Sampah Teluk Bukan Hanya Urusan Jakarta
Penyumbang sampah plastik terbesar di Teluk Jakarta justru dari daerah tetangga Jakarta, yaitu Bekasi dan Tangerang. Tanpa kolaborasi antardaerah, penyelamatan Teluk Jakarta tak bisa dilakukan.
JAKARTA, KOMPAS — Lewat sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta, rata-rata 23 ton sampah, 59 persennya berjenis plastik, masuk setiap hari ke perairan laut ini. Namun, masalah tersebut bukan hanya tanggung jawab Jakarta, melainkan juga daerah-daerah penyangganya.
Sebab, tidak hanya 13 sungai yang melintasi wilayah DKI, tetapi sungai-sungai di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi juga bermuara ke Teluk Jakarta. Selain itu, sungai-sungai ini sebelumnya melalui ataupun berhulu di daerah lain, termasuk Bogor dan Depok.
Selasa (10/12/2019), hasil riset peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati, yang masuk jurnal ilmiah internasional Scientific Reports dipublikasikan daring di www.nature.com.
Berdasarkan fakta lapangan kurun waktu 2015-2016 menunjukkan, rata-rata 97.098 sampah masuk ke Teluk Jakarta per hari dari sembilan sungai dengan bobot rata-rata 23 ton per hari. Dari jumlah itu, mereka mengestimasikan rata-rata ada 57.668 sampah berjenis plastik per hari dengan bobot sekitar 8,32 ton per hari.
Hasil lainnya, mereka menunjukkan bahwa sampah yang masuk dari Tangerang dan Bekasi lebih banyak dan lebih berat daripada sampah dari Jakarta, jika membandingkan per individu sungai. Dalam riset, mereka meneliti sampah di satu sungai di Kabupaten Tangerang (Sungai Dadap), tujuh sungai di DKI (Sungai Angke, Pluit, Ciliwung, Kali Item, Koja, Cilincing, dan Marunda), serta satu sungai di Kabupaten Bekasi (Sungai Bekasi).
Dari sisi limpahan sampah, Sungai Bekasi penyumbang sampah terbanyak di antara sembilan sungai yang diteliti, dengan angka rata-rata 37.888 buah per hari. Dari sisi bobot sampah, Sungai Dadap Tangerang yang ”menang” karena menghanyutkan rata-rata 7,92 ton sampah per hari. Adapun kombinasi dari tujuh sungai di Jakarta menyalurkan rata-rata 33.626 sampah seberat 7,07 ton per hari ke Teluk Jakarta. Setelah digabung, bahkan sampah harian dari tujuh sungai di Jakarta masih lebih ringan dibandingkan dengan satu sungai di Tangerang.
”Awalnya kami curiga, jangan-jangan itu karena debit air sungai-sungai di Jakarta lebih kecil daripada kedua daerah tetangganya,” ucap Reza, Jumat (13/12/2019). Setelah dicek, ternyata variasi angka debit air bukan faktor penyebab. Debit air Sungai Dadap 11,10 meter kubik per detik, debit air sungai-sungai di Jakarta 4,10-39,70 meter kubik per detik, dan di Sungai Bekasi 20,90 meter kubik per detik.
Baca juga: Plastik Sampah Terbanyak yang Masuk Teluk Jakarta
Artinya, menurut Reza, terdapat faktor kebijakan pemerintah daerah yang memengaruhi. Ia menyebutkan, keberadaan pasukan oranye pembersih kali (dikelola oleh Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI) pada 2015-2016 efektif untuk mengurangi jumlah sampah yang keluar dari muara sungai ke laut.
Andono Warih, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, mengatakan, saat ini terdapat 4.000-an personel di UPK Badan Air. Pihaknya secara rutin memberikan pembekalan dan pelatihan peningkatan kompetensi bagi mereka, seperti pelatihan selam dan keselamatan kerja. UPK Badan Air juga dilengkapi dengan sarana yang canggih, seperti spider excavator, amphibious excavator, dan kapal pembersih sampah.
Namun, peneliti pada Kementerian Kelautan dan Perikanan Widodo S Pranowo mengingatkan, seandainya Jakarta mampu menahan 100 persen sampah tidak masuk laut sekalipun, Teluk Jakarta tetap terancam oleh bertambahnya sampah laut jika upaya dari daerah-daerah penyangga Ibu Kota kurang optimal. Hal itu terkonfirmasi dari catatan jumlah dan bobot sampah Sungai Dadap dan Sungai Bekasi dibandingkan dengan tujuh sungai di Jakarta yang dipaparkan Reza dan Intan.
Selain itu, banyaknya sampah di sungai yang berpotensi tersalurkan ke laut bisa jadi juga disebabkan adanya sampah sejak dari hulu sungai yang berlokasi di wilayah kota/kabupaten lain. Kali Bekasi, misalnya, bermuara di Kabupaten Bekasi, tetapi berhulu di Kabupaten Bogor.
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto mengatakan, penanganan sampah di DKI sudah mencapai 85-90 persen. Namun, daerah-daerah lain di dalam area Jabodetabek belum mampu mengimbangi.
Bagong bersama tim sempat melakukan penilaian cepat (rapid assesment) pada pertengahan 2019 soal pengelolaan sampah plastik lokal dan impor. Hasilnya, tingkat pelayanan sampah di Kabupaten Bogor baru 40-42 persen dari total produksi sampah, Kabupaten Bekasi 42-45 persen, dan Kabupaten Tangerang sekitar 30 persen. Itu berarti sebagian besar sampah tidak dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
”Karena pelayanan pengelolaan sampah rendah, berkembanglah pembuangan sampah liar,” ujarnya. Menurut Bagong, ada ratusan titik pembuangan sampah liar di Kabupaten Bogor, 80-an titik di Kabupaten Bekasi, dan ratusan titik di Kabupaten Tangerang. Dengan kondisi itu, daerah-daerah tersebut pun sudah kewalahan mengurusi sampah.
Baca juga: Film ”Pulau Plastik” Ingatkan Bahaya Sampah dan Alternatif Penanganannya
Salah satu tantangan meningkatkan pelayanan yaitu minimnya anggaran di daerah-daerah penyangga Ibu Kota. Sebagai gambaran, DLH DKI beserta suku-suku dinas dan unit-unit di bawahnya tahun ini mengelola anggaran lebih dari Rp 3 triliun. Unit Pengelola Sampah Terpadu DLH saja mengelola Rp 1,16 triliun. Catatan Bagong, anggaran bidang persampahan pada daerah-daerah lain di Jabodetabek hanya kisaran puluhan-ratusan miliar rupiah per tahun.
Meski lebih baik dalam mengelola sampah, DKI Jakarta tetap masih punya pekerjaan rumah. Salah satunya, menekan konsumsi plastik sekali pakai. Untuk hal ini, Jakarta ”kalah” dari Kota dan Kabupaten Bogor yang sudah menerapkan pelarangan keresek di toko ritel modern dan pusat perbelanjaan.
Baca juga: Pemicu Penyakit Ganas Terperangkap di Teluk Jakarta
Andono mengatakan, DKI bukannya tidak berkomitmen turut membatasi, tetapi saat ini sedang menyusun paket kebijakan pengelolaan sampah yang lengkap dan menyeluruh, seperti peta jalan pengelolaan sampah serta kewajiban pemilahan dan pengolahan sampah di gedung-gedung kantor pemerintah provinsi.
Baca juga: Kadirun, Penakluk Sampah dari Lombok Tengah
Andono menambahkan, draf rancangan peraturan gubernur tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan pada pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat sudah pada tahap final. ”Regulasi yang disiapkan Pemprov DKI Jakarta adalah pergub tentang pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai (single use plastic bag),” ucapnya.
Pemprov DKI menegaskan tidak melarang penggunaan plastik karena material itu berkontribusi pada peradaban modern dan mempermudah kehidupan manusia. Bahkan, pemprov mendorong penggunaan barang berbahan plastik yang bisa dipakai berulang-ulang, misalnya botol plastik atau tumbler.
Baca juga: Selamatkan Teluk Jakarta, Batasi Penggunaan Semua Jenis Plastik Sekali Pakai