Tersangka kasus dugaan suap distribusi gula tahun 2019, Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Pulungan, sudah berada di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tersangka kasus dugaan suap distribusi gula tahun 2019, Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Pulungan, sudah berada di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sementara pihak swasta yang terlibat dalam kasus tersebut, Pieko Njoto Setiadi, masih belum menyerahkan diri. Dibutuhkan komitmen kuat dari pimpinan badan usaha milik negara untuk mengikis budaya suap di lembaga itu.
”Dirut PTPN III telah berada di KPK dan sedang dalam proses pemeriksaan. Ia menyerahkan diri dini hari tadi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (4/9/2019) pagi.
Dolly diduga meminta uang 345.000 dollar Singapura atau setara Rp 3,52 miliar sebagai imbalan distribusi gula yang masuk ruang lingkup kerja PTPN III. Uang diminta kepada Pieko Njoto Setiadi, pemilik PT Fajar Mulia Transindo, dan perusahaan lain yang bergerak di bidang distribusi gula.
”Sementara PNO (Pieko) belum menyerahkan diri. KPK mengimbau agar PNO segera menyerahkan diri karena sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Febri.
Pieko, Senin (2/9/2019), meminta Freddy Tandou, pengelola kantor penukaran uang di Jakarta, untuk mencairkan sejumlah uang yang direncanakan diberikan kepada Dolly.
Selanjutnya, Pieko memerintahkan Ramlin, orang kepercayaan Pieko, untuk mengambil uang dari kantor penukaran uang dan menyerahkannya kepada Corry Luca, pegawai Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) pada pukul 17.00 di kantor PTPN di Kuningan, Jakarta.
Corry kemudian mengantarkan uang sejumlah 345.000 dollar Singapura kepada I Kadek Kertha Laksana, Direktur Pemasaran PTPN III (Persero) di kantor KPBN. Tim KPK selanjutnya mengamankan lima orang di Jakarta dan menetapkan tiga tersangka, yaitu Dolly, Pieko, dan Kadek.
”IKL (Kadek) sudah ditahan 20 hari pertama di Rumah Tahanan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur,” katanya.
Kasus ini bermula pada awal 2019. Perusahaan milik Pieko ditunjuk menjadi pihak swasta dalam skema kontrak jangka panjang dengan PTPN III (Persero). Dalam kontrak ini, pihak swasta mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama masa kontrak.
Di PTPN III terdapat aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan. Pada penetapan tersebut, harga gula disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III; pengusaha gula, Pieko; dan Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Arum Sabil.
Pada 31 Agustus 2019 terjadi pertemuan antara Pieko, Dolly, dan Arum di Hotel Shangri-La, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Dolly meminta uang kepada Pieko terkait persoalan pribadinya yang akan diselesaikan melalui Arum.
Sebaiknya BUMN mulai berbenah dengan menguatkan unit pengendali gratifikasi.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dolly meminta Kadek menemui Pieko untuk menindaklanjuti permintaan uang sebelumnya. Selanjutnya, uang sejumlah 345.000 dollar Singapura diduga merupakan fee terkait dengan distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III (Persero).
Dihubungi terpisah, peneliti pada Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha, menjelaskan, di BUMN, paradigma suap bisa memperlancar bisnis masih hidup.
Sebaiknya, BUMN mulai berbenah dengan menguatkan unit pengendali gratifikasi, membentuk sistem untuk menghindari benturan kepentingan, serta memperkuat pelaporan harta kekayaan bagi para pejabatnya.
”Hal ini dimungkinkan terjadi jika ada komitmen antikorupsi yang kuat dari pimpinan instansi tersebut,” katanya.