Alarm Gempa dari Selat Sunda
Gempa bumi di Selat Sunda memicu kerusakan bangunan dan dirasakan hingga Jakarta. Hal ini membuktikan zona tersebut aktif dan menjadi alarm adanya ancaman gempa lebih besar.
JAKARTA, KOMPAS — Gempa bermagnitudo 6,6 di Selat Sunda pada Jumat (14/1/2022), pukul 16.05 WIB, telah menimbulkan kerusakan dan dirasakan cukup kuat hingga wilayah DKI Jakarta. Padahal, potensi kegempaan di kawasan ini bisa mencapai M 8,8 dan bisa diikuti tsunami sehingga perlu dilakukan penguatan mitigasi ke depan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, kerusakan bangunan akibat gempa ini terjadi di Kabupaten Pandeglang, Banten. ”Kerusakan bangunan dilaporkan terjadi di Kecamatan Munjul dan Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang,” ungkap Dwikorita, dalam keterangan pers.
Menurut data BMKG, episenter gempa kali ini berada di 7,01 Lintang Selatan dan 105,26 Bujur Timur atau 52 kilometer barat daya Sumur, Banten. Hiposenter gempa berada di kedalaman 40 kilometer.
Gempa bumi tersebut telah menimbulkan guncangan di beberapa daerah dengan intensitas II hingga V skala Mercalli Modified Intensity (MMI). Dwikorita mengatakan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa Banten sore ini adalah gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng.
Guncangan gempa juga dirasakan di Serang, Cilegon, Lebak, Jakarta, Bekasi, Bogor, hingga Lampung. Data Kepolisian Daerah Banten, kemarin malam, menyebutkan, di Kabupaten Pandeglang, gempa mengakibatkan seorang perempuan mengalami luka berat serta 54 rumah, 3 sekolah, 2 mushala, dan 1 puskesmas mengalami kerusakan.
Baca juga: Gempa Guncang Banten, Warga Panik Hingga Mengungsi
Sementara itu, di Kabupaten Lebak, seorang pria dan seorang perempuan menderita luka ringan serta 40 rumah mengalami kerusakan. Hal yang sama terjadi pada tiga sekolah, yakni Madrasah Aliyah Negeri 3 Lebak, SMP Negeri 3 Wanasalam, dan SD Negeri 1 Sukaresmi.
Guncangan gempa membuat warga di Kecamatan Sumur yang terdekat dengan pusat gempa panik. Mereka berhamburan ke luar rumah saat merasakan gempa terjadi.
Sumur berada di ujung barat Pulau Jawa, dan sebagian wilayahnya masuk Taman Nasional Ujung Kulon. ”Warga panik, keluar rumah. Ini saya baru selesai membawa anak ke tempat lebih aman,” kata Dayat, warga Desa Sumur, Kecamatan Sumur.
Gubernur Banten Wahidin Halim dalam siaran pers mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Banten menerjunkan tim ke sejumlah lokasi terdampak bencana gempa untuk memantau dan mendata kerusakan bangunan akibat gempa. ”Masyarakat di lokasi bencana diamankan ke tempat-tempat evakuasi,” ujarnya.
Gempa juga terasa di Lampung. Sejumlah warga yang bermukim di kawasan pesisir Lampung panik dan berlari ke luar rumah. ”Benda-benda yang digantung di dalam rumah, seperti lampu, bergoyang-goyang dan kaca bergetar,” kata Kusaeri (40), warga Gudang Lelang, Kota Bandar Lampung.
Guncangan gempa pun membuat pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di kompleks Balaikota berhamburan ke luar. Ada yang turun menggunakan lift. Sebagian besar turun lewat tangga darurat dari lantai 21.
”Kalau dengan lift, antre lama. Kami yang muda-muda memilih turun lewat tangga darurat,” ujar Heru, PNS di Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta.
Baca juga: Sedikitnya Tiga Warga Terluka dan Puluhan Rumah Rusak Terdampak Gempa
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, guncangan gempa Selat Sunda ini terasa kuat hingga Jakarta karena efek amplifikasi yang disebabkan kondisi tanah lunak dan tebal di wilayah ini.
”Gempa ini disebut sebagai intraslab earthquake karena hiposenternya berada di dalam lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Selat Sunda,” katanya.
Menurut dia, ciri gempa intraslab adalah mampu meradiasikan guncangan tanah yang lebih besar dan lebih kuat dari gempa sekelasnya dari sumber gempa lain. ”Gempa ini mirip dengan gempa M 6,1 di selatan Jawa Timur pada 10 April 2021 yang juga merusak,” ujarnya.
Potensi gempa besar
Ahli gempa bumi yang juga Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano mengatakan, gempa bumi kali ini berada di zona seismic gap atau wilayah gempa aktif yang lama tidak mengalami gempa. ”Gempa ini membuktikan zona ini memang aktif,” katanya.
Menurut dia, potensi gempa bumi di kawasan ini bisa jauh lebih besar dari yang terjadi kali ini. Berdasarkan Peta Sumber Gempa Bumi Nasional Tahun 2017, potensi gempa di segmen ini bisa mencapai M 8,8.
Gempa kali ini tidak mengurangi energi yang telah tersimpan di kawasan ini, bahkan berpotensi meningkatkan tegangannya. ”Gempa kali ini cukup dalam dan berada di tepian bawah zona subduksi, sudah dekat lengan lempeng. Yang paling dikhawatirkan kalau gempanya terjadi persis di zona subduksi dan dangkal. Itu bisa sangat besar dan diikuti tsunami,” ujarnya.
Gempa kali ini harus menjadi alarm, apalagi dengan kekuatan seperti sekarang sudah memicu banyak kerusakan dan kepanikan hingga di Jakarta. Kita harus benar-benar serius meningkatkan kesiapsiagaan.
Menurut Iwan, beberapa gempa besar yang terjadi di zona subduksi kerap didahului oleh gempa-gempa lebih kecil di pinggiran segmen. Ini, misalnya, terjadi dengan gempa yang disusul tsunami di Tohoku, Jepang, pada September 2011, yang didahului gempa lebih kecil di bagian bawah subduksi sebulan sebelumnya. ”Sebelum gempa 2018 di Palu, ada beberapa gempa lebih kecil. Juga sebelum tsunami Aceh 2004, setahun sebelumnya ada gempa-gempa lebih kecil,” ujarnya.
Sampai saat ini belum bisa diketahui dengan pasti kapan gempa utama bisa terjadi setelah gempa pendahuluan. Demikian halnya dengan potensi gempa di kawasan Selat Sunda.
”Gempa kali ini harus menjadi alarm, apalagi dengan kekuatan seperti sekarang sudah memicu banyak kerusakan dan kepanikan hingga di Jakarta. Kita harus benar-benar serius meningkatkan kesiapsiagaan,” kata Iwan.
Baca juga: Guncangan Gempa Terasa hingga Lampung, Warga Sempat Panik
Menurut Iwan, selain gempa bumi, khusus untuk kawasan sekitar Selat Sunda, warga harus mewaspadai potensi tsunami. Apalagi, di kawasan ini banyak industri strategis, termasuk industri kimia yang rentan terdampak.
Kajian oleh tim peneliti dengan penulis pertama S Widiantoro dari Global Geophysics Research Group ITB di jurnal Nature pada 2019 menyebutkan, ketinggian tsunami yang diakibatkan gempa bumi di zona selatan Jawa Barat dan Selat Sunda dapat mencapai 20 meter dan rata-rata 4,5 meter di sepanjang pantai selatan Jawa.
Peneliti menggunakan data relokasi gempa bumi yang dicatat oleh BMKG serta inversi data sistem penentuan posisi global (GPS) untuk menyelidiki celah seismik di selatan Pulau Jawa. Hasil relokasi gempa itu menunjukkan zona memanjang di antara pantai selatan Jawa dan Palung Jawa, yang tidak memiliki kegempaan. Zona diidentifikasi sebagai celah seismik, yaitu zona kegempaan aktif yang tengah menyimpan tenaga dan berpotensi terjadi gempa besar pada masa depan.
Celah seismik yang memanjang ini disebut bisa pecah secara terpisah atau bersamaan saat terjadi gempa. Jika segmen di selatan Jawa Barat yang lepas, gempa bumi bisa berkekuatan M 8,9 dengan periode ulang 400 tahun.
Untuk periode ulang yang sama, segmen di Jawa Tengah dan Jawa Timur bisa memicu gempa M 8,8. Jika kedua segmen pecah dalam satu gempa, akan berkekuatan M 9,1 atau setara gempa Aceh pada 2004. (TAM/NTA/HLN/GIO/VIO)