Sejumlah organisasi buruh menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tanpa melibatkan Lembaga Kerja Sama Tripartit. Sebab, revisi yang dilakukan tanpa keterlibatan LKS Tripartit berpotensi merugikan buruh.
Oleh
VINA OKTAVIA/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah organisasi buruh menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tanpa melibatkan Lembaga Kerja Sama Tripartit. Sebab, revisi yang dilakukan tanpa keterlibatan LKS Tripartit berpotensi merugikan buruh.
LKS Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan. Forum itu beranggotakan unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja atau serikat buruh, dan pemerintah.
Pemerintah tengah menyiapkan revisi UU No 13/2003 dengan alasan banyak ketentuan yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Selain itu, revisi juga dilakukan untuk membentuk ekosistem ketenagakerjaan yang lebih baik dan mendorong investasi (Kompas, 25/6/2019).
Rencana revisi UU Ketenagakerjaan dan rancangan revisi yang beredar di antara buruh memicu unjuk rasa, Rabu (21/8/2019). Di Jakarta, buruh yang tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, sedangkan di Bandar Lampung buruh berunjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Provinsi Lampung.
Dalam rancangan revisi UU Ketenagakerjaan yang beredar di kalangan buruh, sejumlah poin dinilai merugikan pekerja. Poin-poin itu di antaranya penetapan pemutusan hubungan kerja dalam Pasal 151-155 yang akan diubah menjadi ”ditetapkan antara pihak buruh dan pengusaha tanpa melalui mekanisme persidangan”. Poin lain, uang penghargaan masa kerja dalam Pasal 156 Ayat (3) akan dihapuskan.
Koordinator Gekanas Arif Minardi menyampaikan, LKS Triparit tidak pernah mengeluarkan dokumen resmi. Padahal, seharusnya keinginan revisi disampaikan melalui forum komunikasi ini.
”Tidak ada dokumen resmi yang berisi argumen, kajian, data, analisis, dan parameter ekonomi secara nasional dan perbandingan dengan negara lain. Dokumen ini penting karena menyangkut nasib 51 juta pekerja formal beserta keluarganya,” ucap Arif.
Arif menyebutkan, buruh tidak anti terhadap wacana revisi UU Ketenagakerjaan. Namun, buruh menolak revisi yang merugikan buruh.
Kristina, juru bicara buruh yang berunjuk rasa di Lampung, mendesak pemerintah daerah untuk mengambil sikap terkait rencana revisi UU Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menyatakan, rancangan revisi UU Ketenagakerjaan yang beredar di dunia maya dan di kalangan buruh tak jelas sumbernya. Pemerintah belum mengeluarkan rancangan karena proses revisi UU Ketenagakerjaan masih dalam tahap kajian. Pemerintah juga akan menyerap aspirasi dari serikat pekerja/serikat buruh dan dunia usaha.