JAKARTA, KOMPAS - Pelaksanaan hukuman mati yang terakhir dilakukan di Indonesia pada 2016 terus memicu kontroversi. Selain bertentangan dengan pemenuhan hak asasi manusia, penerapan hukuman mati di Tanah Air juga kontraproduktif dengan upaya penyelamatan warga negara, terutama para buruh migran, yang terancam hukuman mati di sejumlah negara tetangga.
”Kami mengapresiasi upaya Kementerian Luar Negeri dalam upaya penyelamatan warga negara Indonesia (WNI) yang divonis hukuman mati di luar negeri. Namun, hal itu merupakan bentuk ironi karena pidana mati belum dihapus di Tanah Air,” kata Direktur Institute for Criminal Justice Reform Anggara, di Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, lebih dari 73.503 kasus berhasil diselesaikan dan 297 WNI berhasil diselamatkan dari ancaman hukuman mati pada tahun 2014-2019. Namun, masih ada 165 WNI yang berada dalam ancaman hukuman mati di Malaysia, Arab Saudi, China, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Singapura.
Sementara itu, praktik hukuman mati tetap berjalan di Tanah Air sepanjang 2014-2019. Setidaknya, ada tiga tahap eksekusi mati yang dilakukan pada Januari 2015, April 2015, dan Juli 2016. Dari tiga kali gelombang eksekusi itu, sebanyak 18 terpidana mati telah dieksekusi.
”Apabila melihat penekanan pemerintah bahwa melindungi WNI di mana pun berada adalah salah satu fokus pemerintah, penerapan pidana mati di dalam negeri jadi paradoks. Jika Indonesia sepakat mendorong penghapusan pidana mati, bukan tidak mungkin kerja advokasi perlindungan WNI di luar negeri akan lebih mudah,” ujar Anggara.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Yati Andriyani menyampaikan, konstitusi sudah mengatur mengenai hak untuk hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi.
Dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hukuman mati direncanakan menjadi hukuman alternatif. ”Ini memang bukan jawaban yang menggembirakan. Namun, setidaknya ada perkembangan kecil karena ada pengakuan bahwa penerapan hukuman mati itu penting dikritisi atau dievaluasi,” ungkap Yati,
Menurut peneliti Imparsial, Hussein Hasan, penerapan hukuman mati yang masih dilakukan di Indonesia pada periode 2014-2019 ini muncul antara lain karena persepsi seperti untuk menumbuhkan efek jera. Padahal, tidak ada bukti faktual atau data yang menunjukkan bahwa hukuman mati efektif menumbuhkan efek jera.