Integritas Penting, Komisioner KPU Penuh Godaan Uang
Godaan suap juga kerap terjadi saat pemilihan anggota KPU di daerah. Ada pihak yang ingin menyetir tim seleksi.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan operasi tangkap tangan terhadap salah seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum berinisial WS. Godaan suap terhadap komisioner KPU banyak bentuknya sehingga integritas tinggi sangat penting dalam menghindarinya.
Komisioner KPU periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, bercerita, dirinya pernah ditawarkan cek sebesar Rp 1 miliar sewaktu penetapan partai politik (parpol) peserta Pemilu 2014. Bahkan, jumlah itu masih bisa ditambah jika Hadar mau mengupayakan partai tersebut lulus menjadi peserta pemilu.
”Sewaktu ditawarkan, saya bilang, ’Jangan main-main sama saya. Nanti saya laporkan’,” katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Dalam kesempatan lain, Hadar juga pernah didekati terkait proses penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. ”Ada yang minta ’diperhatikan’, tetapi tidak sampai menawarkan uang,” ujarnya.
Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2017 tentang PAW anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota menjelaskan, pengusulan calon pengganti antarwaktu dilakukan oleh KPU. Anggota DPR, DPD, dan DPRD berhenti antarwaktu lantaran meninggal, mengundurkan diri, dan diberhentikan.
Pasal 9 mengatur, mereka yang berhenti antarwaktu digantikan oleh calon yang memperoleh suara sah terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari parpol yang sama dan di daerah pemilihan yang sama pula. Kemudian, KPU akan memverifikasi berkas-berkas dan dokumen dari calon pengganti tersebut.
Menurut Hadar, KPU tidak akan memproses jika permohonan PAW baru datang dari parpol. KPU akan menunggu surat dari pimpinan DPR, DPD, dan DPRD. Surat pun akan dibacakan pimpinan KPU dalam rapat pleno.
Berdasarkan pengalaman Hadar, adakalanya parpol mengirim surat lebih dulu sebelum ada pemberitahuan dari pimpinan lembaga legislatif. Salinan surat pun dibagikan kepada komisioner KPU lain.
”Semua aturan sudah sangat jelas, jadi saya agak bingung kalau ada masalah (potensi suap) terkait PAW dan diyakini bisa dilakukan pihak terlibat. Kan, ada surat dari DPR. Kalau hanya surat dari parpol, tidak akan kami proses. Surat dari DPR pun akan dibacakan ketua KPU di pleno,” katanya lagi.
Selain terkait PAW, komisioner KPU periode 2012-2017, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menjelaskan, godaan suap juga kerap terjadi saat pemilihan anggota KPU di daerah. Ada pihak yang ingin menyetir tim seleksi.
”Ada upaya melobi dengan melakukan tindakan tak terpuji berupa suap. Tetapi tameng kami sebagai tim seleksi ada pada rapat pleno,” ujarnya.
Titik riskan
Ia melanjutkan, KPU merupakan lembaga sentral yang menjembatani pemilih dan calon pejabat publik. Salah satu titik riskan adalah ketika KPU bersinggungan dengan mitra, seperti parpol dan perseorangan calon yang hendak maju di pemilu.
”Bisa jadi, orang banyak berharap dalam konteks supaya bisa lolos menjadi pejabat publik. Padahal, di dalam pemilu, sebetulnya yang memilih adalah rakyat. KPU hanya sebagai jembatan,” ucapnya.
Jika merujuk pada aturan dan petunjuk teknis secara tegas, lanjutnya, kekhawatiran akan persinggungan KPU dengan mitra itu tidak perlu terjadi. ”Tetapi, yang namanya celah bisa saja dibuat walaupun keputusan di KPU sebetulnya bersifat kolektif kolegial,” katanya.
Terkait pencegahan korupsi, ia berharap, ada pengendalian dari pimpinan KPU terhadap anggotanya. Bagian yang tak kalah penting adalah memberikan pemahaman kepada mitra KPU. Parpol dan juga calon perseorangan harus membiarkan KPU bekerja secara profesional.
”Jangan karena ingin jabatan mengupayakan segala cara, termasuk dengan menggoda penyelenggara pemilu. Kalaupun ada penggantian (PAW), ya, sesuai prosedur. Begitu juga dengan proses pemungutan dan perhitungan suara. Biarkan sesuai aturan,” tuturnya.