Rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur diharapkan memiliki kajian lingkungan yang matang. Pembangunan yang akan dilakukan di tanah milik negara itu diharapkan tidak mengubah bentang alam asli lokasi itu
Oleh
sucipto
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS - Rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur diharapkan memiliki kajian lingkungan yang matang. Pembangunan yang akan dilakukan di tanah milik negara itu diharapkan tidak mengubah bentang alam asli lokasi itu.
Presiden Joko Widodo mengumumkan lokasi paling cocok jadi ibu kota negara baru ada di lahan milik negara di perbatasan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Namun, titik pasti lokasinya belum diumumkan. Pemerintah juga tengah menyiapkan revisi undang-undang terkait ibu kota negara.
Akan tetapi, berbagai lembaga dan kementerian sudah menyiapkan desain dan rencana pembangunan di calon lokasi ibu kota. Kamis (19/9/2019), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Direktur Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti mengunjungi calon lokasi ibu kota. Mereka juga menyampaikan konsep rencana pembangunan ibu kota negara, yakni kota cerdas, terinegrasi, dan berkelanjutan di Balikpapan.
Kepala Pusat Studi Reforestasi Hutan Hujan Tropis Universitas Mulawarman Sukartiningsih mengatakan, konsep kota cerdas sudah terlihat dari pemaparan Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR. Namun, menurutnya konsep kota hijau belum terlalu nampak.
"Masukan kami, pembangunan ibu kota nanti betul-betul minim merubah bentang alam. Kita bisa mencontoh Jepang. Di sana, kereta melaju di bawah tanah, sedangkan di atasnya vegetasi tetap tumbuh," kata Sukartiningsih, Sabtu (21/9).
Ia berharap, pembangunan tetap mempertahankan berbagai jenis tanaman asli Kalimantan Timur. Hal itu perlu dipertahankan sebab pulau Kalimantan salah satu paru-paru dunia yang tersisa. Hal itu bisa berjalan dengan baik jika disiapkan sedini mungkin dengan perencanaan yang matang.
"Kajian lingkungan hidup strategis di lokasi ibu kota negara yang baru dilakukan berdasarkan penelitian yang baik agar pembangunan tidak membuat masalah baru," kata dia.
Kajian lingkungan hidup strategis di lokasi ibu kota negara yang baru dilakukan berdasarkan penelitian yang baik agar pembangunan tidak membuat masalah baru
Kecamatan Sepaku di Penajam Paser Utara yang berbatasan langsung dengan Kutai Kartanegara setidaknya dilewati lima sungai, yakni Sungai Toyu, Kemaen, Pemaluan, Samuntai, dan Sungai Mentawir. Ia juga mengatakan, daerah aliran sungai perlu dijaga agar kualitas air di lokasi ibu kota dan sekitarnya bagus dalam jangka waktu lama.
Biasanya, pertumbuhan sebuah kota memungkinkan bantaran sungai dihuni oleh warga. Kondisi itu rentan menimbulkan masalah baru, seperti banjir dan menurunnya kualitas air sungai.
Hal itu juga perlu disinergikan dengan konsep awal Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III yang sudah merancang berbagai proyek bendungan air untuk kebutuhan 1,5 juta jiwa penduduk ibu kota baru.
Menurut catatan BWS Kalimantan III, sebanyak 1,5 juta jiwa diasumsikan membutuhkan 15.000 liter air per detik sepanjang tahun pertama. Sampai dengan 15 tahun mendatang, proyeksi kebutuhan air naik hingga 18.400 liter per detik.
Kepala BWS Kalimantan III Anang Muchlis mengatakan, rancangan awal yang sudah dibuat adalah pengoptimalan dan pembangunan tujuh bendungan di percabangan Sungai Mahakam ke arah Samboja dan Muara Jawa. Selain itu, embung atau waduk tadah hujan juga diperlukan.
"Saat ini, bendungan yang sudah beroperasi adalah pemanfaatan Intake Kalhol Kota Samarinda dengan kapasitas 1.000 liter per detik. Selain itu, Bendungan Samboja juga tengah dioptimalkan dengan kapasitas 600 liter per detik. Konsep pembangunannya nanti kita sesuaikan juga dengan yang dimiliki pusat," ujar Anang.
Membuka masukan
Diana Kusumastuti mengatakan, saat ini, kajian pembangunan ibu kota masih terus dilakukan. Berbagai konsep pembangunan juga sudah disiapkan.
Diana mengatakan, dalam masa persiapan itu, ia menampung berbagai masukan dari ahli dan akademisi. Menurut rancangan awal yang dibuat, kawasan inti pusat pemerintahan direncanakan seluas 2.000 hektar. Di sana, diperkirakan bakal dihuni 40 jiwa per hektar.
"Menurut rencana kami, desain kotanya akan disayembarakan. Kami sudah memiliki kriteria dan rancangan awal. Namun, jika ada pengembangan dan masukan, akan kami sesuaikan," kata Diana.
Ia mengatakan, konsep pembangunan jalan akan disesuaikan dengan kebutuhan mobilitas orang dan barang di ibu kota baru. Kebutuhan infrastruktur jalan di lokasi ibu kota, yakni jalan nasional tol sepanjang 122 km, jalan arteri (145 km), dan jalan kolektor (76 km).
"Sistem terintegrasi juga akan dibuat untuk berbagai instalasi kabel di bawah tanah. Berbagai keperluan kabel, seperti internet, telepon, listrik, dan lain-lain akan dibuatkan tempat atau lorong khusus agar tidak terjadi galian-galian saat perbaikan," ujar Diana.