Sulut Segera Bentuk Kawasan Pengelolaan Perikanan Khusus Nelayan Kecil
Belasan kawasan pengelolaan perikanan khusus nelayan kecil akan dibentuk di 10 kabupaten di Sulawesi Utara. Kawasan itu diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan menjaga ekosistem.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Belasan kawasan pengelolaan perikanan khusus nelayan kecil akan dibentuk di 10 kabupaten di Sulawesi Utara. Inisiatif Rare Indonesia, sebuah lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan, dan Pemerintah Provinsi Sulut itu diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir sembari melindungi ekosistem.
Kawasan pengelolaan perikanan tersebut merupakan wujud dari program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) yang digagas Rare secara global. Dalam praktiknya, sebuah kawasan konservasi laut (marine protected areas) kecil akan dibentuk pada jarak 2-4 mil laut (3,7-7,4 kilometer) dari garis pantai. Komunitas nelayan setempat akan mengatur sendiri, antara lain, kawasan larang ambil serta pihak-pihak yang diizinkan menangkap ikan di sana.
Senior Policy Manager Rare Indonesia Ray Chandra Purnama, Rabu (13/4/2022), mengatakan, PAAP akan diterapkan di Kabupaten Sangihe, Sitaro, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Tenggara, Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Selatan, dan Bolaang Mongondow Timur. Butuh waktu 3-5 tahun untuk membentuk 15 kawasan di daerah-daerah tersebut.
Meski tidak akan segera efektif, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Tienneke Adam menilai PAAP dapat menjadi jawaban terhadap persoalan yang dihadapi lebih dari 1 juta nelayan skala kecil di seluruh perairan Indonesia. Saat ini, begitu banyak tantangan yang dapat mengancam mata pencarian mereka.
”Nelayan kecil menghadapi keterbatasan alat tangkap, akses modal usaha yang sedikit, dan kompetisi di perairan pesisir yang dekat dari tempat tinggalnya sendiri. Dampaknya, pendapatan nelayan makin menurun, ikan yang didapat juga semakin kecil-kecil,” kata Tienneke.
Masalah ini dapat dipecahkan dengan menjamin keberadaan ikan di daerah penangkapan ikan nelayan kecil, yaitu pada jarak 0-4 mil laut dari garis pantai. Caranya adalah dengan menyediakan akses perikanan tangkap yang dapat dikelola sendiri oleh para nelayan. Harapannya, terbentuk praktik penangkapan yang lebih berkelanjutan.
”PAAP akan membuat nelayan kecil bisa mengelola sumber daya perikanan dan ekosistem secara bertanggung jawab. Kami akan arahkan agar mereka menangkap dengan alat yang direkomendasikan dan ramah lingkungan, tidak lagi dengan bom atau bahan kimia seperti sianida potasium,” papar Tienneke.
Potensi
Vice President Rare Indonesia Taufiq Alimi mengatakan, sejak 2019 pihaknya telah meneliti 21 desa pesisir yang memilik potensi menjadi lokasi penerapan PAAP, kemudian diseleksi lagi menjadi 15 desa. Beberapa hal menjadi perhatian tim peneliti, seperti titik penangkapan yang paling sering didatangi nelayan, jenis ikan, dan alat tangkap.
Salah satu aspek yang juga menjadi perhatian adalah titik-titik perkembangbiakan jenis ikan sasaran penangkapan, seperti tuna, cakalang, dan pelagis lainnya. Jika nelayan menangkap di tempat-tempat perkembangbiakan tersebut, dikhawatirkan stok ikan akan jauh menurun sebelum berkembang biak.
Rare kemudian bekerja sama dengan masyarakat, pemkab, dan pemprov untuk menetapkan kawasan perlindungan yang mencakup kawasan larang ambil. ”Diharapkan, ikan beranak pinak sampai banyak, lalu bisa diambil di luar kawasan larang ambil,” kata Taufiq.
Penerapan PAAP, menurut Taufiq, sudah terbukti efektif di beberapa daerah, seperti Papua Barat dan Sulawesi Tenggara. Ia mencontohkan di Raja Ampat, nelayan yang dahulu hanya mendapat 1,6 kilogram ikan selama satu jam melaut kini bisa mendapatkan 3,8 kilogram setelah PAAP diimplementasikan.
Dalam jangka panjang, PAAP akan mempromosikan perikanan lestari. ”Konsep PAAP adalah bagaimana akses terhadap fishing ground akan dikelola sehingga orang tidak bisa asal datang dan mengambil seenaknya. Akan diatur siapa, di mana, dan bagaimana cara penangkapannya,” ujar Taufiq.
Diharapkan, ikan beranak pinak sampai banyak, lalu bisa diambil di luar kawasan larang ambil. (Taufiq Alimi)
Untuk itu, Rare akan membantu masyarakat yang ditarget untuk membentuk organisasi pengelola kawasan. Mereka dapat menetapkan aturan sesuai kearifan lokal yang berlaku, seperti tentang masa musim ikan berkembang biak. Aturan itu nantinya akan diintegrasikan dengan peraturan daerah di tingkat kabupaten ataupun provinsi.
Menurut Taufiq, PAAP akan dapat mencegah konflik antara nelayan skala kecil dan besar, terutama seiring rencana penerapan kontrak penangkapan ikan kepada korporasi dan investor asing oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Jika sumber daya perikanan pada jarak 0-4 mil laut bagus, nelayan diharapkan tak perlu berhadapan dengan risiko konflik pada jarak hingga 12 mil laut.