Jalan Raya dan Drainase Jadi Infrastruktur Pertama yang Dibangun
Jalan raya menjadi infrastruktur pertama yang akan dibangun dalam tahap pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Jalan merupakan infrastruktur dasar yang mampu mendorong pembangunan infrastruktur lainnya di kawasan tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Jalan raya dan drainase menjadi infrastruktur pertama yang akan dibangun dalam tahap pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Jalan merupakan infrastruktur dasar yang mampu mendorong pembangunan infrastruktur lainnya di kawasan tersebut.
Hal itu disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono seusai mengisi kuliah umum di depan puluhan mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, di Grha Sabha Pramana, Yogyakarta, Selasa (27/8/2019).
”Yang penting dasarnya dulu. Kalau belum ada aksesnya, bagaimana membangunnya? Akses dulu kami bikin. Jalan dulu kami bangun,” kata Basuki.
Dia menyatakan, tahapan pertama pembangunan ibu kota baru adalah membuat desain kriteria untuk sarana dan prasarana dasar. Selain akses jalan, yang turut disiapkan adalah saluran air atau drainase dan sarana transportasi. Pembuatan desain itu direncanakan berlangsung mulai 2019 hingga pertengahan 2020. ”Target kami, jalan itu (dibangun) pertengahan 2020,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo, Senin (26/8/2019), di Istana Negara, Jakarta, telah mengumumkan bahwa ibu kota negara bakal dipindahkan ke Kalimantan Timur. Kajian mendalam telah dilakukan selama tiga tahun terakhir. Dari hasil kajian itu, lokasi yang dianggap paling ideal berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. (Kompas, 27/8/2019).
Selanjutnya, Basuki menyampaikan, keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan juga bakal dijamin dalam pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur. Hal itu mendasari dipilihnya konsep forest city (kota hutan) di kota tersebut. Bahkan, rehabilitasi Bukit Soeharto juga akan dilakukan mengingat sudah banyak lahan kelapa sawit di sana.
Keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan juga bakal dijamin dalam pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur.
”Kami akan merehabilitasi (Bukit Soeharto) dan dijadikan hutan kembali. Kami juga akan membuat embung-embung untuk ruang biru. Keberadaan hutan di Kalimantan akan kami pertahankan,” kata Basuki.
Lahan yang disiapkan untuk ibu kota negara baru tersebut seluas 180.000 hektar. Kebutuhan lahan untuk kantor kementerian dan lembaga negara berkisar 4.000-6.000 hektar. Sementara area inti yang akan dibangun pada tahap pertama seluas 4.000 hektar.
Guru Besar Arsitektur UGM Wiendu Nuryanti menyampaikan, konsep hijau untuk sebuah ibu kota negara adalah hal penting. Kalimantan yang dikenal sebagai salah satu kawasan hijau harus tetap dipertahankan. Bahkan, tidak cukup mempertahankan saja. Revitalisasi hutan yang rusak juga perlu dilakukan mengingat ibu kota negara berada di pulau tersebut.
”Ekologi yang sudah ada jangan sampai terganggu. Lalu, bagaimana ibu kota negara ini bisa beradaptasi dengan hutan. Lebih-lebih melestarikan sebagian kawasan hutan yang rusak,” kata Wiendu.
Dia menambahkan, hal lain yang harus menjadi sorotan adalah bagaimana agar ibu kota negara nanti tidak ketinggalan zaman. Ibu kota negara hendaknya menjadi magnet baru bagi negara ini. Itu bisa terjadi jika sejak awal kenyamanan dan keindahan tata ruang dipikirkan secara matang.
Terkait hal itu, Basuki menyatakan, terdapat Jalan Tol Samarinda-Balikpapan yang menambah ibu kota negara akan semakin menarik. Ia menginginkan aktivitas yang terjadi di ibu kota negara tidak sekadar kegiatan pemerintahan. ”Maka, kami buat dekat dengan Samarinda dan Balikpapan supaya lebih hidup,” katanya.
Terkait desain istana negara, Basuki mengaku belum ditentukan. Namun, secara garis besar, desainnya mengambil tema nasional. Saat ini, masih ada pembahasan dengan Ikatan Arsitek Indonesia terkait desain tersebut.