Masyarakat terus terdesak. Meraka tak diakui, hutannya tak dianggap, dan selalu menjadi kelompok yang terpinggirkan. Meskipun demikian, mereka masih punya asa untuk mempertahankan ruang hidup dan budayanya.
Peraturan terkait perlindungan bagi pembela hak asasi manusia sektor lingkungan hidup yang belum komprehensif saat ini membuat mereka terintimidasi, kriminalisasi, dan pembunuhan.
Perlindungan pejuang lingkungan hanya sebatas di atas kertas. Kenyataannya, masih banyak aktivis atau pejuang lingkungan yang dikriminalisasi.
Kisah pejuang lingkungan yang selalu mendapat ancaman hingga kriminalisasi tidak ada habisnya di Sumut. Para pejuang lingkungan diteror, diancam, dikriminalisasi, hingga dianiaya. Ancaman pun membungkam suara kritis.
Kelompok masyarakat yang berjuang di bidang lingkungan hidup masih dibayangi kekerasan maupun kriminalisasi. Perlu ada perubahan paradigma yang mendasar dari aparat negara dan pengambil keputusan terkait hal menahun ini.
Meskipun perlindungan bagi pembela lingkungan telah dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan, implementasi di lapangan masih lemah.
Aturan terkait gugatan warga negara dalam hukum lingkungan dan aturan teknis anti-SLAPP perlu dibuat. Ini penting karena gugatan warga negara cenderung berantakan dibandingkan dengan gugatan perwakilan kelompok.
Saat ini, banyak anak muda yang menjaga lingkungan hidup dengan cara yang unik.
Ancaman terhadap aktivis lingkungan hidup, masyarakat adat, dan hak asasi manusia terus meningkat dalam beberapa tahun belakangan. Semakin banyak aktivis yang mendapat kriminalisasi dan intimidasi.
Hermanus (36), seorang petani yang didakwa dengan tuduhan mencuri buah sawit di Desa Penyang, Kotawaringin Timur, meninggal. Koalisi Keadilan untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria pun meminta kasus itu dihentikan.