Revisi UU MD3 Segera Diselesaikan, Hasrat DPR Akan Kekuasaan Makin Kuat
Badan Legislasi DPR berkomitmen segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Revisi UU MD3 itu dinilai sebagai bentuk akomodasi hasrat politik DPR akan kekuasaan.
Oleh
AGNES THEODORA/INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Badan Legislasi DPR berkomitmen segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3. Namun, sejumlah kalangan menilai, DPR terlalu ambisius. Penambahan kursi itu dinilai sebagai bentuk akomodasi hasrat politik DPR akan kekuasaan.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, Kamis (12/9/2019), mengatakan, Badan Legislatif DPR akan segera menyelesaikan revisi UU MD3. Aturan yang diubah di UU itu hanya terkait penambahan komposisi pimpinan MPR.
Pembahasan revisi itu akan dikoordinasikan dengan kementerian terkait. "Kan lagi nunggu. Baru mau menghubungi pak menteri," katanya.
Sebelumnya, pada Selasa (10/9/2019), Presiden Joko Widodo mengirimkan surat persetujuan pemerintah atau surat presiden (surpres) untuk membahas revisi UU MD3. Dengan supres revisi UU MD3, wacana penambahan pimpinan MPR menjadi sepuluh orang akan segera dibahas DPR. (Kompas, 11/9/2019).
Menurut Andi, revisi UU MD3 bertujuan untuk membangun koalisi kebangsaan. Ini akan menempatkan MPR tidak sebagai lembaga politik praktis, tapi politik kebangsaan.
MPR itu menyangkut soal ideologi, konstitusi, dan menjadi pusat bertemunya para perwakilan para partai politik. Dengan begitu, diharapkan semua partai politik berbicara hal yang sama.
"Jadi di sana jangan ada politik praktis. Maka kami berikan kesempatan, mudah-mudahan ini jadi tradisi kita untuk masa mendatang," kata dia.
Revisi UU MD3 bertujuan untuk membangun koalisi kebangsaan. Ini akan menempatkan MPR tidak sebagai lembaga politik praktis, tapi politik kebangsaan.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengemukakan, DPD menginginkan dua kursi dari sepuluh pimpinan MPR. "Tetapi sepertinya (DPD) hanya dapat satu. Sembilan kursi lagi diisi oleh fraksi," katanya.
Anggota DPD Beni Ramdani menyatakan, DPD merupakan representasi daerah. Sudah sepantasnya ada pimpinan MPR yang mewakili wilayah Barat dan Timur. Akan tetapi, mengamati dinamika yang berkembang, wacana revisi UU MD3 lebih kepada bagi-bagi kekuasaan oleh partai politik.
Mengamati dinamika yang berkembang, wacana revisi UU MD3 lebih kepada bagi-bagi kekuasaan oleh partai politik.
Pada prinsipnya, lanjut Beni, DPD setuju revisi UU MD3 sepanjang bertujuan untuk menguatkan lembaga MPR. Tetapi kalau hanya untuk bagi-bagi kursi, DPD tak setuju. "Itu tidak sehat," katanya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menyatakan, dalih koalisi kebangsaan oleh DPR bersifat manipulatif dan secara rapat menutup bara ambisi partai-partai untuk merebut kekuasaan.
Keputusan merevisi UU MD3, khususnya soal jumlah pimpinan, menjadi noktah hitam bagi DPR dalam hal kualitas legislasi.
"Mungkin baru kali ini terjadi sebuah UU hasil kerja DPR yang sama diubah sendiri oleh mereka walaupun hasil terdahulu belum sempat dilaksanakan," ujarnya.
Urusan kebangsaan di MPR, kata Lucius, semestinya jauh dari sekedar soal kursi kekuasaan. Urusan kebangsaan itu bagaimana membangun Indonesia atas dasar empat pilar, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dia meminta agar DPR tidak mereduksi persoalan kebangsaan dengan mengubah UU demi kekuasaan. Jika itu terjadi, sama saja DPR menjadikan istilah kebangsaan sebagai pembungkus hasrat politik akan kekuasaan.
"Hal itu diperkuat dengan DPD yang juga menginginkan dua kursi pimpinan MPR. Semakin jelas ini bukan urusan kebangsaan lagi," katanya.
DPR diharapkan tidak mereduksi persoalan kebangsaan dengan mengubah UU demi kekuasaan. Jika itu terjadi, sama saja DPR menjadikan istilah kebangsaan sebagai pembungkus hasrat politik akan kekuasaan.
UU MD3 menyebutkan, jumlah pimpinan MPR terdiri atas satu ketua dan tujuh wakil ketua. UU MD3 itu hanya berlaku setelah disahkan hingga akhir masa jabatan MPR periode 2014-2019 pada akhir September 2019.
Dalam UU itu juga disebutkan, untuk pimpinan MPR periode selanjutnya, kembali ke komposisi semula sebelum UU MD3 itu lahir, yaitu satu ketua dan empat wakil ketua.
Namun, sejumlah fraksi partai politik mengusulkan agar pimpinan MPR pada periode selanjutnya ditambah. Sejumlah fraksi menginginkan jumlah pimpinan tetap berjumlah delapan hingga 10 orang.