Duka dan Perjuangan di Balik Mekarnya Bunga Dewa di Muaro Jambi
Para pemuda menyisihkan lahan kelola pribadi untuk dihutankan menjadi rumah anggrek hutan dan pakis liar. Di rumah itu, anggrek kini bermekaran.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Beragam corak dan warna anggrek kini menghiasi Taman Sakat Lebung Panjang, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Kamis (24/11/2022). Keindahan itu ingin memupus kisah duka yang nyaris memusnahkan kehidupan para bunga dewa tujuh tahun silam. Adalah sejumlah pemuda desa berjuang menyelamatkan mereka.
Kebakaran kala itu menyambar Hutan Pematang Damar. Para pemuda yang tengah berjibaku memadamkan api mengetahui ada kerajaan anggrek di sana. Mereka lalu mengevakuasi anggrek yang tumbuh di lantai dan langit-langit hutan itu lalu mengungsikannya ke kebun duku dan durian petani.
Para pemuda dengan telaten mengasuh. Seiring berjalan waktu, sebagian anggrek berhasil pulih. Bahkan, anggrek tumbuh subur hingga kini dan terus beranak pinak.
Di awal musim hujan ini, tanaman kembali menampilkan keindahannya. Berganti-gantian bunganya merekah. Uniknya, sejumlah spesies menampilkan corak dan warna berbeda-beda. Salah satu rumpun anggrek macan (Grammatophyllum speciosum) memiliki warna bunga kuning tua dengan corak tutul berwarna kecoklatan.
Tak jauh dari situ, rumpun anggrek macan lainnya memiliki warna bunga kuning kehijauan dan corak tutulnya berwarna cokelat keunguan. Setelah didata, ada setidaknya tujuh macam corak dan warna berbeda pada spesies anggrek macan di taman itu.
Ada pula anggrek Cymbidium lancifolium yang menempel pada sebuah dahan pohon putat. Warna kelopak bunganya merah marun berpadu putih. Bunga-bunga mungil itu berjuntai-juntai seperti tirai nan indah.
Masa berbunga akan berlangsung hingga tiga bulan lamanya. Menjelang fase akhir perbungaan biasanya tumbuh bonggol berisikan spora. ”Spora ini akan terbang ke tempat yang baru untuk berkembang biak,” ujar Edwar Sasmita, Ketua Gerakan Muaro Jambi Bersakat (GMB), komunitas pelestari anggrek hutan di di Desa Jambi Tulo, Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.
Sakat yang berarti anggrek hutan dan pakis-pakisan hutan tumbuhan endemik di wilayah itu. Pelestarian anggrek dimulai sejak 12 tahun silam. Lebih dari 80 spesies diselamatkan dari hutan-hutan yang beralih fungsi menjadi monokultur.
Jenisnya beragam, mulai dari Grammatophyllum, Dendrobium, Bulbophyllum, Cymbidium, Appendicula, Pomatocalpa, Phalaenopsis atau Eria, Trichotosia, Thelasis, Flicking coelogyne, hingga Javanica tumbuh subur dalam hutan tropis dataran rendah itu.
Pada 2013, GMB mengusulkan Hutan Pematang Damar menjadi areal konservasi bagi anggrek hutan dan pakis-pakisan endemik.Usulan itu disampaikan kepada kepala daerah setempat tetapi tak kunjung membuahkan hasil.
Di saat yang sama, Pematang Damar diusulkan sejumlah pengusaha untuk dibuka menjadi kebun sawit. Masyarakat berupaya menolaknya tetapi tak berhasil. Malahan hutan itu mengalami kebakaran pada 2015.
Tak lama setelahnya, hamparan kebun sawit dibuka di bekas hutan tebakar itu. Harapan untuk memulangkan para anggrek ke Pematang Damar harus pupus.
Para pemuda patah hati mengetahui lemahnya keberpihakan pemerintah. Namun, mereka menolak berhenti.
Mereka sisihkah lahan kelola pribadi menjadi calon hutan bagi para sakat. Tempat itu dinamai Taman Sakat Lebung Panjang. ”Luasnya hampir 5 hektar telah kami siapkan sebagai habitat anggrek,” kata Adi Ismanto, salah seorang pemuda.
Kini, lebih dari 2.000 rumpun anggrek menyebar di Taman Sakat Lebung Panjang. Ada yang tumbuh menempel dahan-dahan tinggi, pot, dan di atas tanah. Pengasuhan anggrek bukan hal mudah. Anakan anggrek memerlukan perawatan khusus dalam rumah bayang. Jika sudah besar barulah dipindahkan.
Para pemuda juga terus menanami pepohonan lokal agar hutan yang dicita-citakan terwujud sekaligus menjadi media bagi tumbuhnya anggrek. Dengan demikian, pelestarian anggrek berjalan seiring penghutanan kembali lahan di desa itu.
Warga Jambi Tulo, Brosot (61), mengenang keragaman jenis anggrek di wilayah itu jadi penanda kekayaan hasil hutan yang menghidupi mereka di masa lalu. Ia menceritakan kerap masuk ke dalam hutan Batang Damar. Pulangnya pasti membawa beragam jenis bawaan, mulai dari rotan, ikan, hingga getah-getahan. Semuanya memiliki nilai ekonomis yang menopang kehidupan masyarakat.
Kecintaan masyarakat pada anggrek hutan juga diekspresikan pula lewat kesenian tradisi. Mereka hidupkan lagi musik gambangan, diiringi dengan lirik-lirik yang diperbarui. Terciptalah tembang berjudul ”Bungo Dewo” dan ”Batang Damar”.
Tembang-tembang itu berkisah tentang anggrek hutan yang sangat diagung-agungkan masyarakat sehingga disebut bunga dewa, tetapi nyaris punah dilalap api. Lagu ini mengangkat cerita tentang hilangnya kebaikan, yakni semangat hidup anggrek yang tumbuh menumpang tanpa mengganggu tanaman penaungnya. Padahal, jika manusia hidup seperti anggrek yang menumpang tanpa merusak, bumi senantiasa terjaga.
Seharusnya kelompok-kelompok yang memiliki inisiatif kuat seperti inilah yang perlu didukung kuat oleh negara. Hasilnya akan berkelanjutan.(Bambang Irawan)
Ketua Jurusan Kehutanan Universitas Jambi Bambang Irawan mengatakan inisiatif yang tumbuh di masyarakat untuk upaya penyelamatan lingkungan selayaknya mendapatkan dukungan. Dukungan itu bisa dari pemerintah, kampus, dunia usaha, ataupun organisasi nirlaba. Apalagi, upaya penyelamatan anggrek hutan selaras dengan semangat penghutanan kembali.
”Inisiatif baik seperti ini patut didukung,” katanya. Ia menyebutkan selama ini banyak program untuk masyarakat tak berjalan dengan berkelanjutan. Itu terjadi ketika program sekadar berbasis proyek dan tidak tepat sasaran.
Di sisi lain, ada masyarakat yang memiliki inisiatif besar menjalankan pelestarian lingkungan tetapi malah tak mendapatkan dukungan. Seharusnya kelompok-kelompok yang memiliki inisiatif kuat seperti inilah yang perlu didukung kuat oleh negara. Hasilnya akan berkelanjutan.
Ia pun berharap semangat masyarakat menyelamatkan anggrek hutan dapat berbuah sepadan. Keragaman jenis anggrek di sana dapat dikelola ekowisata. Pengembangan ini akan menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat.
”Dengan demikian, upaya pelestarian dapat sekaligus menjadi sumber yang menghidupkan perekonomian masyarakat setempat,” ujarnya.