Komnas HAM Minta Presiden Prioritaskan Persoalan Papua
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma\'ruf Amin segera mencari solusi persoalan Papua setelah pelantikan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma\'ruf Amin segera mencari solusi persoalan Papua setelah pelantikan. Pertemuan antarpihak di Papua dibutuhkan untuk menyamakan persepsi dalam membangun wilayah timur Indonesia itu.
Komisioner Komnas HAM Amiruddin menyatakan, dalam tiga bulan setelah dilantik, Joko Widodo beserta susunan kabinet baru diharapkan sudah bisa memberikan kebijakan yang jelas atas persoalan Papua. Joko Widodo-Ma\'ruf Amin akan dilantik pada 20 Oktober 2019.
Komnas HAM siap berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga untuk menyampaikan temuan-temuan atas kerusuhan yang terjadi beberapa waktu lalu di wilayah itu. “Kita membutuhkan kerja-kerja yang terkoordinasi dan sinkron agar kerusuhan serupa tidak terjadi di masa mendatang,” kata Amiruddin, dalam konferensi pers terkait perkembangan situasi Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Jumat (18/10/2019)
Dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM tersebut turut hadir Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara yang baru kembali dari Papua.
Berdasarkan catatan Kompas, kerusuhan meletus di Wamena, Papua, pada 23 September lalu. Sebanyak 33 orang tewas akibat kerusuhan itu. Salah satu pencetusnya adalah salah dengar kata ”keras” yang diucapkan seorang guru di SMA PGRI menjadi ”kera”. Itulah yang segera diasosiasikan dengan insiden rasis di Surabaya. Uniknya, kesalahpahaman ini terjadi pada 17 September atau seminggu sebelum demonstrasi yang berujung kerusuhan pada 23 September, tepat dimulainya Sidang PBB. (Kompas, Rabu, 9/10/2019).
Tragedi kemanusiaan
Beka Ulung Hapsara menyatakan, Komnas HAM mendapat laporan bahwa ada tambahan 10 korban tewas di Wamena. Meski demikian, laporan ini belum terkonfirmasi.
Beka menegaskan, kerusuhan di Wamena itu bukan konflik SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), melainkan tragedi kemanusiaan. Komnas HAM akan terus memantau hingga penyebab peristiwa itu bisa dijelaskan.
Hingga saat ini, kata Beka, belum ada penjelasan memadai terkait kedatangan massa secara serentak ke Wamena pada 23 September lalu. Oleh sebab itu, Komnas HAM meminta aparat keamanan menginvestigasi hal itu.
“Wamena itu ada di tengah lembah, dikelilingi gunung-gunung. Dan ada mobilisasi massa dari gunung ke lembah itu. Sederhananya, massa datang dari delapan penjuru mata angin. Harus dicari tahu bagaimana koordinasinya,” ucap Beka.
Beka menilai, penjelasan atas kerusuhan itu merupakan bagian untuk mencari solusi atas masalah Papua. Sebab, persoalan Papua sangat kompleks sehingga penyelesaiannya harus menyeluruh. tidak bisa sepotong-sepotong.
Ahmad Taufan Damanik menambahkan, meski suasana di Wamena sudah relatif tenang, tidak ada satu pun pihak, baik dari TNI, Polri, maupun pemerintah daerah yang bisa menjamin situasi betul-betul terkendali. Kerusuhan bisa meledak sewaktu-waktu.
Dalam kunjungan ke Papua, ia mendapati masih ada perbedaan persepsi antarpihak dalam memandang persoalan Papua. “Antara bupati dan gubernur, antara gubernur dengan kapolda bisa nggak ketemu (persepsinya),” tutur Ahmad Taufan Damanik.
Di sisi lain, solusi yang muncul untuk persoalan Papua juga masih beragam, antara lain wacana pemekaran dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Dalam proses komunikasi untuk menggagas pertemuan antarpihak, perasaan curiga masih menguat. “Ada pihak yang ingin bertemu asalkan tak ada kelompok separatis dalam pertemuan itu. Kita kan harus menyadari, kelompok itu eksis dan Komnas HAM siap mendengarkan pendapat mereka,” katanya.
Pada hari ini, lanjutnya, Komnas HAM mendapat informasi bahwa Majelis Rakyat Papua ingin difasilitasi agar bertemu dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. “Ini sinyalemen bagus. Komnas HAM akan terus mendorong semua pihak untuk bertemu dan berdialog mencari solusi terbaik,” katanya.
Dihubungi terpisah, anggota Dewan Perwakilan Daerah yang mewakili wilayah Papua Yorrys Raweyai mengakui, dorongan dari Komnas HAM kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah Papua sejalan dengan dinamika diskusi di DPD.
Menurut Yorrys, Komite I DPD sudah membentuk panita khusus (pansus) Papua. Pansus akan mengevaluasi pendekatan pemerintah selama ini terhadap Papua. “Pendekatan yang militeristik itu bukan solusi. Makanya kami akan duduk bersama untuk merumuskan pendekatan yang sebaiknya dilakukan pemerintah,” kata Yorrys.