Sinergi Menyambut Borobudur Marathon
Festival Sinergi dan Harmoni dihelat untuk menyambut Borobudur Marathon Powered by Bank Jateng. Ajang ini menjadi wujud keselarasan ekonomi, wisata, dan budaya yang tumbuh di sekitar kawasan Candi Borobudur.
Majalah dinding itu menampilkan pemandangan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan kawasan perdesaan sekitarnya. Pohon-pohon rimbun dan sawah yang menghijau tampak di sana. Selain itu, terlihat pula beberapa orang yang tengah berlari melewati jalan desa di kawasan tersebut.
”Ini merupakan gambaran para peserta Borobudur Marathon yang tengah berlari melewati desa-desa di wilayah Borobudur,” kata siswi SMK Muhammadiyah 1 Borobudur, Aulia Nurfatma (16), yang membuat majalah dinding (mading) itu bersama empat teman sekolahnya.
Sabtu (2/11/2019) sore, Aulia dan teman-temannya mengikuti lomba mading dalam Festival Sinergi dan Harmoni yang digelar di kawasan Candi Pawon, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Magelang. Festival itu merupakan bagian dari rangkaian acara untuk menyambut lomba lari Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng yang akan digelar pada 17 November mendatang.
Borobudur Marathon merupakan lomba lari yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Bank Jateng, dan harian Kompas. Tahun ini, lomba lari yang diselenggarakan di kawasan sekitar Candi Borobudur tersebut bakal diselenggarakan pada 17 November mendatang.
Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Jawa Tengah Sinung Nugroho Rachmadi menjelaskan, Festival Sinergi dan Harmoni digelar untuk menumbuhkan partisipasi dan keterlibatan masyarakat setempat dalam memeriahkan Borobudur Marathon. Sinung mengatakan, sebagai kegiatan sport tourism (pariwisata olahraga), Borobudur Marathon memang ingin melibatkan masyarakat setempat secara aktif.
”Sesuai dengan tajuknya, Festival Sinergi dan Harapan digelar dalam rangka pelibatan masyarakat setempat. Sebab, masyarakat menjadi salah satu aktor inti dalam rangkaian Borobudur Marathon,” ujar Sinung.
Festival Sinergi dan Harapan digelar dalam rangka pelibatan masyarakat setempat. Sebab, masyarakat menjadi salah satu aktor inti dalam rangkaian Borobudur Marathon.
Sejak beberapa tahun lalu, masyarakat di kawasan Borobudur memang selalu berpartisipasi secara aktif dalam acara Borobudur Marathon. Salah satu bentuk partisipasi itu adalah digelarnya pentas kesenian oleh masyarakat lokal di sepanjang rute Borobudur Marathon saat lomba lari itu diselenggarakan.
Pentas kesenian itu digelar dengan tujuan memberi semangat kepada para pelari yang tengah berjuang untuk mencapai garis finis. Selain itu, masyarakat juga diminta secara khusus menyajikan makanan dan minuman khas Magelang untuk dijual di area lomba Borobudur Marathon.
Baca juga: Perputaran Uang di Ajang Borobudur Marathon Ditargetkan Terus Meningkat
”Itulah yang menjadi faktor pembeda dalam Borobudur Marathon. Ciri khas itu juga yang selalu kita jual di luar negeri,” ungkap Sinung.
Sinung menambahkan, dalam penyelenggaraan Festival Sinergi dan Harmoni, pihaknya melibatkan masyarakat dari berbagai latar belakang, mulai dari pelajar, kelompok seniman, hingga para pemilik usaha kuliner di Magelang.
Selain lomba mading untuk pelajar, Festival Sinergi dan Harmoni memang terdiri atas sejumlah acara lain, yakni lomba paduan suara untuk pelajar, pentas tari soreng yang merupakan kesenian khas Magelang serta pameran sajian makanan dan minuman masyarakat lokal wilayah Magelang.
Menurut Sinung, untuk menyukseskan acara pariwisata olahraga seperti Borobudur Marathon, dibutuhkan keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat. Sebab, partisipasi aktif dari berbagai kelompok masyarakat itu akan membuat Borobudur Marathon menjadi lebih semarak. Para pelari yang berpartisipasi aktif dalam acara tersebut juga akan mendapatkan pengalaman baru saat berinteraksi dengan masyarakat lokal.
Di sisi lain, keterlibatan masyarakat itu juga penting agar kegiatan pariwisata olahraga seperti Borobudur Marathon bisa bermanfaat secara signifikan terhadap perekonomian masyarakat lokal. ”Kalau masyarakat menjual produk, itu kan berarti peningkatan pendapatan,” ujar Sinung.
Baca juga: Saling Untung di Maraton
Kuliner
Salah satu daya tarik dalam Festival Sinergi dan Harmoni adalah pameran kuliner yang terdiri dari 25 stan. Stan-stan kuliner itu menampilkan aneka jenis makanan dan minuman, misalnya mangut beong yang merupakan makanan legendaris asal Borobudur, soto lesah yang juga merupakan makanan khas Magelang, dan keripik combro buatan warga lokal Magelang.
Selain itu, ada berbagai jenis kuliner lain, misalnya tengkleng, bakmi jawa, mendoan, brownies, dan sebagainya. Yang menarik, sebelum mengikuti Festival Sinergi dan Harmoni, para pengelola stan kuliner itu telah mendapat bimbingan dari para chef atau juru masak eksekutif sejumlah hotel di Magelang, misalnya Grand Artos Hotel & Convention, Plataran Heritage Borobudur Hotel & Convention Center, Hotel Puri Asri, dan Villa Borobudur Resort.
Proses bimbingan yang dilakukan selama lima bulan itu berkaitan dengan dua aspek, yakni kualitas produk kuliner dan tata kelola bisnis. Bimbingan itu, antara lain, mencakup standardisasi kebersihan, penentuan variasi dan kemasan produk kuliner, serta penghitungan harga jual.
Salah seorang pengelola stan kuliner di Festival Sinergi dan Harmoni, Supiyanti (56), menuturkan, dirinya mendapat banyak pengetahuan baru saat mengikuti proses bimbingan oleh chef salah satu hotel berbintang di Magelang. Menurut Supiyanti, dalam proses tersebut, ia mendapatkan pengetahuan mengenai cara menentukan takaran bahan dan bumbu yang pas untuk memasak sehingga kualitas masakannya menjadi konsisten.
”Sebelumnya, saya kalau memasak itu kadang bergantung mood, jadi bisa saja hari ini enak, tetapi besok enggak enak. Nah, setelah mentoring (bimbingan), saya jadi tahu bagaimana menentukan takaran bumbu dan bahan yang pas supaya rasa masakannya tetap,” kata perempuan yang berjualan mangut beong itu.
Supiyanti menambahkan, dalam proses bimbingan tersebut, ia juga dilatih untuk menghitung ongkos produksi dan menentukan harga jual masakannya. Pelatihan semacam itu penting karena sebagian pelaku usaha kuliner tradisional belum bisa menentukan harga jual produknya secara pas. ”Dulu, kan, saya asal saja waktu menentukan harga jual. Tapi sekarang jadi tahu gimana cara hitung harga jual,” tutur perempuan asal Desa Borobudur itu.
Hanung Nurhasanah (49), pengelola stan soto lesah, menuturkan, dalam proses pembimbingan itu, ia dan teman-temannya juga mendapat ilmu mengenai bagaimana membuat kemasan yang baik untuk produk kuliner. Dengan kemasan yang pas, produk kuliner yang dijual warga pun terlihat lebih menarik sehingga diharapkan lebih mudah memikat pembeli.
”Ini benar-benar kesempatan yang mahal buat kami,” kata Hanung yang berasal dari Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Magelang itu.
Yang juga menarik dalam Festival Sinergi dan Harapan adalah sistem transaksinya yang bisa menggunakan uang elektronik. Dalam festival itu, Bank Jateng menyediakan alat yang disebut mobile point off sale untuk melayani transaksi nontunai dengan berbagai jenis pembayaran, misalnya menggunakan kartu debit dan kartu kredit semua bank serta uang elektronik, seperti Gopay, Ovo, dan LinkAja.
Baca juga: Semangat Sinergi dan Harmoni dalam Jersey dan Medali Borobudur Marathon 2019
Selain itu, panitia juga menyediakan alat pembayaran elektronik yang diberi nama Gelang Duit Kampung. Alat pembayaran itu berupa gelang yang dilengkapi dengan chip yang bisa diisi dengan saldo uang elektronik. Meski begitu, pengunjung Festival Sinergi dan Harapan juga masih bisa melakukan transaksi dengan uang tunai.
Model pembayaran dengan uang elektronik tersebut diterapkan sebagai semacam latihan karena model semacam itu juga bakal diterapkan dalam penyelenggaraan lomba lari Borobudur Marathon. Dalam pelaksanaan lomba itu, para pengelola 25 stan kuliner tersebut juga bakal kembali hadir.
”Dengan berlangsungnya Festival Sinergi dan Harmoni, saya berharap bahwa 25 tenant Pasar Harmoni siap tampil pada perhelatan puncak Borobudur Marathon tahun ini,” ujar Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno.