Gedung Putih Tolak Bekerja Sama dengan Penyelidikan DPR
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU - Gedung Putih, Selasa (8/10/2019), menyatakan tidak akan bekerja sama dalam penyelidikan terkait rencana pemakzulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Gedung Putih mengecam proses itu sebagai langkah yang bersifat partisan dan ilegal serta melanggar konstitusi.
Penolakan itu disebutkan dalam sebuah surat sepanjang delapan halaman berisi tantangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat AS untuk melanjutkan upaya pemakzulan. Surat dikirim kepada Ketua DPR Nancy Pelosi dan tiga komisi DPR, yaitu Ketua Komisi Intelijen DPR Adam Schiff, Ketua Komisi Luar Negeri Eliot Engel, dan Ketua Komisi Pengawas Elijah Cummings, Selasa.
“Singkatnya, Anda berusaha untuk membalikkan hasil Pilpres 2016 dan merampas presiden yang terpilih secara bebas dari rakyat Amerika. Penyelidikan Anda tidak memiliki dasar konstitusi yang sah, keadilan, atau bahkan perlindungan proses hukum yang paling dasar,” tulis Penasihat Gedung Putih, Pat Cipollone.
Oleh sebab itu, Cipollone melanjutkan, Presiden Trump tidak dapat mengizinkan pemerintahannya untuk berpartisipasi dalam penyelidikan tersebut. Seluruh pejabat pemerintahan akan mengabaikan panggilan DPR dan absen untuk bersaksi.
Ketua DPR Nancy Pelosi mengumumkan penyelidikan resmi untuk pemakzulan Trump pada 24 September 2019. Trump diduga menyalahgunakan kekuasaan untuk menekan negara asing dalam menjatuhkan lawan politik dalam Pilpres 2020.
Namun, status penyelidikan pemakzulan Trump masih belum jelas. Padahal, AS sedang bersiap untuk menghadapi Pilpres 2020.
Gedung Putih menilai, DPR belum melakukan pemungutan suara yang sah untuk melakukan penyelidikan. Namun, anggota DPR menyatakan, pemungutan suara belum diperlukan pada tahap awal karena masih setara dengan pengumpulan bukti untuk dakwaan. DPR saat ini dikuasai oleh Demokrat, partai oposisi.
Ketua Fraksi Republik di Senat AS Mitch McConnell menyatakan dukungan atas strategi Trump. “DPR telah gagal untuk mengikuti prosedur dasar yang telah diberlakukan untuk setiap presiden dalam sejarah AS,” ujarnya.
Pelosi berpendapat, surat penolakan dari Gedung Putih merupakan langkah yang salah dari pemerintah. Bahkan, hal itu merupakan pelanggaran hukum karena berupaya untuk menyembunyikan fakta selama penyelidikan.
“Sebagai Presiden, Anda tidak berada di atas hukum. Anda akan dimintai pertanggungjawaban. Upaya terus-menerus untuk menyembunyikan kebenaran mengenai penyalahgunaan kekuasaan presiden dari rakyat Amerika akan dianggap sebagai bukti lebih lanjut dari tindakan menghambat penyelidikan,” kata Pelosi.
Seorang pembisik melaporkan, Trump menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli 2019. Trump meminta Zelensky untuk menyelidiki Joe dan Hunter Biden atas kasus korupsi di sebuah perusahaan gas alam Ukraina.
Joe Biden merupakan mantan wakil presiden dan bakal calon presiden terpopuler dari Demokrat. Sebelum menelepon, Trump telah menahan pengiriman bantuan internasional senilai 400 juta dollar AS untuk Ukraina.
Dukungan rakyat terhadap pemakzulan Trump terus meningkat. Apalagi, pada pekan ini, muncul pembisik kedua yang mengkonfirmasi kebenaran atas skandal Ukraina. Komisi di DPR sedang memanggil dan mewawancarai sejumlah pejabat terkait yang mengetahui skandal itu.
Langkah Gedung Putih untuk menghambat penyelidikan pemakzulan mulai terlihat. Sebelumnya, Trump telah melarang salah satu saksi kunci, Duta Besar AS untuk Uni Eropa, Gordon Sondland, untuk menghadap DPR.
Sondland adalah pendonor utama Trump dalam kampanye Pilpres 2016. Ia merupakan satu dari segelintir diplomat AS yang terlibat dalam pesan teks yang mengkoordinasikan upaya menekan Ukraina antara Juli-September 2019.
“Para penyelidik telah mengetahui bahwa Sondland memiliki pesan teks atau surel pada perangkat pribadi yang sangat relevan dengan penyelidikan, tetapi pemerintah menahannya. Kegagalan untuk menghadirkan saksi dan dokumen-dokumen tersebut adalah bukti kuat atas upaya menghalangi (penyelidikan),” kata Schiff.
DPR telah mengirim Sondland surat panggilan yang mengharuskan dia untuk hadir dalam pemeriksaan pada 16 Oktober 2019.
Dukung pemakzulan
Hasil jajak pendapat Reuters/Ipsos pada 7-8 Oktober 2019, menyebutkan, secara keseluruhan, dukungan publik atas pemakzulan stabil di angka 45 persen. Namun, penolakan pemakzulan turun sebesar 2 persen menjadi 39 persen.
Dukungan pemakzulan tertinggi berasal dari pendukung Demokrat sebesar 79 persen atau naik 5 persen dari survei sebelumnya. Pendukung Republik yang mendukung pemakzulan hanya sebesar 12 persen. Suara dukungan kelompok independen sebesar 31 persen.
Di antara pendukung Demokrat, sebanyak 55 persen menyatakan pemimpin partai harus mendorong pemakzulan meskipun dapat melemahkan posisi mereka untuk memenangkan Pilpres 2020.
Sedangkan 66 persen setuju anggota Kongres AS perlu meneruskan proses pemakzulan terlebih dahulu dibandingkan membuat undang-undang lain yang lebih menguntungkan.
“Saya ragu Trump akan dicopot dari jabatannya melalui proses pemakzulan. Tetapi, penting untuk menetapkan preseden bahwa presiden perlu bertanggung jawab atas tindakannya,” kata Moneque Jamon (51), seorang pendukung Demokrat.
Secara umum, jajak pendapat menemukan, sebanyak 55 persen responden tidak setuju Trump telah menjalankan tugas sebagai presiden dengan baik. Sebanyak 39 persen lainnya setuju dan 6 persen tidak tahu. (REUTERS/AFP)