Kinerja pasar modal Indonesia 2019, terutama pasar saham, relatif stagnan dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, fondasinya menguat.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·4 menit baca
Kinerja pasar modal Indonesia 2019, terutama pasar saham, relatif stagnan dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, fondasinya menguat.
JAKARTA, KOMPAS— Pada penutupan perdagangan saham akhir tahun 2019 di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (30/12), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di posisi 6.299,5, tumbuh hanya 1,7 persen dibandingkan dengan penutupan akhir 2018 yang sebesar 6.194,5. Kinerja indeks saham tahun 2019 jauh di bawah tahun 2016 dan 2017 yang masing-masing tumbuh 15 dan 20 persen, tetapi sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun 2018 yang minus 2,54 persen.
”Tahun ini cukup berat bagi perekonomian. Dalam lingkungan ekonomi global yang sangat volatil, kita semua perlu bersinergi untuk menjaga perekonomian kita,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat penutupan perdagangan tahun 2019 di BEI, Senin.
Turut hadir dalam acara ini antara lain Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida, dan Direktur Utama BEI Inarno Djajadi.
Nurhaida mengatakan, kendati tantangan cukup berat pada tahun ini, fondasi pasar modal terus menguat sehingga bisa mendorong kinerja yang lebih baik pada tahun 2020. ”Kinerja tahun ini dapat menjadi katalis positif untuk tahun 2020,” ujarnya.
Fondasi pasar modal yang semakin kuat salah satunya tecermin dari melonjaknya jumlah investor sepanjang tahun 2019. Hingga akhir 2019, tercatat ada 2,48 juta investor, meningkat 53 persen dibandingkan dengan tahun 2018 yang sebanyak 1,62 juta investor.
Pencapaian itu semakin positif mengingat sebagian besar investor pasar modal Indonesia merupakan anak muda.
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), hingga akhir Desember 2019, proporsi investor dari kelompok usia 30 tahun ke bawah mencapai 44,62 persen, sementara kelompok usia 31-40 tahun mencapai 24,44 persen. Dengan demikian, porsi investor berusia 40 tahun ke bawah mencapai 69 persen.
Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo menyatakan, lebih dari dua pertiga investor pasar modal merupakan generasi milenial. ”Kami akan menyiapkan infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan investor dari kelompok usia ini. Kami akan mengakomodasi permintaan kaum milenial yang ingin proses (penanaman modal) berlangsung cepat, efisien, dan transparan,” tuturnya.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menambahkan, pertumbuhan investor dari kelompok usia muda disebabkan oleh berkembangnya kesadaran akan pentingnya investasi sejak dini. ”Dampaknya, mereka tertarik untuk terjun ke pasar modal, salah satunya dengan menabung saham di dalam negeri,” katanya.
Stabil
Menurut Nurhaida, kokohnya fondasi pasar modal juga tecermin dari stabilnya kondisi perekonomian Indonesia sehingga membuat investor makin percaya diri menanamkan dana di Tanah Air. Terbukti, di tengah gejolak perekonomian global, investor asing tetap mencatat pembelian bersih (net buy) di pasar saham sebesar Rp 49,19 triliun sepanjang 2019.
Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan III-2019 mencapai 5,02 persen secara tahunan (year on year). Adapun laju kenaikan indeks harga konsumsi atau inflasi nasional sepanjang Januari-November 2019 berkisar 2,37 persen.
Sri Mulyani pun menilai kredibilitas pasar modal Indonesia cukup baik sehingga tetap mampu menarik investor. ”Pasar modal akan terus tumbuh apabila reputasi dan kredibilitas regulator serta organisasi regulator mandiri (SRO) semakin baik, terutama dalam melindungi pemodal kecil,” ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, kredibilitas dan reputasi pasar modal Indonesia mesti dijaga demi menarik perusahaan-perusahaan untuk melantai di bursa efek. Oleh sebab itu, sebagai regulator, Kementerian Keuangan mengeluarkan sejumlah kebijakan fiskal yang mendukung iklim pasar modal, seperti insentif bagi perusahaan yang go public dan insentif untuk pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dividen.
Sepanjang 2019, Bursa Efek Indonesia mencatat, jumlah emiten baru yang melantai di pasar modal mencapai 55 perusahaan. Dengan demikian, total emiten yang tercatat di pasar modal kini mencapai 668 perusahaan.
Menurut Dirut BEI Inarno Djajadi, jumlah emiten baru di BEI merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, mengungguli Thailand (30 perusahaan), Malaysia (29 perusahaan), Singapura (11 perusahaan), dan Filipina (4 perusahaan).
Transaksi harian di pasar modal mencapai Rp 9,1 triliun pada 2019, lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 8,5 triliun. Frekuensi transaksi hariannya juga meningkat dari 387.000 kali pada tahun 2018 menjadi 469.000 kali pada 2019.