Aparat kepolisian menyegel sejumlah bangunan dan jalan tambang milik PT Karyatama Konawe Utara di Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Aparat kepolisian menyegel sejumlah bangunan dan jalan tambang milik PT Karyatama Konawe Utara di Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Perusahaan itu diduga membangun di hutan produksi tanpa dilengkapi izin selama bertahun-tahun.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Konawe Inspektur Satu Rachmat Zam Zam, Sabtu (7/9/2019), menjelaskan, pihaknya menyegel bangunan kantor, mes karyawan, bangunan workshop, serta jalan tambang PT Karyatama Konawe Utara (KKU) pada Kamis (5/9/2019) sore. Lokasi yang disegel tersebut diketahui adalah wilayah hutan produksi, tetapi perusahaan tak mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).
”Kami lalu menyegel semua lokasi yang diketahui berada di kawasan hutan produksi tanpa izin, termasuk sejumlah truk. Kasus ini ditingkatkan tahapnya dari penyelidikan ke penyidikan. Kami telah memeriksa delapan saksi, termasuk lima orang dari perusahaan,” tutur Rachmat, saat dihubungi dari Kendari.
Mereka punya IPPKH, tapi bukan di lokasi tempat mereka membangun bangunan dan jalan tersebut.
Rachmat menceritakan, kasus ini bermula setelah pihaknya mendapat laporan perusahaan melakukan aktivitas penambangan di kawasan hutan produksi. Bersama dinas kehutanan, pengecekan dilakukan di lokasi penambangan PT KKU, tepatnya di Desa Tambakua. Koordinat lokasi-lokasi perusahaan dicek dengan menggunakan perangkat pemetaan satelit (GPS) bersama dengan pihak perusahaan.
Dari pengecekan tersebut, kata Rachmat, diketahui bahwa ada sejumlah lokasi perusahaan yang berada dalam kawasan hutan produksi tanpa dilengkapi izin. Pihaknya juga telah meminta penjelasan dari Dinas Pertambangan Provinsi Sultra terkait kejelasan lokasi izin usaha pertambangan (IUP) dari perusahaan itu.
”Hasilnya sudah jelas bahwa bangunan serta jalan itu masuk kawasan hutan produksi tanpa ada IPPKH. Mereka punya IPPKH, tapi bukan di lokasi tempat mereka membangun bangunan dan jalan tersebut. Kami memberi garis polisi, dan (area) tidak boleh digunakan oleh perusahaan,” ujar Rachmat.
Perusahaan tambang nikel yang memiliki izin operasi sejak 2009 ini, lanjut Rachmat, memiliki IPPKH untuk pertambangan seluas sekitar 900 hektar. Sejauh ini, lokasi pertambangan berada di dalam area IPPKH itu. Hanya saja, pihaknya tetap akan memastikan secara detail semuanya.
Atas kejadian ini, kepolisian menduga kuat ada pelanggaran Pasal 89 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Ancaman hukumannya adalah 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 50 miliar.
General Manager PT KKU Wahyu Prasetiyo, yang dihubungi lewat pesan elektronik sejak tengah hari, belum membalas pesan hingga sore. PT KKU adalah salah satu perusahaan yang menambang di wilayah bukit di Desa Tambakua.
Sedikitnya ada tujuh perusahaan yang menambang di daerah bukit dengan ketinggian lebih dari 400 meter itu. Lokasi ini menjadi salah satu fokus liputan Kompas terkait kerusakan hulu hingga hilir Konawe Utara, yang terbit pada Senin hingga Kamis, 26-29 Agustus 2019.
Proses penambangan perusahaan di wilayah bukit yang dekat dengan hulu beberapa sungai itu telah lama dikeluhkan warga desa. Perwakilan Desa Tambakua juga telah beberapa kali melakukan aksi protes kepada perusahaan.
Saat dihubungi secara terpisah, Sekretaris Desa Tambakua Mustaman mengatakan, meski telah disegel, aktivitas perusahaan tetap berjalan. Ia tidak mengerti mengapa perusahaan tetap beroperasi meski bangunan serta jalan tambang telah disegel oleh pihak kepolisian.
”Sekarang masih beraktivitas mereka. Mana di atas itu ada lubang besar bekas lokasi penambangan yang airnya langsung dijatuhkan ke sungai,” ucap Mustaman.
Pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan laut, sebuah lubang penggalian raksasa memang berada di lokasi penambangan nikel di lokasi perusahaan. Lubang ini berdiameter sekitar 100 meter dengan kedalaman lebih dari 30 meter. Di salah satu sudut, terdapat saluran air buatan yang alirannya langsung menuju Sungai Laundolia di bawahnya.
Di sisi barat lokasi perusahaan, jalan-jalan tambang terbentang. Tanah merah selebar 20 meter terbuka, mengarah ke sejumlah perusahaan. Berjarak 3 kilometer, pertambangan lain terbuka luas.
Tambang di bukit
Kawasan Bukit Desa Tambakua, Langgikima, memang terbuka dengan sejumlah area pertambangan. Bukit dikupas, timbunan bijih nikel pun menyebar di banyak lokasi. Sisa pengerukan ditumpuk di bagian bukit yang curam sehingga banyak material yang longsor dan jatuh ke sungai yang tepat terletak di bagian bawah.
Selain PT KKU, sebuah perusahaan lain, yaitu PT Bosowa Mining, juga disegel oleh Polda Sultra pada Juni lalu karena ketidaklengkapan izin. Lokasi kedua perusahaan ini berdekatan, bersama sejumlah perusahaan lain yang juga berada di atas bukit Tambakua.
Sebelumnya, Kepala Bidang Penataan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Sultra Aminoto Kamaludin menyatakan perlunya evaluasi terkait pengelolaan lingkungan pertambangan dan perkebunan. Untuk itu, perlu penghentian sementara (moratorium) aktivitas di lapangan.
Tujuannya, mengetahui mana pengelolaan yang layak atau sesuai standar dan mana yang tak layak dan harus diperbaiki. Terlebih lagi, anggaran yang sangat minim membuat pengawasan berkala di lapangan tak bisa dilakukan.
Iptu Rachmat menambahkan, pihaknya akan menyelidiki semua dugaan pelanggaran hukum yang terjadi di banyak lokasi penambangan di daerah tersebut.