Sengketa di Laut Natuna Utara, Pengusaha Minta Jangan Ada Sentimen Anti-China
Sengketa perbatasan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara dengan China tak boleh dicampuradukkan dengan hubungan investasi di antara kedua negara. Pengusaha meminta agar jangan ada sentimen anti-China.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sengketa perbatasan di Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara dengan China tidak boleh dicampuradukkan dengan hubungan investasi di antara kedua negara. Dalam menyelesaikan konflik tersebut, pelaku usaha meminta Pemerintah Indonesia harus membuat garis pemisah yang tegas antara sengketa wilayah dengan hubungan perdagangan dan investasi.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani menyatakan, Indonesia harus membuat garis pemisah yang tegas antara hubungan perdagangan dan investasi dengan isu perbatasan terkait konflik klaim China atas kawasan Laut Natuna Utara. ”Jangan campur aduk isu perbatasan dengan isu ekonomi, apalagi menjadi sentimen anti-China,” katanya saat dihubungi, Rabu (8/1/2020).
Berdasarkan pantauannya, Shinta menilai, hingga saat ini isu perbatasan tersebut belum memengaruhi hubungan perdagangan dan investasi Indonesia-China. Menurut dia, pemerintah tengah mengatasi konflik perbatasan Natuna itu dengan tegas dan kepala dingin sehingga mampu mengisolasi isu tersebut di ranah keamanan dan teritorial.
Selain itu, Shinta berpendapat, Indonesia juga mesti mencontoh kasus sengketa Spratley Islands antara Filipina, Vietnam, Malaysia, dan China. Meskipun putusannya berpihak kepada Filipina, kegiatan perekonomian China dan Filipina tetap berjalan berdasarkan mekanisme pasar.
Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendata, sepanjang Januari-September 2019, realisasi investasi dari China mencapai 3,313 miliar dollar Amerika Serikat (AS) melalui 1.619 proyek. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan investasi pada Januari-September 2018 yang senilai 1,827 miliar dollar AS dengan 1.265 proyek.
Jangan campur aduk isu perbatasan dengan isu ekonomi, apalagi menjadi sentimen anti-China.
Data tahun berjalan tersebut juga menunjukkan peningkatan kontribusi investasi China di Indonesia. Pada periode Januari-September 2018, China menempati posisi ketiga dibandingkan negara lain dengan proporsi 8,2 persen, sedangkan pada periode Januari-September 2019, China berada di peringkat kedua dengan proporsi 15,6 persen.
Sementara sepanjang 2018, penanaman modal dari China di Indonesia mencapai 2,376 miliar dollar AS dengan 1.562 proyek. Angka ini lebih rendah daripada realisasi investasi sepanjang 2017 yang mencapai 3,361 dollar AS melalui 1.977 proyek.
Berdasarkan pengamatannya, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal, mengatakan, Pemerintah China memberikan sentimen tidak akan mencampuradukkan permasalahan batas wilayah ZEE dan relasi ekonomi dengan Indonesia. Hal itu tampak dari tidak ada rencana retaliasi perdagangan dari pemerintahan yang mencuat dalam pemberitaan.
Oleh sebab itu, Fithra berpendapat, konflik teritorial antara China dengan Indonesia hanya berada di ranah politik. ”Apalagi, secara ekonomi, China menilai Indonesia penting bagi jaringan produksinya di tengah perang dagang dengan AS,” ujarnya.
Penyelesaian trase
Salah satu proyek kolaborasi antara badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia dan BUMN China ialah proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang memiliki jalur sepanjang 142,3 kilometer (km). Pihak-pihak yang terlibat itu tergabung dalam konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dengan pembiayaan yang sebanyak 75 persen berasal dari pinjaman Bank Pembangunan China (CBD) (Kompas, 20/12/2019).
Secara tersirat, permasalahan teritorial di Laut Natuna Utara tidak berdampak pada keberjalanan proyek PT KCIC. KCIC tetap memiliki target konstruksi sepanjang 2020.
Menurut Direktur Utama PT KCIC Chandra Dwiputra, pekerjaan konstruksi akan semakin masif dengan fokus utama pada penyelesaian trase sepanjang 2020 ini. ”Seiring dengan hal tersebut, rel kereta cepat juga akan datang pada tahun 2020,” ujarnya saat dihubungi, Rabu.
Adapun pembebasan lahan untuk trase telah mencapai 99 persen pada akhir 2019. Chandra menargetkan, pembebasan lahan dapat tuntas pada awal 2020.
Sepanjang 2019, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung telah mencapai tahap pemasangan girder, penembusan satu terowongan (tunnel), dan konstruksi 10 terowongan. Korporasi juga telah membangun depo dan empat stasiun.