Pendidikan Jadi Pertimbangan Usulan Minimal Usia Perkawinan 19 Tahun
Pemerintah siap membahas revisi Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang terkait batas minimal usia perkawinan bagi perempuan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah siap membahas revisi Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang terkait batas minimal usia perkawinan bagi perempuan. Pembahasan diharapkan dapat mulai dilakukan pada minggu ini bersama DPR. Pemerintah berharap DPR mengakomodasi usulan batas minimal usia 19 tahun bagi perempuan untuk menikah.
Usulan usia 19 tahun ini dinilai realistis, menyusul sejumlah pertimbangan, terutama pendidikan dan kesiapan mental. Dengan minimal usia 19 tahun, diharapkan perempuan telah mencapai jenjang pendidikan lebih tinggi, minimal lulus lulus SMA/SMK. Dari sisi mental diharapkan lebih matang karena dari sisi usia mereka bukan lagi anak-anak.
Pembahasan revisi Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan tersebut segera dilakukan setelah Presiden Joko Widodo menandatangani surat presiden (Surpres) pada 6 September 2019 yang isinya memerintahkan empat menteri untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan perubahan undang-undang tersebut dengan DPR. Keempat menteri tersebut adalah Menteri PPPA, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
”Pemerintah merasa bergembira sekali karena akhirnya kami sudah mendapat surpres. Dengan surpres tersebut, Kementerian PPPA mendorong DPR agar secepatnya mengesahkan Revisi UU Perkawinan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise didampingi Sekretaris Kementerian PPPA Pribudiarta Sitepu dan Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Lenny N Rosalin di Jakarta, Senin (9/9/2019).
Dengan surpres tersebut, Kementerian PPPA mendorong DPR agar secepatnya mengesahkan Revisi UU Perkawinan.
Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) DPR terkait RUU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, beberapa waktu lalu, DPR menyepakati memperbaiki secara terbatas Pasal 7 Ayat (1) terkait batas usia minimal perkawinan. Panja DPR menyepakati batas usia minimal 18 tahun bagi laki-laki dan perempuan untuk menikah. Pasal 7 Ayat (1) UU 1/1974 menyebutkan batas usia minimal laki-laki untuk menikah 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
Pemerintah dan sejumlah kalangan menghendaki batas usia minimal bagi perempuan untuk menikah adalah 19 tahun, sama dengan laki-laki. ”Kami tetap tegas untuk menaikkan ke usia 19 tahun, yaitu setelah 18 tahun, setelah anak itu tamat SMA, kami harapkan secara mental sudah siap. Jadi, usia 19 tahun harus diwujudkan karena pengadilan punya legitimasi dalam menetapkan dispensasi perkawinan,” ujar Yohana.
Yohana mengatakan, revisi Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan mendesak dilakukan karena saat ini sudah darurat perkawinan anak. Dampak perkawinan anak sangat membahayakan dan merupakan pelanggaran hak anak. Data Badan Pusat Statistik 2017 menunjukkan 1 dari 4 anak perempuan, atau sekitar 25 persen, menikah pada usia anak.
”Setiap tahun sekitar 340.000 anak perempuan menikah,” kata Yohana. Mereka rata-rata masih usia SMP dan SMA (belum lulus).
Amanat putusan MK
Revisi Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan ini merupakan amanat Mahkamah Konstitusi pada 13 Desember 2018. Menindaklanjuti putusan ini, DPR setelah membentuk panja untuk Revisi UU Perkawinan. Di pihak pemerintah, KPPPA telah melakukan berbagai pertemuan dengan kementerian/lembaga terkait termasuk organisasi masyarakat sipil hingga menyusun naskah akademis dan RUU Perubahan UU Perkawinan.
Pemerintah mengusulkan bunyi perubahan Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 74 sebagai berikut ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang berlaku saat ini berbunyi ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.
”Pemerintah mengusulkan batas usia minimal perkawinan 19 tahun karena hal itu akan memberikan dampak positif, terutama kepada anak-anak perempuan. Dengan usia 19 tahun, mereka bisa mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan dari sisi kesehatan reproduksi juga lebih baik karena risiko kematian ibu dan bayi bisa diturunkan,” tutur Lenny.
Pemerintah mengusulkan batas usia minimal perkawinan 19 tahun karena hal itu akan memberikan dampak positif, terutama kepada anak-anak perempuan.
Direktur Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (Kapal Perempuan) Misiyah berharap dengan keluarnya surpres yang menugasi empat menteri untuk pembahasan Revisi UU Perkawinan di DPR, proses pembahasan di DPR akan berlangsung cepat dan disahkan sebelum DPR periode 2014-2019 berakhir.
”Gerakan perempuan mendukung sekaligus mendesak supaya revisi UU Perkawinan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu tidak ada diskriminasi usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Usia yang kami usulkan untuk perempuan naik menjadi 19 tahun,” kata Misiyah.