuaikan beberapa hal yang perlu dipahami terkait protokol Istana Kepresidenan. Parkirnya kendaraan di pelataran gedung Sekretariat Negara merupakan sebuah tanda-tanda kesuksesan. Hal ini berarti beberapa tahapan tersebut sudah dirampungkan. Selanjutnya beberapa dokumen perlu diperlihatkan kepada petugas untuk mendapatkan izin masuk. Kejadian di dalamnya bisa jadi juga mirip dengan yang dihadapi Profesor Mindy, tidak mudah untuk menjalin kalimat yang tepat walau sudah dipersiapkan jauh hari. Dengan demikian, substansi komunikasi tidak tersampaikan. Bisa juga tersampaikan, tetapi ditranslasikan berbeda.
Membawakan berita baik maupun buruk pada kelompok dengan tradisi dan budaya yang berbeda memang membutuhkan kecakapan dan pengalaman.
Dalam memperluas sains dibutuhkan paket informasi dan disebarkan melalui media. Berhubungan dengan media juga perlu pendekatan yang berbeda. Tulisan dengan topik yang sama tentu akan lebih menarik jika ditulis oleh figur publik yang sudah dikenal pembacanya. Apalagi jika komposisi tulisannya tidak menarik. Saat dibuat dengan datar, maka tolakannya adalah perlu dilengkapi dengan data. Dan, akhirnya tulisan itu ditinggalkan oleh peneliti karena sudah lewat momen dan hilang jiwanya.
Mungkin yang paling spektakuler adalah berhubungan kelompok yang berpengaruh dengan anggaran seolah tidak terbatas. Sebuah kegiatan penelitian biasanya diminta untuk dibesarkan anggarannya. Untungnya peneliti biasanya menyadari dan mundur untuk yang seperti ini.
Kemampuan membawakan hasil riset kepada pengguna sudah ada ilmunya. Dalam ungkapannya sering digambarkan dengan ”blue-suit dan white-suit”. Blue suit direpresentasikan sebagai kelompok industriawan. Mereka sebagai pengguna potensial dari hasil penelitian. Di sisi lain white-suit merepresentasikan peneliti yang digambarkan sebagai orang yang bekerja di laboratorium menggunakan jas putih.
Baca juga: Antisains Versus Komunikasi Sains
Mungkin ada satu lagi peran yang penting, yaitu ”black-suit” yang merupakan representasi politik. Membawakan hasil penelitian dan berkomunikasi dengan kelompok black-suit ini juga sudah ada teori dan kajiannya. Namun, sepertinya laboratorium-kebijakan akan lebih kuat jika dikombinasikan dengan pendekatan nonformal dan pemahaman terhadap atmosfer dinamika politiknya.
Kelompok ini sangat berpengaruh dalam memanfaatkan hasil penelitian sebagai sumber dalam pengambilan kebijakan. Skalanya bertingkat mulai dari skala regional, nasional, sampai internasional. Seperti keputusan perdagangan internasional, impor bahan pangan, peran dalam mengurangi pemanasan global, bencana alam, potensi perkembangan virus, sampai pada penarikan pasukan khusus dari suatu daerah.
Posisi sulit ini bisa bertambah sulit jika dihubungkan dengan status sebagai pegawai negara di mana karier, kesejahteraan, dan pekerjaan dipengaruhi secara langsung maupun tidak oleh kelompok berjas hitam ini. Seperti pada tulisan Sulistiyowati Irianto (Kompas, 7 Januari 2022), Peneliti seperti manusia yang ”kasmaran” ilmu pengetahuan. Tidak seperti pada pegawai negara lainnya yang memiliki lapis dan strata, maka Peneliti Ahli Utama, misalnya, bisa saja tanpa beban duduk di atas mesin Bis Transjabodetabek menuju rumahnya. Mereka bebas untuk keilmuan dan fasilitas pendukungnya.
Baca juga: Matinya Masyarakat Ilmiah
Sayang hal ini diartikan lain. Proyek penelitian dengan anggaran 100 persen ternyata bisa dilakukan sempurna dengan pemotongan anggaran 50 persen. Bahkan, mungkin bisa saja beberapa jurnal ilmiah berhasil publikasi oleh kelompok peneliti dengan anggaran nihil. Berarti sebetulnya mereka tidak butuh anggaran? Seperti pada pendapat kolega di grup, bahwa Einstein membutuhkan pensil dan kertas, maka apakah anggarannya hanya untuk pensil dan kertas?
Pekerjaan ini berbeda dengan pekerjaan infrastruktur. Misalnya dengan anggaran 100 persen akan diselesaikan 10 kilometer, maka jika dilakukan pemotongan anggaran bisa jadi panjang jalan yang bisa diselesaikan lebih pendek. Atau mungkin kualitas aspal yang digunakan berbeda. Namun, bukan berarti jika peneliti dialihkan untuk membuat jalan, maka jalan akan terselesaikan seperti perencanaan dengan anggaran yang dipotong bahkan nihil. Seperti pada pekerjaan lainya yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan, maka akan lebih elegan jika pekerjaan ini bisa diukur tidak berdasarkan pembelian alat penelitian dan perjalanan dinas.
Orang kasmaran, tidur satu kamar dengan obyeknya yang bisa berbentuk poster penelitian, booklet, atau bahkan produk prototipe berupa radar atau makanan kaleng.
Sayang, kasmaran ini harus berkompromi dengan kebutuhan rumah tangga sehingga akrobat perlu dilakukan untuk setidaknya bisa membawakan oleh-oleh yang sama pada anggota keluarga yang menunggu di rumah. Dengan tiga ratus lima puluh ribu, setidaknya bisa dibawakan beberapa makanan khas dari Bandung. Uang ini nanti bisa disisihkan untuk angsuran pinjaman bank, biaya pendidikan anak dan pos non-rutin.
Orang yang kasmaran ini juga penampakannya bisa terlihat dalam perjalanan luar negerinya. Kelompok yang sama yang diberangkatkan dari Indonesia, misalnya, akan berbeda tampilannya untuk peneliti. Mereka tidak peduli dengan protokol dalam penyambutan dan standar hotel tempat menginap. Orang kasmaran, tidur satu kamar dengan obyeknya yang bisa berbentuk poster penelitian, booklet, atau bahkan produk prototipe berupa radar atau makanan kaleng.
Yang diharapkan sebetulnya adalah ilmu yang memberi manfaat bisa berhasil disampaikan pada sisi yang diharapkan.
Formulasi komunikasi tepat arena
”Not everything needs to sound so goddamn clever or charming or likable all the time. Sometimes we need to just be able to say things to one another. We need to hear things”. ~Randall Mindy dalam Don’t Look Up
Pada tanggal 11–12 Januari saya berkesempatan menilai hasil kajian dalam kegiatan Pekan Kegiatan Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Forum Lembaga Mahasiswa Perindustrian Indonesia (FLMPI). Bangga melihat beberapa teknologi tepat guna yang dipresentasikan. Kajian yang dipamerkan sangat dekat dengan pengguna sektor industri dari mulai pemanfaatan limbah singkong untuk bioplastic, pemanfaatan limbah masker medis, kapuk untuk pelindung kaleng susu dari peternak, dan 19 kajian lainnya. Arah pemanfaatannya sudah pada arenanya. Di bawah Kementerian Perindustrian terdapat Direktorat, Balai dan Bengkel Industri.
Perlu penyesuaian dan pengemasan yang tepat sasaran untuk membawakan hasil penelitian kepada lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah. Sasarannya tidak selalu pada pengguna komersial, tetapi juga pada pengguna lain yang berkepentingan seperti petani, pelaku usaha, peneliti lain (lintas ilmu), pemerintah atau awak media. Sayang jika perkembangan ilmu hanya dibuat untuk quick win dan pengguna komersial. Acuan sisi komersial ini membuat perkembangan keilmuan diukur seperti capaian proyek pembangunan jalan sehingga tidak terlihat signifikansi hasilnya.
Perlu penyesuaian dan pengemasan yang tepat sasaran untuk membawakan hasil penelitian kepada lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah.
Industri tidak bisa selalu disalahkan jika tidak mau menggunakan hasil penelitian dari penyedia teknologi dalam negeri. Bayangkan menyediakan 3.000 telur dadar untuk logistik penerbangan. Tentu perusahaan akan menghadapi masalah jika setiap telur tidak memiliki mutu yang sama; pasokan telur yang tidak selalu bisa diandalkan atau bahkan harganya yang bisa bergerak liar. Jika hanya menggoreng telur dadar untuk kepentingan sendiri mungkin ini tidak masalah. Bisa jadi menu telur dadarnya digeser menjadi mi instan. Tetapi, jika menggoreng telur dadar dilakukan di pabrik besar, maka kesalahan pada satu tahap akan berpengaruh banyak dan bisa dibayangkan kerugiannya.
Jadi, tidak selalu disebabkan usaha mereka untuk mendapatkan harga yang murah, tetapi keandalan, kepastian pasokan, kepastian harga juga merupakan bagian yang perlu diperhatikan. Itu menjadi salah satu sebab perusahaan farmasi, makanan, atau pakaian melakukan pengadaan bahan baku dari luar negeri padahal sumbernya dari Indonesia.
Baca juga: Penelitian, Kemanfaatan Ilmu, dan Budaya Ilmiah
Pemanfaatan kapuk untuk kaleng susu bagi peternak adalah salah satu teknologi yang bisa mengurangi ketergantungan susu impor. Susu peternak kecil dengan kandungan bakteri dan lemak yang sulit bersaing dengan susu impor diperparah dengan perlakuan susu dalam transportasi dari peternakan ke koperasi dibawa di bawah sinar matahari dan macetnya lalu lintas. Jika bisa dikembangkan pada skala industri dengan harga, reliability, dan mutu yang terjaga, maka teknologi ini bisa membawa susu tetap bermutu sampai pada tujuannya.
Beragamnya pengguna hasil penelitian bisa dihubungkan dengan arena yang sesuai . Forum Komunikasi Riset dan Inovasi (FKRI) yang pertama kali dilaksanakan pada 22 November 2021 bisa menjadi salah satu inovasi komunikasi sebagai wadah yang bisa digunakan untuk mencapai beragamnya calon penggunanya. Dari FKRI ini bisa terhubung gubernur daerah tertentu misalnya, atau dengan komisi tertentu pada DPR, petani, penambang, dan lainnya.
Sekilas ekonomi kelembagaan
Pada suatu kesempatan mengikuti peragaan busana di Poppies Lane di Bali berbicara dengan pelaku mode. Dia (pelaku mode) bercerita banyak tentang pekerjaan seninya. Menurut dia, reputasinyalah yang membawanya pada mengunjungi tempat-tempat eksotik di berbagai belahan dunia untuk mendapatkan bahan baku yang unik dan kreasi busana. Profesinya dikenal dengan costume supervisor atau wardrobe standby. Diakui bahwa profesinya banyak digunakan dalam pembuatan film.
Deretan nama aktor dan kru film menjadi bagian yang biasanya sudah ditinggalkan penontonnya. Kru bekerja sesuai keahlian dan kreativitasnya. Mereka bisa bekerja sama dalam bentuk sendiri-sendiri, kelompok kecil dalam payung organisasi yang besar. Pekerjaan dan tanggung jawabnya kadang tidak terpikirkan oleh penontonnya. Yang pasti dikenal oleh penonton adalah pemain filmnya. Namun, aktor itu tidak berarti apa pun tanpa sang pengarah, catering, elektrikal, transpor, security sampai pada pembentukan tampilan dan sound berkualitas high-definition.
Baca juga: Buah Manis Relasi Peneliti dan Industri
Ekonomi kelembagaan berangkat dari kelangkaan dan pilihan dengan memberlakukan aturan dan hak serta kebebasan (liberty) terhadap individu dan kelompok. Kelembagaan adalah aturan main (rules of the game) yang dikenal dan diikuti secara baik oleh anggotanya dan masyarakat. Aturan main berbeda-beda pada tiap arena.
Tayangan Don’t Look Up layak untuk ditonton. Bukan hanya oleh para pemegang kepentingan, melainkan juga oleh anak muda. Dengan demikian, bisa dipahami profesi peneliti adalah salah satu pilihan yang penuh warna yang membawa pada perjalanan hidup yang kaya (amazing journey), berjuang untuk kesejahteraan bangsa berpayung ilmu pengetahuan.
Syafrizal Maludin, Peneliti pada Badan Riset Inovasi Nasional dan Pernah menjadi Anggota Kelas Inspirasi untuk Profesi Peneliti