Pasal Bermasalah RUU KPK Jadi Topik Makalah Para Capim
DPR periode 2019—2024 memiliki waktu yang lebih panjang untuk meneliti kapasitas setiap Capim KPK secara serius. Keputusan yang dibuat dalam waktu amat singkat, tentu akan dipertanyakan oleh masyarakat.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Sepuluh Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mulai mengikuti tahapan uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR mulai Senin, (09/09/2019). Pada tahap awal, para capim KPK diminta membuat makalah dari topik yang ditentukan anggota Komisi III DPR. Ada dua topik yang menyinggung dua pasal perubahan dalam RUU KPK, yaitu terkait penyadapan dan surat penghentian penyidikan perkara atau SP3.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa di Jakarta, mengatakan, mulai Senin (09/09/2019) hingga Kamis (12/09/2019), sepuluh Capim KPK mengikuti tahap uji kelayakan dan kepatutan di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pada hari pertama, mereka diminta membuat makalah dari 14 topik yang ditentukan Komisi III DPR dengan waktu pengerjaan sekitar satu setengah jam.
"Nantinya masing-masing dari mereka akan mengerjakan satu dari 14 topik yang kami ajukan. Sistemnya dengan cara undian. Beberapa topiknya terkait tentang RUU KPK," ucapnya.
Ada dua topik yang menyinggung terkait revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu tentang kewenangan SP3 sebagai bentuk perwujudan asas keseimbangan profesionalisme, keadilan, dan kepastian dalam penegakan hukum. Hal tersebut tertuang dalam pasal 40 (1) RUU KPK.
Kemudian, ada pula topik mengenai pentingnya pelaksanaan kewenangan dan etik seluruh pegawai termasuk pada upaya paksa dan penyadapan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketentuan ini masuk dalam pasal 12 A dan pasal 12 B RUU KPK.
Dua topik tersebut masuk dalam sejumlah pasal bermasalah yang berpotensi melemahkan KPK. Desmond mengatakan, makalah yang dibuat akan menjadi dasar bagi para anggota Komisi III DPR untuk melakukan proses wawancara terhadap para capim KPK.
Mengikuti undang-undang
Sementara itu, anggota Badan Legislasi DPR, yang juga merupakan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu, mengatakan, para Capim KPK harus mengerti isi RUU KPK yang akan dibahas DPR nantinya. Ia pun meminta agar para capim nantinya bisa mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada setelah terpilih.
"Kami tidak ingin nantinya Capim KPK terpilih menjadi sosok anarki yang menentang peraturan perundang-undangan. Pada saat uji kepatutan dan kelayakan berjanji untuk menaati undang-undang, tetapi setelah terpilih malah membelot," katanya.
Selain itu, terkait proses RUU KPK, Masinton yakin, Presiden Joko Widodo akan segera menyerahkan surat presiden agar pemerintah dan Komisi III bisa segera membahas kelanjutan RUU tersebut. Ia pun mengatakan, DPR akan terus memproses RUU KPK meski banyak mendapat kritik dari masyarakat.
"Seluruh fraksi di DPR telah setuju agar RUU KPK segera dibahas. Kami pun juga tahu bahwa para pegawai dan pimpinan KPK mendesak presiden agar tidak segera mengirimkan surat kepada kami," ucapnya.
Ketua Panitia Seleksi Capim KPK Yenti Garnasih mengatakan, tugas pansel saat ini telah selesai dan kewenangan berikutnya ada di Komisi III DPR. Ia pun mengatakan, akan memberikan data rekam jejak para capim jika diminta oleh Komisi III DPR.
"Terkait rekam jejak para capim, ada yang sifatnya rahasia dan tidak bisa dibuka kepada publik. Nantinya, akan kami serahkan kepada para anggota jika ingin digunakan untuk bahan uji kepatutan dan kelayakan," jelasnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR.
Yenti mengatakan, ia dan anggota lain telah melaksanakan tugas dengan semaksimal mungkin di tengah kritik dari masyarakat yang mempertanyakan integritas dan kinerja pansel. Menurut ia, sepuluh nama yang diserahkan kepada Komisi III juga telah disetujui oleh DPR.
Jangan terburu-buru
Sebelumnya, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril mengatakan, keinginan DPR untuk menguji kelayakan dan kepatutan Capim KPK pada akhir masa jabatan DPR kurang bijak. Waktu yang tersisa bagi mereka hanya tiga minggu hingga akhir September 2019.
Sejumlah tahapan juga harus dilalui sebelum uji kelayakan dan kepatutan. Mulai dari penyusunan jadwal dan alur tes.
Oce mengatakan, DPR periode 2019—2024 memiliki waktu yang lebih panjang untuk meneliti kapasitas setiap Capim KPK secara serius. Keputusan yang dibuat dalam waktu amat singkat, tentu akan dipertanyakan oleh masyarakat.
“Dalam memilih Capim KPK, anggota DPR tentu harus melakukan penelaahan. Itu tidak mungkin dilakukan secara terburu-buru, akan lebih baik jika diserahkan ke DPR periode berikutnya, sama seperti periode lalu,” kata Oce.