Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah klaim Inspektur Jenderal (Pol) Firli Bahuri tentang pelanggaran etik mantan pegawai lembaga anti korupsi itu. Pimpinan KPK tidak pernah memutuskan klaim yang disampaikan Firli saat menjalani proses pencalonan sebagai Pimpinan KPK.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah klaim Inspektur Jenderal (Pol) Firli Bahuri tentang pelanggaran etik mantan pegawai lembaga anti korupsi itu. Pimpinan KPK tidak pernah memutuskan klaim yang disampaikan Firli saat menjalani proses pencalonan sebagai Pimpinan KPK.
“Setelah saya cek ke Pimpinan KPK, kami pastikan informasi tersebut tidak benar. Pimpinan KPK tidak pernah menyatakan apalagi memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran etik oleh mantan pegawai KPK yang sekarang sedang menjalani proses pencalonan sebagai Pimpinan KPK,” ujar Juru Bicara Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Pada tahapan uji publik dan wawancara, Firli mengklaim bahwa pada 19 Maret 2019, dirinya sudah diklarifikasi oleh 5 pimpinan KPK, Hasil dari pertemuan tersebut, Firli mengatakan bahwa tidak ada fakta dirinya melanggar kode etik.
Dalam dugaan pelanggaran kode etik, Firli mengatakan itu bertemu, bukan mengadakan pertemuan. “Saya tidak mengadakan hubungan dan pertemuan. Saya bertemu iya, tapi mengadakan pertemuan enggak,” ujarnya.
Febri menegaskan bahwa informasi yang benar, hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal (PI) telah selesai pada 31 Desember 2018. Dalam proses pemeriksaan oleh Direktorat PI tersebut, Firli pernah diperiksa oleh Tim KPK pada awal Desember 2018.
“Tim pemeriksa telah memeriksa 27 orang saksi dan 2 orang ahli. Tim juga menganalisis bukti-bukti elektronik yang didapatkan. Fokus tim bukan hanya pada 1 pertemuan saja, tetapi sekitar 3 atau 4 pertemuan yang hasilnya diserahkan Deputi ke Pimpinan KPK pada 23 Januari 2019,” tutur Febri.
Lanjutnya, Pimpinan KPK kemudian menugaskan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) untuk membahas lebih lanjut. Prosesnya telah masuk di DPP dan kemudian DPP mendengar paparan dari Direktorat Pengawasan Internal.
“Proses ini tidak bisa selesai karena ybs tidak menjadi pegawai KPK lagi. Untuk menjaga hubungan antar institusi penegak hukum, maka Pimpinan KPK melakukan komunikasi dengan Polri terkait dengan proses penarikan dan tidak diperpanjangnya masa tugas yang bersangkutan (Firli) di KPK,” ujar Febri.
Kompas mencatat, pada 20 Juni 2016, bahwa dengan kembalinya Firli bertugas di Polri, pemeriksaan yang tengah dijalankan Direktorat Pengawas Internal KPK terhadap Firli otomatis dihentikan. ”Masih dalam proses (kasusnya), tetapi tidak (lagi) diteruskan. Hal itu karena yang bersangkutan diperlukan untuk penugasan baru di organisasi Polri,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.
Sebelumnya, ada surat permintaan dari Kepala Polri agar Firli kembali bertugas di Polri saat diperiksa Direktorat Pengawas Internal KPK terkait pertemuannya untuk bermain tenis dengan Tuanku Guru Bajang Zainul Majdi yang saat itu menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat. Pertemuan itu terjadi saat KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam divestasi PT Newmont Nusa Tenggara kepada PT Amman Mineral Internasional dan Zainul jadi salah satu pihak yang diperlukan keterangannya.
Febri menyatakan bahwa KPK tidak dapat membuka Informasi lebih rinci, namun KPK sudah memberikan informasi yang cukup pada pihak Panitia Seleksi. Terlepas dari klarifikasi ini, lebih dari itu KPK juga masih menunggu jika pihak Pansel ingin melihat bukti lebih rinci dari temuan-temuan KPK terkait rekam jejak para calon tersebut.
“Perlu kami tegaskan kembali, KPK melakukan kegiatan penelusuran rekam jejak ini berdasarkan permintaan bantuan dari Pansel. Dengan tingginya harapan publik terhadap hasil seleksi ini, KPK berharap proses seleksi ini dilakukan secara fair dan tetap menggunakan Integritas sebagai alat ukur utama,” kata Febri.