Tantangan Modus yang Semakin Kompleks
Sebagai salah satu kejahatan luar biasa, modus penyelubungan transaksi korupsi dan pencucian uang hasil korupsi terus berkembang kian canggih, mengikuti perkembangan teknologi.
Sebagai salah satu kejahatan luar biasa, modus penyelubungan transaksi korupsi dan pencucian uang hasil korupsi terus berkembang kian canggih, mengikuti perkembangan teknologi. Oleh karena itu, dibutuhkan mitigasi untuk mengantisipasi perkembangan korupsi berbasis teknologi yang juga melintasi batas negara. Penguatan sumber daya manusia penegak hukum menjadi kunci.
Pertengahan Desember 2019, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin dalam refleksi tahunan PPATK mengungkapkan, ada modus pencucian uang lewat penempatan uang di rekening kasino di luar negeri.
Beberapa kepala daerah diduga menempatkan dana dalam bentuk valuta asing setara Rp 50 miliar dalam rekening kasino di luar negeri (Kompas.id, 16/12/ 2019).
Awal Desember 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan perkara dugaan suap pengadaan dan perawatan pesawat di PT Garuda Indonesia dengan tersangka bekas direktur utamanya, Emirsyah Satar, dan Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA) yang sekaligus beneficial ownership atau penerima manfaat sebenarnya PT Connaught International Soetikno Soedarjo, memasuki tahap kedua. Setelah penyidikan berlangsung hampir tiga tahun, perkara itu lantas dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Penanganan perkara ini memakan waktu lama karena juga harus melewati birokrasi antarnegara. Selain itu, perkara ini juga kompleks. Dalam perkara ini ditemukan dugaan pemberian uang suap dan gratifikasi lewat selubung transaksi bisnis.
Dalam perkara lain muncul penyuap yang memberikan kartu anjungan tunai mandiri atas nama dirinya kepada pejabat yang akan disuap. Hal ini terungkap dalam kasus suap bekas Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono. Kartu ATM atas nama penyuap diserahkan kepada Tonny.
Contoh-contoh itu hanya sekelumit modus baru yang muncul beberapa tahun terakhir. Transformasi digital dan teknologi yang kini tengah bergeliat dalam bentuk industri teknologi finansial dan tren uang elektronik. Bukan tidak mungkin, hal ini juga membuka celah baru modus penyelubungan transaksi korupsi karena pelacakan penerima suap menjadi lebih kompleks.
Bukan bentuk barang
Merujuk pada kasus dugaan korupsi Emirsyah, hasil korupsi tak lagi dipindahtangankan dalam bentuk barang berwujud, seperti rumah, tanah, atau mobil, yang kerap diatasnamakan keluarga dekat, seperti istri dan anak. Penyaluran dana hasil kejahatan melalui layanan teknologi finansial atau mata uang virtual yang sukar dilacak juga dijadikan opsi untuk menyembunyikan jejak.
"Penyaluran dana hasil kejahatan melalui layanan teknologi finansial atau mata uang virtual yang sukar dilacak juga dijadikan opsi untuk menyembunyikan jejak"
Malcolm Campbell-Verduyn dalam artikel ”Bitcoin, Crypto-coins, and Global Anti-Money Laundering Governance” yang diterbitkan di jurnal Crime Law and Social Change menjelaskan, mata uang virtual memungkinkan peralihan dana hasil kejahatan secara anonim kepada orang lain yang juga sulit untuk dilacak.
”Ini tentu menyulitkan penanganan pencucian uang yang masih berpatokan pada model konvensional,” tulis Malcolm.
Global Fraud and Risk Report 2019 yang diterbitkan perusahaan konsultan Duff & Phelps memetakan pandangan 588 eksekutif senior perusahaan yang berasal dari 13 negara dan bergerak dalam 10 bidang industri. Diperoleh hasil 61 persen responden menilai persoalan kegagalan sistem koordinasi antarlembaga pemerintahan dan pemberantasan korupsi menjadi ancaman yang perlu diperhatikan lima tahun ke depan seiring dengan perkembangan teknologi.
Dalam Anti-Corruption Conference ke-18 di Denmark pada 2018 muncul narasi bahwa perkembangan teknologi tak hanya membuka keran transparansi sehingga lebih mudah mengatasi korupsi. Namun, ketidaksiapan pemerintah, tidak sinkronnya data, dan minimnya literasi digital justru berpotensi menjadi bumerang.
Tak hanya mengantisipasi bentuk dan modus korupsi yang selama ini masih berjalan konvensional, inovasi juga perlu dikembangkan untuk menanggulangi jangkauan koruptor di ruang digital.
Untuk penanganan transaksi digital, blockchain selalu disebut-sebut sebagai jaring pengaman penggunaan cryptocurrency. Pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi menerbitkan Peraturan Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (crypto asset) di Bursa Berjangka yang bertujuan menjamin keamanan dan mencegah pencucian uang dari transaksi mata uang virtual.
Sementara itu, bisnis teknologi finansial dan uang elektronik dipantau Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia. Adapun Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang beneficial ownership menyasar pada pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Kendati demikian, peranti pengaman dan sistem pencegahan yang coba dibangun ini tampaknya belum bisa membendung potensi modus baru penyelubungan transaksi korupsi. Kecepatan teknologi kerap mengalahkan respons pemerintah sehingga prediksi dan rekomendasi diikuti implementasi cepat diperlukan untuk memitigasi sebelum yang tak diharapkan terjadi.
Penguatan SDM
Peningkatan kapasitas dan kompetensi penegak hukum perlu dilakukan. Kemampuan untuk membongkar perkara dengan metode case-building atau pembangunan kasus, kompetensi di bidang perbankan, keuangan, dan teknologi juga perlu diperkuat. KPK belum lama ini mulai membentuk tim forensic accounting sekaligus membekali sejumlah penyidiknya dengan kompetensi yang sesuai.
Namun, hal itu harus terus dikembangkan. Para penegak hukum, baik KPK, kepolisian, maupun kejaksaan, tak boleh tinggal diam. Penguatan SDM agar mampu mengikuti perkembangan teknologi finansial harus terus dilakukan.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan, upaya memblokade dan menanggulangi korupsi dan pencucian uang melalui metode digital saat ini menjadi tantangan dunia. Di Amerika Serikat, formula pencegahan dan penindakan yang efektif untuk menghadapi hal ini juga terus dicari. Indonesia juga tak boleh ketinggalan.
"Di Amerika Serikat, formula pencegahan dan penindakan yang efektif untuk menghadapi hal ini juga terus dicari. Indonesia juga tak boleh ketinggalan"
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko juga berpendapat, mutlak dibutuhkan peningkatan kompetensi penegak hukum agar tidak kalah canggih dengan para koruptor. Sementara itu, KPK juga bisa mulai memetakan dan menilik potensi perilaku korupsi digital, tidak hanya lagi fokus pada pola konvensional atau mengandalkan operasi tangkap tangan yang makin susah dilakukan setelah UU KPK yang baru berlaku.
”Bukan tidak terjadi di Indonesia, tetapi belum sepenuhnya karena penegak hukum masih berpatokan pada modus lama,” kata Dadang.
Di tengah perkembangan yang sangat cepat, koruptor tidak akan berkutat pada modus kuno. Untuk itu, komitmen terhadap pemberantasan korupsi perlu diperkuat.
Namun, pertama-tama, para pemangku kepentingan perlu benar-benar memahami bahwa pemberantasan korupsi itu amat penting untuk menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan iklim ekonomi yang sehat. Pemberantasan korupsi sepatutnya tidak hanya menjadi jargon semata.